Teduh di Rumah Irsyam Sigit Wibowo
Bagi pengusaha kuliner Irsyam Sigit Wibowo (48), rumah harus mampu menaungi dan memberikan keteduhan bagi penghuninya. Ia juga ingin suasana rumah selalu memberi kesan bahwa tiap hari adalah liburan. Untuk itu, ia merancang rumahnya berkonsep resor.
Berdiri di atas lahan seluas 1.600 meter persegi di kawasan Kotagede, Yogyakarta, Irsyam hanya menggunakan sekitar 200 meter persegi sebagai bangunan rumah, yang terdiri dari tiga kamar tidur, ruang tamu, bar, dan dapur. Sisanya adalah teras dan gazebo di depan rumah sebagai ruang kerja.
Tepat setelah keluar pintu rumah adalah kolam ikan dan taman dengan aneka tumbuhan berukuran tinggi yang merimbun. Untuk menghindari munculnya nyamuk, Irsyam menanam berbagai jenis tanaman yang dianggap dapat membuat serangga penggigit itu enggan datang, seperti pandan, melati, kanthil, dan kenanga.
"Saya pengin rumah saya suasananya seperti resor. Keluar rumah langsung kolam. Ada taman. Bisa terasa, kan, di sini tidak bising, padahal di tepi jalan," kata Irsyam, pemilik beberapa restoran di Yogyakarta.
Meski demikian, Irsyam tidak ingin terlalu repot karena ia dan istri, Arni Risviyanti (47), sepakat untuk tidak memakai jasa asisten rumah tangga. Agar pemeliharaan kolam mudah, ia menebar berbagai jenis ikan, seperti nila, gurami, dan koi. Dengan begitu, ia tidak perlu khawatir dengan kemunculan jentik-jentik nyamuk. Jika saatnya tiba, ikan-ikan ini akan dipanen oleh karyawan-karyawannya lalu dimasak dan disantap bersama. Kadang-kadang juga dibawa pulang oleh teman dekat atau kerabat.
Di tengah kolam, tampak pohon nanas pantai yang sekaligus membantu menghalau sinar matahari dari arah barat. Di pagi hari, ia dan istri kerap duduk-duduk di teras yang menghadap kolam sambil mengobrol. Sebelumnya, mereka berbagi tugas menyapu dan mengepel rumah. Menjelang siang, barulah istrinya berangkat mengurus restoran mereka, Pendopo Ndalem di kompleks Tamansari, Keraton Yogyakarta.
Irsyam dan istri mengelola beberapa restoran. Selain Pendopo Ndalem yang pada malam hari berubah konsep jadi Angkringan JAC atau Jogja Automotive Community, juga ada Pendopo Dluweh. Selain itu, Irsyam bersama saudara-saudaranya juga mengelola Restoran Omah Dhuwur di Kotagede. Bisnis kuliner ini adalah perluasan dari bisnis inti keluarga di bidang perak dengan bendera usaha HS Silver.
Irsyam sendiri sambil mengawasi bisnis kulinernya juga aktif di sejumlah organisasi, seperti Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia, Ikatan Motor Besar Indonesia, Harley Davidson Club Indonesia, serta Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) di wilayah Yogyakarta.
Kesibukannya yang lain adalah mendampingi pengusaha mula di bidang kuliner. Hobinya tur dan blusukan dengan rekan-rekan sering mempertemukannya dengan kuliner lokal yang lezat dan potensial dikembangkan. "Saya anggap mentoring yang saya lakukan sebagai sedekah ilmu untuk tabungan amalan saya. Lagi pula kita harus selalu menampilkan daya tarik baru, termasuk kuliner, agar pariwisata Yogya selalu menggeliat," kata Irsyam yang juga aktif di kalangan pegiat pariwisata di Yogyakarta.
Hingga kini, sudah ada tiga dampingannya, yakni Warung Pondok Sunda Bu Ratmi di Wonosari, Kopi Menoreh Pak Rahmat, dan Warung Ereng-ereng di Pundong, Bantul. Irsyam mendampingi mulai dari mengatur menu, kemasan, higienitas, sanitasi lingkungan, hingga pemasaran dan promosi. Biasanya ia memanfaatkan kekuatan promosi dari mulut ke mulut lewat jaringan pertemanan di sejumlah organisasi yang diikutinya hingga media sosial. Untuk ini, Irsyam sama sekali tidak meminta imbalan materi. Dua usaha sudah berjalan dengan baik, kini ia sedang menggenjot untuk promosi Warung Ereng-ereng.
Untuk keseimbangan hidup, ia juga rutin mengundang anak yatim piatu untuk bermujahadah di rumahnya. Biasanya pada tanggal 17 setiap bulan. Mereka diajak bermujahadah sambil makan-makan di restorannya, Pendopo Dluweh, yang terdapat di bagian depan rumahnya. Di waktu yang lain, tempat ini juga ia sediakan gratis untuk kumpul-kumpul teman-temannya dari sejumlah organisasi. "Mereka biasanya rapat atau sekadar kumpul-kumpul di sini. Enggak harus makan di tempat saya," kata Irsyam.
Di kala senggang, ia akan duduk mengobrol dengan istri dan kedua anaknya di ruang tengah yang menghadap televisi. Pemisah ruang ini dengan bagian luar rumah adalah pintu utama berupa gebyok kayu berukir. Di dinding samping tampak deretan pecahan genteng yang disusun seperti mozaik. Beberapa bagian menghitam diterpa hujan dan angin. "Awalnya enggak sengaja, sisa genteng lalu di susun, kok, unik. Lalu ditambahi genteng-genteng baru untuk menutup seluruh bidang dinding itu," kata Irsyam.
Bagian lantai depannya juga tersusun dari mozaik. Yang ini terdiri dari mozaik pecahan marmer berukuran kecil yang disusun menjadi tegel dan merupakan produk dari seorang rekannya di HIMKI. Mozaik batu-batu alam juga menghias meja bar yang berdekatan dengan ruang keluarga. Ruang ini diberi kesan modern dengan dukungan perabot interior yang modern. Tiga lampu gantung berwarna merah menjulur dari atas dilengkapi foto-foto keluarga yang membuat bagian rumah ini lebih semarak. Ini agar tidak menimbulkan kesan monoton dengan kehadiran banyaknya perabot antik dari kayu.
Rumah Irsyam memang dihiasi berbagai perabot antik, seperti radio-radio kayu dan lesung yang dijadikan meja dengan memberi penutup kaca di atasnya. Ia dulu berbisnis di bidang antik, tetapi kini sudah ditinggalkan menjadi hanya sekadar hobi mengumpulkan barang antik. Beberapa patung dan lukisan juga menghias rumahnya. Beberapa adalah karya anak temannya yang kuliah seni rupa. Salah satu lukisan merupakan karya Didit Slenthem, cucu maestro pelukis Indonesia Affandi.
Untuk membuat kesan luas, dinding kamar dibuat mencembung dan dicat merah. Kesan hangat muncul dari lantai parket kayu. Meski berkonsep rumah limasan, jendela dibuat besar dengan bagian atas melengkung mengikuti gaya art deco. Selama delapan tahun berdiam di rumah ini, Irsyam merasa pundi-pundi keteduhan hidup yang ia idamkan berhasil terkumpul di sini, mengisi hari-harinya bersama keluarga.