Sebelum makanan menjadi penghapus lapar, dia lebih dulu hadir sebagai medium komunikasi. Maka, makanan yang baik selalu komunikatif.
Oleh
MOHAMMAD HILMI FAIQ
·3 menit baca
Malam itu, azan magrib sudah berlalu hampir setengah jam. Para tamu memenuhi salah satu sudut The Dharmawangsa, Jakarta, yang menyediakan titik menu berbuka berupa Qatari Food Corner, Garangao Corner, dan Apem Corner, Senin (10/4/2023). Mereka mengobrol penuh kehangatan sambil sesekali terdengar gelak tawa atau celetukan. Camilan beserta masakan khas Qatar menjadi bahan bakar kehangatan malam itu. Beberapa selebritas dan keluarga petinggi negeri ini berada di antara mereka. Hingga hampir pukul 21.00, saat bufet Ramadhan ini jelang tutup, mereka satu per satu membubarkan diri.
Menyimak peristiwa di atas, setidaknya dapat ditarik satu makna bahwa sebelum makanan menjadi penghapus lapar, dia lebih dulu hadir sebagai medium komunikasi. Maka, makanan yang baik selalu komunikatif. ”Makanan saya memang komunikatif,” kata chef Noof Al Marri dari Desert Rose Café, Museum Nasional Qatar, di Doha. Dia hadir malam itu sebagai chef yang menyuguhkan makanan khas Qatar.
Malam itu antara ada majboos lamb shanks yang tak lain adalah nasi dengan lauk daging kambing dan bumbu mentega Qatar, safron, dan air sari mawar. Ini salah satu menu istimewa karena biasanya hanya disajikan dalam upacara pertunangan atau pernikahan. Harum nasi memberi kesan lembut, sementara nasi yang telah berbaur dengan cita rasa daging kambing terasa gurih dan meninggalkan kesan hangat di langit-langit mulut. Sangat cocok dipungkasi dengan karak.
Karak tak lain sejenis teh susu berbahan teh hitam, susu segar, safron, dan bubuk kapulaga. Aroma safron dan rasa kapulaga memberi kesan akrab. Karak memberi manis nan lembut disusul harum safron. Oleh karena susunya segar, minuman hangat ini tidak meninggalkan jejak apek. Terbayang menikmatinya di tengah rinai hujan.
Menu lain yang harus dijajal antara lain kebab nakheh yang rasa dan bentuknya tak jauh berbeda dengan bala-bala. Ada juga arabic coffee yang warna dan rasanya lebih mirip jamu. Di luar itu, terdapat kudapan dan menu lain. Menu-menu itu selalu berganti setiap hari.
”Saya menciptakan menu yang bisa dinikmati sambil berbincang. Tidak sekali datang, kenyang, lalu pulang,” ujar Noof.
Kehadiran Noof tak lain sebagai bagian dari program Year of Culture dari Qatar Museum yang berlangsung pada 7-14 April 2023. Setiap tahun mereka datang ke satu negara dan tahun ini giliran ke Indonesia. Santhi Serad dari Aku Cinta Makanan Indonesia ditunjuk sebagai konsultan. Dia lalu mencari benang merah antara masakan khas Qatar dan Indonesia, lalu menemukan rempah sebagai titik temu.
Maka, tidak heran jika sebagian besar makanan di sini kaya rempah. Dan, menu beserta suasana malam itu telah memicu siapa saja yang datang untuk betah berbincang. Sambil mengudap, mereka berkomunikasi, termasuk komunikasi antarbudaya.