Hampir semua orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, sering kali hal tersebut malah berdampak negatif bagi kebahagiaan seorang anak.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·4 menit baca
Mendarah dagingnya konsep orangtua selalu tahu yang terbaik untuk anaknya masih melekat di banyak keluarga Indonesia. Dengan dalih melindungi, sering kali keinginan seorang anak diabaikan dalam pengambilan keputusan.
Pengabaian keinginan ini titik awal timbulnya masalah berantai dalam tumbuh dan kembang anak. Salah satunya adalah berpotensi mereduksi kebahagiaan seorang anak, yang nantinya akan memicu masalah-masalah yang tidak diduga oleh orangtua.
Film Cek Toko Sebelah 2 yang mulai tayang pada Selasa (27/12/2022) dengan berani menantang konsep itu dan menampilkannya dalam layar lebar. Seperti biasa, sang sutradara, Ernest Prakasa, mengemas film tersebut dengan balutan komedi tanpa perlu menghilangkan pesan utamanya.
Film sebelumnya, Cek Toko Sebelah (2016), bercerita tentang keinginan Koh Afuk yang diperankan Chew Kin Wah mewariskan toko miliknya ke Erwin yang diperankan Ernest. Kini, Cek Toko Sebelah 2 menghadirkan masalah yang lebih kompleks dari itu dan lebih mengeksplorasi latar belakang dari tokoh-tokoh lainnya yang tidak sempat diceritakan.
Film dibuka dengan pertemuan romantis antara Erwin dan Natalie yang diperankan Laura Basuki. Romansa keduanya cukup berkorelasi dengan gaya hubungan anak muda era sekarang, mulai dari lelucon, cara tertawa, hingga reaksi kecil saat Erwin dan Natalie bertemu.
Hubungan mereka awalnya berjalan mulus, tetapi seiring dengan pertambahan interaksi antartokoh dalam film mulai memantik konflik. Ini ditunjukkan dengan prinsip keras Ibunya Natalie seolah tahu apa yang terbaik untuk hubungan anaknya.
”Film ini berusaha menghadirkan cerita sebisa mungkin dekat dengan fenomena masyarakat Indonesia saat ini,” ujar Ernest di sela-sela promosi film.
Selain itu, latar belakang hubungan Yohan (diperankan Dion Wiyoko) dan Ayu (diperankan Adinia Wirasti) mulai terungkap secara perlahan. Ini dimulai ketika Koh Afuk meminta cucu dari Yohan dan Ayu, tentu saja hal ini ditolak mentah-mentah oleh Ayu. Baik Koh Afuk maupun Yohan tidak tahu-menahu apa alasan Ayu menolak memiliki anak. Pada akhirnya pun terungkap bahwa Ayu mengalami tekanan kuat dari kedua orangtuanya saat usianya masih kecil, lagi-lagi komunikasi menjadi masalahnya.
Melalui film yang tepat, anak dan keluarganya dapat belajar ilmu pengetahuan, nilai-nilai, serta merasakan emosi yang positif. (Efriyani Djuwita)
Saat ditanya mengenai inspirasi lahirnya Cek Toko Sebelah 2, Ernest mengatakan, anaknya yang besar mulai menginjak bangku sekolah menengah pertama dan semakin besar seorang anak, maka orangtua akan semakin sulit untuk mengerti kebutuhannya. ”Ketika tidak dijembatani dengan baik akan menjadi jurang pemisah antara orangtua dan anak. Kunci utama membangun keluarga ideal terletak pada komunikasi antaranggotanya,” ujar Ernest.
Mencuri perhatian
Peran Gisella Anastasia yang ada pada film sebelumnya digantikan oleh Laura Basuki sebagai Natalie berhasil mencuri perhatian penontonnya. Karakter Natalie digambarkan sebagai seorang anak yang penurut dan pasrah pada keputusan ibunya. Pada akhirnya emosi Natalie memuncak dan dilepaskan pada ibunya.
Ibunya Natalie, yang diperankan Maya Hasan, merupakan karakter yang sulit dipahami. Di satu sisi bersifat mengayomi dan melindungi, di sisi lain memiliki ego yang tinggi. Oleh karena itu, elemen drama pada Cek Toko Sebelah 2 lebih menonjol ketimbang komedinya.
Elemen drama itu pun kuat sewaktu pengungkapan konflik batin Ayu yang mendasari alasannya tidak ingin memiliki anak. Karakter Ayu memandang menjadi seorang ibu merupakan hal kompleks yang perlu disiapkan secara matang, tidak sekadar melahirkan dan mengurus anak saja.
Konflik batin Ayu ini yang membuat penonton seperti menaiki roller coaster emosional. Kadang tertawa karena lelucon yang dihadirkan, kadang marah akibat situasi pasrah karakternya, dan sedih atas beban yang ditanggung Ayu ke depannya.
Film keluarga
Tim produksi Cek Toko Sebelah 2 berharap filmnya dapat mengedukasi dan dipahami oleh para orangtua di Indonesia. Mereka dapat belajar untuk lebih memahami karakter anaknya dan mengkomunikasikan segala hal dengan anak. Dengan komunikasi yang baik dan efektif, konflik dalam keluarga Cek Toko Sebelah 2 seharusnya dapat dicegah.
Sebaik apa pun niat orangtua untuk melindungi tetapi masih mengabaikan keinginan anaknya, maka hal tersebut sama saja berdampak negatif. Dalam setiap keputusan baik atau buruk, seorang anak dapat belajar untuk menanggung konsekuensi atas keinginannya. Proses pembelajaran ini yang dibutuhkan anak.
Menurut pengajar psikologi perkembangan anak dari Universitas Indonesia, Efriyani Djuwita, melalui film yang tepat, anak dan keluarganya dapat belajar ilmu pengetahuan, nilai-nilai, serta merasakan emosi yang positif. Jika hal ini didapatkan oleh anak atau anggota keluarga, akan menciptakan dan mengembangkan hubungan serta pertumbuhan sosial yang lebih baik secara individu dan keluarga.
”Terlebih akhir tahun dan awal tahun merupakan momen yang tepat untuk menikmati kebersamaan keluarga sehingga bisa terhibur sambil belajar,” ujarnya.
Pesan dalam film bersifat personal dan kompleks yang membuat interpretasi dikembalikan pada setiap individu. Mereka dapat memetik pelajaran dari sebuah film atau hanya sekadar mengibur diri. Walakin, Efriyani tidak menafikan bahwa film dapat menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi perkembangan batin keluarga ataupun individu.