Sanding Menu ala Negeri Sakura
Sake adalah minuman beralkohol tradisi Jepang yang kaya dan melintas zaman. Menikmatinya dengan cara menyandingkan bersama menu makanan sangat direkomendasikan.
Menyesap sake sambil mengudap makanan, baik berat maupun ringan, adalah bagian tak terpisahkan dari tradisi pergaulan masyarakat Jepang. Warga ”Negeri Matahari Terbit” itu meyakini sake sebagai minuman pembawa kebahagiaan di hati.
Minuman beralkohol hasil fermentasi beras varietas khusus itu diyakini telah ada sejak lebih dari satu milenial lalu. Sake terus diproduksi dan dikonsumsi masyarakat Jepang hingga kini. Awal Oktober menjadi waktu terbaik memulai proses produksi sake.
Hal itu dipaparkan Rochmalia, Manajer Operasional Japanese Kitchen and Lounge, Sake+ Arcadia, di kawasan Senayan, Jakarta, Senin (26/9/2022), dalam acara Exclusive Sake Tasting and Food Pairing. Saat itu, ada lima jenis sake disajikan, empat di antaranya bersanding dengan menu-menu pilihan khas Jepang.
Di negerinya sana, kata Rochmalia, produksi sake diawali dengan memanjatkan doa dan penghormatan kepada para dewa dan leluhur di kuil suci setempat. Sebagai penanda dimulainya proses (produksi sake), setumpuk jerami sisa panen dibentuk menjadi bola besar dan digantung. Seiring dengan waktu, bola jerami mengering dan menguning yang sekaligus menandai akhir proses produksi.
Secara total, lama produksi sake bisa berlangsung tujuh bulan. Prosesnya melalui beberapa bulan bersuhu terdingin, seperti Januari hingga Februari. Salah satu tahap unik pembuatan sake adalah proses fermentasi. Proses ini bisa berlangsung berkali-kali dalam satu rangkaian paralel dan bersamaan (multiple parallel fermentation). Hal itulah yang membedakan dengan proses fermentasi dalam produksi bir ataupun anggur di negara Barat.
Pada proses fermentasi pembuatan sake, kandungan pati dari nasi diubah menjadi gula (glukosa) yang kemudian diubah kembali menjadi alkohol. Semua terjadi di dalam satu tangki besar. Kondisi suhu udara dingin sangat diperlukan agar bakteri tak ikut berkembang biak.
Ada sedikitnya 15 jenis varietas beras yang biasa digunakan untuk membuat sake. Beras-beras itu terlebih dahulu harus melalui proses pemolesan (polishing). Prosesnya bisa berlangsung selama 50 jam di dalam mesin pemoles.
Setelah dipoles, butiran beras mengecil dan berbentuk bundar. Semakin kecil butiran, semakin tinggi pula kualitas sake yang akan dihasilkan.
Proses pemolesan dilakukan untuk membuang lapisan luar bulir beras yang mengandung protein. Setelah itu, beras dicuci bersih lalu ditanak menjadi nasi. Pada tahap berikutnya, nasi didinginkan lalu ditaburi serbuk spora jamur khusus secara merata. Jamur itu akan mengubah nasi menjadi koji. Sampai di tahap ini proses pembuatan sake dianggap sudah mencapai 70 persen.
Koji kemudian difermentasi dengan mencampurkan ragi (yeast) khusus untuk membuat sake. Biasanya proses fermentasi akan berlangsung selama 24 hari hingga yang terlama 30 hari. Semakin lama proses fermentasi, kualitas sake yang akan dihasilkan semakin baik. Temperaturnya juga dijaga konstan 6-17 derajat celsius.
Sake sedikitnya memiliki sembilan kategori tergantung pada bahan baku (ingredients), metode produksi, dan rasio pemolesan beras. Beberapa kategori sake antara lain junmai, tokubetsu junmai, junmai ginjo, junmai daiginjo, nama-zake, nigori, dan sparkling sake. Setiap kategori punya cita rasa khas dan karakteristik tersendiri.
Hidangan sandingan
Sake disajikan dengan penyanding beberapa menu hidangan lezat ala Jepang. Dalam Exclusive Sake Tasting and Food Pairing, tamu terlebih dulu disajikan sake jenis berkarbonasi (sparkling sake) yang biasanya berperisa buah, macam peach dan jeruk yuzu, atau aroma bunga seperti hana.
Sake jenis ini dibuat dengan dua cara, disuntik karbon dioksida atau dengan membiarkan proses fermentasinya terus berlanjut di dalam botol (in-bottle secondary fermentation). Saat dituang, sake jenis ini akan mengeluarkan busa mirip minuman sampanye. Para penikmatnya menyukai sake jenis ini disajikan dingin.
Sajian berikut berupa hidangan tapas, aneka kudapan ringan dalam porsi kecil, yang disandingkan dengan sake jenis junmai, ozeki tokubetsu yamada nishiki. Dua kata terakhir menunjukkan nama dan jenis beras bahan baku. Sementara kata junmai sendiri adalah kategori sake yang berciri khas punya cita rasa beras sangat kuat.
Tak heran jika sake jenis ini cocok disandingkan dengan hidangan apa pun yang biasanya juga cocok menjadi lauk makan nasi. Sajian tapas yang dihidangkan kali ini terdiri dari empat macam kudapan gurih, satu kacang kedelai (edamame) rebus, dan irisan daging ikan tuna (maguro sumiso).
Keempat jenis kudapan gurih terdiri dari gyoza ayam, satsuma age alias otak-otak ikan, eihire atau sirip ikan pari kering panggang, dan gorengan kulit ikan salmon. Sementara satu kudapan lain yang relatif lebih berat adalah irisan daging ikan tuna maguro sumiso dengan saus miso.
”Porsinya kecil-kecil, tapi cukup untuk dua atau tiga orang sambil mengobrol, cemal-cemil, dan minum sakenya,” ucap Rochmalia.
Untuk sajian pairing kedua, tamu mendapat hidangan menu sakura sashimi dan sake penyandingnya jenis honjozo. Sake kategori honjozo dibuat dengan cara menambahkan alkohol dari proses penyulingan (distilled liquor) ke dalamnya. Biasanya alkohol itu hasil distilasi dari tetes tebu atau jagung.
Cita rasanya, menurut Rochmalia, berkarakter kering (dry taste) sehingga pas untuk mengatasi rasa amis daging ikan mentah dari hidangan sashimi. Menu sakura sashimi berupa irisan daging beragam jenis ikan mentah.
Beberapa ikan yang dipilih, antara lain, ikan tuna (maguro), salmon, ikan sebelah (flatfish/hirame), ikan shima aji (striped jack), dan ikan aji-aji (kanpachi/amberjack). Tak lupa pula tambahan wasabi segar dari umbinya yang diparut langsung saat disajikan.
Persandingan kuliner dan sake selanjutnya juga semakin menarik dengan hidangan berbahan utama irisan daging lidah sapi dan sake jenis nigori yang unik. Sake kategori nigori adalah sake yang tak melalui proses penyaringan. Akibatnya, sake mengandung banyak endapan koji yang terfermentasi.
Warnanya pun seputih susu (cloudy) dengan karakter rasa yang berkrim (creamy) dan sedikit manis. Secara tampilan fisik tentu saja sake jenis ini berbeda dengan kebanyakan lainnya yang bening dan jernih mirip air tawar. Rochmalia menambahkan, dengan karakteristik seperti itu, sake nigori cocok disandingkan dengan hidangan serba panggang macam sukiyaki.
Baca juga: Tiga Chef dan Kenangan Lezat Masa Kecil
Untuk kali ini pihaknya memilih sajian menu gyutan alias daging bagian pangkal lidah sapi yang lebih lembut. Daging lidah sapi ini diiris-iris tipis untuk kemudian dibumbui dengan minyak wijen dan bawang putih lalu dipanggang di atas wajan panas dengan sedikit minyak (pan seared). Cita rasanya bisa ditebak sangat aromatik dari minyak wijen dan bawang putihnya.
Pada sajian penutup, giliran sake jenis junmai daiginjo yang disandingkan dengan dua macam menu tak kalah istimewa, yakni hamachi kama shioyaki dan bara chirashi. Menu pertama berupa potongan bagian rahang ikan dekat sirip dari ikan ekor kuning yang dipanggang. Bagian ini terbilang istimewa dan di Jepang para chef biasanya hanya menyajikannya untuk tamu kehormatan atau kenalan dekat.
Rahang ikan ekor kuning itu dipanggang lalu disajikan dengan tiga macam saus celup, seperti perasan jeruk lemon, kecap asin dan bawang putih, atau saus tomat dan cabai. Sementara sajian kedua, bara chirashi, berupa seporsi nasi ”berlauk” potongan-potongan dadu kecil daging beberapa jenis ikan mentah dan belut (unagi) panggang lengkap dengan wasabi segar.
Sementara itu, sake junmai daiginjo punya karakter rasa lembut sekaligus beraroma bunga atau buah. Hal itu yang membuatnya terkesan elegan sekaligus unik. Sake jenis ini cocok disandingkan dengan hampir semua jenis hidangan, mulai dari yang dipanggang, rebus, berkuah, berbumbu, hingga mentah. Selamat menikmati, tanoshinde kudasai!