Media sosial seakan memberikan panggung pada musikalisasi puisi dalam beberapa tahun terakhir. Banyak akun di media sosial kini membagikan konten-konten bernuansa musikalisasi puisi, tetapi berdimensi curahan hati.
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·4 menit baca
RAKHA ARLYANTO UNTUK KOMPAS
Seorang peserta Kelas Puisi membacakan puisi karyanya.
Almarhum Sapardi Djoko Damono meninggalkan karya yang tak lekang oleh waktu. Sejumlah puisinya bahkan dijadikan syair lagu, seperti puisi berjudul ”Aku Ingin”.
Saat ini, musikalisasi puisi terus berkembang. Media sosial seakan memberikan panggung pada musikalisasi puisi dalam beberapa tahun terakhir. Banyak akun di media sosial kini membagikan konten-konten bernuansa musikalisasi puisi, tetapi berdimensi curahan hati.
”Ketahuilah, ajakan jalan, nonton, makan, ngopi, itu hanya basa-basi. Telepon berjam-jam, curhat hingga tengah malam itu hanya sekadar melepas emosi.”
Begitu kira-kira petikan bait dari musikalisasi puisi ”Pesanku” dari figur publik sekaligus penyair asal Purwokerto, Jawa Tengah, Wira Setianagara, dalam kanal Youtube-nya, Wira Nagara. Video yang diunggah sejak dua tahun lalu tersebut telah ditonton lebih dari 2,1 juta kali.
Dalam beberapa tahun terakhir, Wira memang menjadi salah satu penyair yang giat menghadirkan musikalisasi puisi lewat media sosial. Beberapa karyanya juga diunggah di akun Instagram @wira_ yang memiliki lebih dari 473.000 pengikut.
KOMPAS/MEDIANA
Penyanyi Iwan Fals dalam pementasan teatrikal puisi ”LaluKau” karya Radhar Panca Dahana, Selasa (18/2/2020) malam, di Gedung Kesenian Jakarta.
Karya-karya Wira berhasil membuat Mawardah (21), karyawan swasta asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, kepincut menggeluti musikalisasi puisi. Karya-karya Wira seolah menjadi kiblat baginya dalam berpuisi.
”Bahasa yang digunakan lebih mudah diterima untuk anak-anak muda zaman sekarang,” katanya saat dihubungi di Banjarmasin, Senin (20/7/2020).
Hingga saat ini, setidaknya sudah ada 25 musikalisasi puisi yang diciptakan oleh Mawardah. Salah satu karya terbarunya adalah puisi berjudul ”Kasih Ibu” yang diunggah pada akun Instagram-nya, @pendengarpuisi, pada Jumat, 17 Juli 2020. Musik puisi tersebut telah ditonton oleh hampir 2.000 warganet.
”Puisi ini bertujuan untuk mengingatkan pengorbanan ibu dari mengandung sampai anaknya sukses. Ibu juga pasti tidak pernah meminta balas budi,” ujarnya.
Sebenarnya, Mawardah tidak hanya berkiprah di media sosial. Beberapa kali, ia juga menampilkan musikalisasi puisi pada sejumlah pertunjukan teater di Banjarmasin. Bahkan, dalam waktu dekat, ia berniat membuat sebuah komunitas puisi bersama teman-temannya.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Trio dari Kelompok Sekali Pentas mengisi pembukaan Dialog Sastra #69 bertemakan ”Puisi Romansa Lintas Masa” di Bentara Budaya Bali, Gianyar, Sabtu (15/2/2020). Dialog sastra di Bentara Budaya Bali menampilkan sejumlah sastrawan, yakni I Wayan Westa dan I Gusti Agung Ayu Mas Triadnyani, sebagai pembicara yang mengupas perihal cinta dalam proses kreatif penyair.
Di sisi lain, akun-akun yang menyajikan musikalisasi puisi bernada curahan hati kini juga kerap bermunculan. Kebanyakan berisi tentang patah hati karena ditinggal pasangan atau cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Unggahan berjudul ”Suatu Saat Nanti” oleh akun @officialsuarakita, misalnya, berisi curahan hati seseorang yang ditinggalkan kekasih. Begini kira-kira penggalan bait dalam unggahan tersebut.
”Segencar apapun usaha kita mempertahankan. Nyatanya memang rasa tak bisa dipaksa. Belum lagi jika sebelumnya pernah memberi rasa luka dan kecewa. Semakin nihil harapan kita untuk bersama.”
Ada juga akun Instagram @musikalisasipuisiku yang telah diikuti oleh lebih dari 10.000 warganet. Salah satu unggahannya yang berjudul ”Tak Memiliki” menarik lebih dari 3.200 penonton. Berikut penggalan isinya.
”Di saat mencintai satu sisi. Dan tak mampu mengungkapkan isi hati. Aku hanya bisa berdiam diri dan mengerti. Bahwa cinta tak harus memiliki.”
Kaya majas
Menurut Pendiri Komunitas Menulis Puisi ”Kelas Puisi” Irawatiningsih, pada dasarnya ada beberapa hal yang menjadi ciri khas puisi. Pertama, puisi biasanya kaya akan majas, terutama metafora.
”Mudahnya, sesuatu yang disampaikan dalam puisi tidak blak-blakan. Bisa juga membandingkan dengan obyek yang lain,” katanya.
KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
Dalang muda Bayu Aji diiringi musik elektronik Guntur Nur Puspito merespons puisi Sindhunata berjudul ”Ilange Semar”, cerita tentang kegelisahan para punakawan setelah mereka kehilangan bapak mereka, Sang Semar, dalam Panggung Sastra Pertunjukan ”Kejujuran dalam Air Kata-kata” di Taman Yakopan Omah Petroek, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (1/2/2020).
Sementara itu, sebuah ungkapan yang mengandung rima belum tentu bisa disebut puisi. Ungkapan tersebut harus dikupas lebih dalam sebelum bisa disebut puisi.
”Kebanyakan, orang menganggap sebuah ungkapan yang berima adalah puisi,” ucapnya.
Komunitas Kelas Puisi yang didirikan oleh Ira pada 2015 ini dibentuk untuk memfasilitasi anak-anak muda yang ingin mengembangkan bakatnya dalam berpuisi. Kini setidaknya ada 50 anggota yang tergabung di dalamnya.
Saat ini, anggota yang tergabung di Kelas Puisi berusia 18 tahun. Ira tidak menampik bahwa anak-anak muda yang ingin belajar puisi cukup membeludak. Hanya saja, ruang yang disediakan terbatas.
”Kami memang membatasi calon anggota yang ingin bergabung agar kelasnya berjalan ideal,” ujarnya.
Sastrawan Imam Maarif dalam hal ini mengapresiasi anak-anak muda yang mau mengeksplorasi karya-karya puisi melalui bunyi. Di era digital saat ini, musikalisasi puisi seakan menemukan media terbaiknya.
”Kalau dulu, kita berpuisi harus bertatap muka dengan penonton. Sekarang, media sosial memudahkan puisi disampaikan ke tengah-tengah masyarakat,” katanya.
Menurut Imam, musikalisasi puisi mesti menjadi genre baru dalam dunia kesenian di Indonesia. Sebab, hingga kini masih ada perdebatan tentang genre musikalisasi tersebut.
”Kalangan pemusik menganggap musikalisasi puisi bukan karya musik. Para penyair juga menganggapnya bukan sepenuhnya puisi,” lanjutnya.
Menurut dia, musikalisasi puisi adalah karya seni yang berangkat dari puisi, kemudian ditambahkan irama musik. Sementara musik berangkat dari notasi, kemudian baru ditambahkan syair.
”Tujuan musikalisasi adalah membantu menyosialisasikan musik ke tengah-tengah publik,” ujar Imam.
Musikalisasi puisi harus mengikuti dari makna puisinya. Jika puisi memiliki makna yang sedih, musiknya harus yang melankolis. Dalam hal ini, musik membunyikan makna yang terkandung dalam puisi tersebut. Sebab, puisi sebenarnya sudah memiliki irama.