Roda Empat dalam Pusaran Prestise
Beranjak dari status sosial, prestise sejumlah mobil pun terdongkrak dengan penampilannya dalam banyak film. Roda empat pun terelevasi lewat pusaran budaya pop.
Tak perlu dimungkiri, mobil telah menjadi bagian sehari-hari aktivitas manusia. Ia tak lagi sebatas tunggangan transportasi belaka, melainkan menjelma sebagai gaya hidup. Industri otomotif tahu benar itu. Maka tak heran, pameran otomotif seperti Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) dijubeli pengunjung.
Puluhan jenama otomotif menempati anjungan masing-masing dengan berbagai ukuran; ada yang sepanjang lapangan sepakbola, ada juga yang lebih kecil. Masing-masing anjungan berhias, bermandikan lampu, dan menyediakan panggung untuk menempatkan produk unggulan mereka. Pengunjung penasaran menaiki panggung itu, mengerubungi mobil baru, menyentuh, dan merasakan berada di dalam kendaraan “impiannya”.
Anjungan Honda adalah salah satu yang terbesar. Mobil unggulan mereka pada ajang ke-30 kali ini adalah model SUV Honda CR-V, yang salah satu variannya berteknologi hibrida; bermesin bakar, sekaligus memakai motor listrik untuk meningkatkan tenaga dan menjaga efisiensi bahan bakar.
Honda CR-V generasi keenam berteknologi hibrida ini dibanderol Rp 779,9 juta, siap jalan untuk pembelian di Jakarta. Harga ini melambung sekitar Rp 100 juta dari generasi sebelumnya. Meski harganya terpaut jauh, toh, CR-V baru ini membetot perhatian pengunjung.
“Saya suka, sih, model CR-V baru. Kesannya lebih kokoh. Apalagi hybrid, ya. Cuma, harganya masih di luar jangkauan saya,” ujar Christina Desfina (34), salah seorang pengunjung, Jumat (11/8/2023).
Christina lebih menyukai model SUV daripada sedan. Alasannya, karakter SUV yang tinggi ia anggap lebih mumpuni melahap jalanan dengan kontur beragam. Dimensi ruangnya juga lega.
Tak jauh dari anjungan Honda, Reinhard (27) asyik melihat-lihat die-cast atau pajangan mobil keluaran Subaru. Merek Jepang ini punya banyak pengikut fanatik, terutama yang suka kecepatan dan kelincahan. Mobil impian pekerja periklanan ini adalah Subaru WRX, sedan yang moncer di lintasan balap. Harganya mulai Rp 849,5 juta. Uangnya belum cukup. Ia berencana membeli die-cast WRX seharga Rp 89.000 dulu.
Jenama Subaru menyadari, pasar mereka adalah para petrolhead, penggila otomotif yang tak menjadikan mobil sebagai tunggangan belaka. “Mengendarai Subaru sudah jadi bagian dari gaya hidup, mulai bertualang, sampai mengumpulkan merchandise. Tahun ini, kami bekerja sama dengan produsen die-cast Tomica untuk memenuhi keinginan itu,” kata Arie Christopher, CEO Subaru Indonesia.
Frasa “gaya hidup” patut diberi garis bawah. Pameran otomotif tak sekadar menjajarkan produk, lalu bertransaksi. Pengunjung seolah-olah diajak merasakan citra yang hendak dibangun jenama tersebut. Merek BMW, misalnya, menempati satu aula luas berbagi dengan merek Mini yang masih satu grup.
BMW meluncurkan lini mobil mewah mereka, yakni Seri 7 berbentuk sedan dan SUV. Selain itu, ada juga mobil kekar bertenaga besar bernama BMW XM dengan harga minimum Rp 5,5 miliar. Sebelum peluncuran, pencahayaan aula itu berpendar remang. Musik jazz mengalun lamat-lamat. Kesan gedongan terasa betul.
Merek Mazda juga meluncurkan produk SUV jagoannya, CX-60. Mobil ini bertenaga besar, tapi rancang bangunnya terlihat elegan. Bagian dasbornya berlapis kulit sintetis beludru, dan ada juga yang dari kain lembut. Maskulin dan feminin berjalin di CX-60. “Berkendara bukan sekadar transportasi, namun juga menghargai setiap momen di balik kemudi. Merayakan berkendara adalah sebuah pencapaian,” ucap Pramita Sari, Marketing & Communication General Manager PT Eurokars Motor Indonesia, agen tunggal Mazda di Indonesia.
Jenama Mercedes-Benz bisa jadi yang paling kental dengan urusan “pencapaian”, atau status. Betapa tidak, mobil Benz pertama yang masuk di Indonesia dimiliki raja Pakubuwono X yang didapat tahun 1894 berjenis Victoria Phaeton. Mantan Wali Kota Jakarta Raden Soediro menggunakan Mercedes-Benz Ponton sebagai mobil dinas di dekade 1960-an. Merek ini, khususnya S-Class, selalu dipakai sebagai kendaraan Presiden RI. Gengsi tak tergoyahkan.
Dunia off-road
Di dunia off-road, Land Rover tak bisa dimungkiri turut memancarkan jati diri pengendaranya. Landy, sapaannya, tergolong tunggangan paling favorit penggila trip di jalur tak beraspal itu. Mereka yang memacu mobil tersebut lumrah dianggap petualang.
“Di Indonesia, Landy mulai banyak waktu dipakai pemerintah dan perusahaan minyak di Riau,” ujar salah seorang pendiri Indonesia Off-road Federation (IOF) Harry Sanusi. Ia tak bisa memastikan Landy marak berseliweran di Indonesia, namun diperkirakan awal dasawarsa 1970-an, bahkan 1960-an.
Baca juga : Kuliner Makanan ”Jadul” yang Mengikat Memori
Ia pun pernah menjajal berbagai seri Landy seiring orangtua yang membelinya. Mobil pertama dikendarainya juga Landy meski ia mengaku nakal. “Saya masih umur 12 atau 13 tahun. Mau coba-coba bawa kabur malah nabrak garasi,” ujarnya sambil tertawa.
Harry sudah beralih dengan Toyota Land Cruiser 80, tetapi ia tetap mengakui Landy memang ikonik. Bodi kotak, gagah, dan bergaya avontur memikat banyak penggemar mobil klasik dan off-road. Model awal yang sempat diproduksi untuk pertanian dengan setir di tengah kini menjelma kemewahan.
“Buat orang kaya kalau senang, Landy baru seharga Rp 3 miliar saja dibeli. Kenapa Landy identik begitu? Soalnya, mobil lawasnya saja tetap mahal,” ujarnya. Harry menaksir, harga tersebut sudah lebih dari Rp 100 juta, tergantung seri, tahun, dan kondisinya.
“Itu pun, ada yang tiap jalan setengah hari, mogok terus buka kap mesin. Saya jual Landy Defender, akhir tahun 2022. Malah anak saya ngomel,” kata Harry seraya terkekeh. Mobil pabrikan tahun 1995 itu dilego seharga Rp 380 juta yang dianggap terlalu murah.
“Saya enggak tahu harga, tapi memang sudah jelek jadi harus dicat. Kalau mulus, harga bisa sampai Rp 700 juta,” ucapnya. Mobil Harry saat ini saja kerap diselipkan kertas di sela penyeka kaca yang mencantumkan tawaran dan nomor ponsel peminatnya.
Tak heran, meski termasuk tua, mobil-mobil off-road juga lekat dengan prestise seturut pandangan Harry soal harganya yang gila-gilaan. “Indikatornya, pehobi off-road juga semakin banyak. Habis, mobilnya banyak dicari, tapi harga jadi enggak rasional,” ucapnya.
Budaya pop
Beranjak dari status sosial, prestise sejumlah mobil pun terdongkrak dengan penampilannya dalam banyak film. Roda empat lantas terelevasi lewat pusaran budaya pop. Saat BMW E30 yang dipacu Onky Alexander dalam Catatan Si Boy (1987), tak sedikit anak orang tajir merengek-rengek minta dibelikan mobil serupa.
Harga mobil itu malah terus menanjak seiring sentimental yang tak lekang dalam benak penontonnya. Kini, film berjudul sama kembali diproduksi untuk dirilis pada 17 Agustus 2023. Dalam trailernya, tontonan teranyar itu menampilkan Boy tengah menggeber seri mutakhir, BMW M3, berkelir hijau toska.
Pemeran Boy terbaru, Angga Yunanda, saat ditanya soal kemapanan peranan, termasuk mobilnya, menanggapi dengan perbedaan mencolok setelah membintangi film tersebut. “Aku bersyukur, sekali seumur hidup pernah merasakan dan semoga ketularan rezekinya kayak Boy,” ujarnya diiringi senyum.
Berdasarkan buku A History of Popular Culture: More of Everything, Faster and Brighter karya Raymond F Betts dan diterbitkan Routlegde, tahun 2004, mobil dan film sudah akrab setidaknya sejak masa Charlie Chaplin. Pada dasawarsa 1920-an, Ford Model-T merupakan mobil yang paling luas didistribusikan.
Chaplin bermain pertama kali sebagai tramp (pengelana) yang sangat identik dengan dirinya dalam Mabel’s Strange Predicament (1914). Sekarang, mulai aneka mobil sport dalam Fast & Furious, Aston Martin andalan James Bond, sampai opletnya si Doel ikut menderu-deru di lintasan sinema.
Baca juga : Nostalgia dalam Setiap Suapan Makanan Legendaris
Pemilik Hauwke’s Auto Gallery Hartawan Setjodiningrat, mengungkapkan, dulu, pembeli mobil diedukasi untuk bisa melakukan perbaikan ringan. “Enggak kayak sekarang, bengkel di mana-mana,” katanya Pengamat otomotif yang lebih senang disapa Hauwke itu.
Ia berpendapat, banyak mobil kekinian yang dibuat untuk terlihat begitu mentereng, tetapi keamanannya dikurangi. Mobil kian glamor, namun juga lebih ringan. “Biar kelihatan blink-blink pakai plastik. Kasarnya, penjual barang rongsokan juga enggak mau beli,” katanya sembari tergelak.