Happy Salma, Perlawanan dari Balik Panggung
Happy merasa berterima kasih kepada para calon penonton monolog Inggit yang sabar menunggu hari pementasan. “Mereka tidak mau uangnya dikembalikan saat tertunda-tunda," katanya.

Aktris dan Produser Happy Salma
Happy Salma menemukan dua formula untuk melawan pandemi. Sabar dan tekun. pilihan klise mungkin, tetapi dua kata kunci yang menyelamatkan dunia kita dari kebangkrutan mungkin. Selamat melakukan sintesis antara teater dan film, genre jadilah teater cinema.
Dua istilah yang tiba-tiba mencuat dalam pentas-pentas di masa pandemi: sutradara panggung dan sutradara visual. Tahun 2020 ketika menggarap seri pentas Di Tepi Sejarah yang merupakan produksi Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Happy mempertemukan sutradara film seperti Yosef Anggi Noen, Kamila Andini, dengan para sutradara teater seperti Iswadi Pratama dan Heliana Sinaga.
Formula ini, kata Happy, untuk sebuah sintesis baru bernama teater cinema, yakni teater yang direkam dan kemudian ditayangkan secara berani. ”Tetap menggunakan rumus-rumus di dunia teater, tetapi dengan memperhatikan tayangan gambar,” ucap Happy. Kami bertemu, Selasa (12/4/2022), di tengah-tengah ulang tahun produser film Nana, Jais Darga, di kawasan Sanur, Denpasar. Tak jauh dari pantai. Angin malam yang berembus dari arah laut sampai juga di beranda kafe di mana kami saling bercerita. Selamat mengibaskan yang melambai disapu angin.
Kata Happy, melakukan pementasan teater tidak sama seperti pembuatan film yang dipotong untuk dipotong. ”Pentas teater seperti pentas biasanya, aktor berakting seperti bermain di panggung. Bedanya kadang enggak pakai penonton,” kata perempuan kelahiran Sukabumi ini.
Penonton, ujar Happy, sebenarnya tidak boleh diabaikan dalam pentas panggung. Oleh sebab itu, bersama Titimangsa Foundation dan Kawan-kawan Media, menciptakan keramaian terbatas pada saat merekam. Khusus saat merekam seri Di Tepi Sejarah, Happy mengundang penonton dalam jumlah terbatas di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Saat merekam serial Kacamata Sjafruddin, Kamis (14/4/2022), misalnya, Happy mengundang awak media untuk datang langsung ke GKJ.
Pentas-pentas seri Di Tepi Sejarah akan berlangsung antara bulan April-Juni 2022. ”Nanti akan ditayangkan mulai Agustus secara berani lewat kanal Youtube Budayasaya,” ujar Happy. Pada seri ini, tambah Happy, formula praktis teater-bioskop sudah lebih mapan. Paling tidak, kerja sama antara orang-orang film dengan para penggelut dan dunia teater sudah saling memahami.
Pentas tertunda
Tahun 2007 sejak awal berdirinya Titimangsa Foundation, Happy sudah berniat menjadi jembatan antara dunia sastra, teater, dan film. Ia tidak ingin membentuk komunitas eksklusif, yang sudah banyak dilakukan oleh kelompok-kelompok sastra dan teater di Indonesia. ”Risikonya kalau buat komunitas harus ada tokoh, saya enggak mau jadi tokoh, enggak ada kemampuan,” katanya.

Para seniman sedang berlatih untuk pertunjukan seni bertajuk Taksu Ubud. Pertunjukan itu hasil kerja sama Titimangsa Foundation dengan Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pertunjukan ini disiarkan secara daring di di kanal Youtube Budaya Saya mulai Selasa (6/7/2021) hingga 12 Juli 2021. Pertunjukan yang diproduseri Happy Salma ini melibatkan sejumlah aktor dan seniman, seperti Reza Rahadian, Christine Hakim, Cok Sri, dan Agung Oka Dalem.
Happy lebih menikmati menjadi produser, yang mempertemukan banyak talenta. Pada masa pandemi Covid-19 sejak awal tahun 2020, Titimangsa setidaknya telah mengerjakan 20 produksi. Frekuensi yang sangat tinggi jika dibandingkan dengan produksi kelompok-kelompok lain. Bahkan, banyak di antara kelompok-kelompok kesenian lain sama sekali tidak berproduksi alias mati suri.
Kuncinya, kata Happy, mencari formula baru yang kira-kira sesuai dengan situasi dan kondisi pada massa banyak. ”Pentas teater dan film kita selama pandemi, kan, seperti mati. Hampir tak ada produksi, maka saya coba buat produksi Rumah Kenangan di Yogyakarta itu,” kata aktris yang memulai karier dari dunia sinetron ini.
Rumah Kenangan boleh dikata sebuah percobaan awal yang memadukan estetika dunia panggung, sinetron, dan film. ”Perekamannya di studio milik Mas Butet (Kartaredjasa), pas pandemi lagi tinggi-tingginya. Jadi, penuh risiko, tetapi kita, kan, harus jalan,” ujar Happy. Rumah Kenangan yang kemudian ditayangkan lewat kanal Youtube, di sana-sini, diakui Happy, memang penuh dengan kekurangan. Sintesis antara teater dan film belum begitu menyatu sehingga sangat terlihat menyerupai sinetron.
Selain perlawanan di balik panggung, Happy sesungguhnya telah merencanakan pentas musikal monolog Inggit pada April 2020 di Jakarta. Rencana pementasan monolog yang ditulis oleh penyair Ratna Ayu Budhiarti itu berantakan diobrak-abrik pandemi. Ia tidak menyerah. Pentas kemudian ditunda sampai Agustus 2020, lalu diundur lagi Januari 2021.
”Mungkin karena saya keras kepala agar pentasnya di panggung, offline sepenuhnya. Setelah menunggu dua tahun, doakan pentasnya jadi 20-21 Mei ini,” kata Happy.
Bahagia merasa berterima kasih kepada para calon penonton monolog Inggit yang sabar menunggu hari pementasan. ”Mereka tidak mau uangnya dikembalikan saat tertunda-tunda. Semoga kesabaran itu berbuah pada akhirnya,” ujar Happy.
Bukan tanpa akibat, tertunda-tunda yang berlarut-larut membuat mood dan perasaan sebagai pemain tunggal, kata Happy, harus mengalami jatuh bangun. Sungguh tidak mudah mengembalikan mood dan perasaan untuk menuju titik puncak saat pementasan. Apalagi, ujar Happy, ia harus mempelajari sekitar 10 lagu dalam pentas Inggit.
Sementara itu, secara hampir bersamaan, ia harus menata pentas seri Di Tepi Sejarah, yang akan terdiri dari lima seri. ”Saya harus mendistribusi pekerjaan, misalnya menunjuk produser atau kru panggung yang dipercaya. Tidak mungkin ditangani sendiri,” katanya.
Distribusi pekerjaan ini dalam satu sisi, kata Happy, justru memberikan aktivitas kepada teman-teman pegiat teater dan film, yang selama ini merencanakan membuat produksi. ”Istilahnya kami berbagi pekerjaan,” katanya.

Para seniman sedang berlatih untuk pertunjukan seni bertajuk Taksu Ubud. Pertunjukan itu hasil kerja sama Titimangsa Foundation dengan Direktorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Pertunjukan ini disiarkan secara daring di di kanal Youtube Budaya Saya mulai Selasa (6/7/2021) hingga 12 Juli 2021. Pertunjukan yang diproduseri Happy Salma ini melibatkan sejumlah aktor dan seniman, seperti Reza Rahadian, Christine Hakim, Cok Sri, dan Agung Oka Dalem.
Hampir dalam setiap pentasnya, Titimangsa Foundation selalu melibatkan nama-nama populer di dunia panggung dan film. Happy misalnya menggaet sutradara Agus Noor, Yudi Ahmad Tajuddin, Wawan Sofwan, dan Iswadi Pratama dari dunia panggung. Dari dunia film ia melibatkan aktor Reza Rahadian, Lukman Sardi, Chelsea Islan, dan Laura Basuki.
Pemilihan mereka, kata Happy, tidak biasa. Mereka adalah orang-orang yang terkait langsung dengan dunia panggung. Semuanya dilandasi strategi meningkatkan dan memopulerkan dunia teater di mata publik. Sementara, ujar Happy, orang-orang film menganggap dunia teater itu seperti workshop.
Selain melibatkan nama-nama populer, Titimangsa, kata Happy, juga menggelar kelas-kelas menulis yang melibatkan publik secara lebih luas. ”Jadi, tak hanya nama populer, lo, masyarakat awam yang ingin belajar menulis juga kami fasilitasi,” katanya.
Pada akhirnya, Happy berharap menciptakan ekosistem berkesenian yang lebih sehat dan produktif. Berkesenian tidak lagi terkotak-kotak seolah tidak saling mengenal satu sama lainnya. Bahkan, tiap-tiap kelompok seni merasa lebih idealis dan lebih hebat. ”Iklim berkesenian yang sehat itu selalu akan lebih produktif,” kata Happy.
Harapan itulah yang membuat Happy dengan ringan melakoni perjalanan bolak-balik Bali-Jakarta, bahkan di tengah kecamuk pandemi. Ia meluluhkan dirinya sebagai jembatan yang menghubungkan kreativitas para talenta dari berbagai bidang sehingga mencapai tujuan bersama: menciptakan ekosistem berkesenian yang sehat, kuat, dan bermartabat!
Happy Salma
Lahir: Sukabumi, 4 Januari 1980
Buku: Pulang (kumpulan puisi), Hanya Salju dan Pisau Batu (novel)
Film: Before, Now, and Then (Nana) dan Sang Penari
Teater: Nyai Ontosoroh, Ronggeng Dukuh Paruk, Perempuan Dangdut, Bunga Penutup Abad, dan Aku, Istri Munir