Pemerintah Kejar Tambahan 90 Megawatt dari Panas Bumi
Di sisi lain, investasi panas bumi terus dipacu. Pasalnya, dari total potensi 24.000 MW, baru termanfaatkan 11 persen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menargetkan penambahan daya listrik 90 megawatt dari 3 unit pembangkit listrik tenaga panas bumi di sisa tahun 2024. Di samping itu, investasi pada salah satu jenis energi terbarukan tersebut coba diakselerasi melalui perbaikan regulasi hingga memangkas sejumlah perizinan.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Eniya Listiani Dewi mengatakan, ketiga unit tersebut adalah PLTP Salak Binary di Jawa Barat dengan kapasitas 15 MW, PLTP Blawan Ijen Unit 1 di Jawa Timur 34 MW, dan PLTP Sorik Marapi Unit 5 di Sumatera Utara 40 MW. Ketiganya ditargetkan beroperasi komersial (COD) pada Desember 2024.
”PLTP Salak Binary, progres EPC (engineering, procurement, and construction)-nya sudah 95,5 persen, PLTP Blawan Ijen Unit 1 sudah 92,02 persen, dan PLTP Sorik Marapi Unit 5 sudah 87 persen. Kami harap bisa beroperasi komersial tahun ini,” katanya dalam Indonesia International Geothermal Convention and Exhibition (IIGCE) 2024 oleh Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) di Jakarta Convention Center, Rabu (18/9/2024).
Selain itu, target penambahan investasi sebesar 664 juta dollar AS sepanjang 2024, dari kegiatan pengembangan badan usaha, baik pada brown field atau tengah dikelola maupun green field (baru), juga diharapkan tercapai di pengujung tahun. ”(Apabila tercapai), capaian investasi kita selama 10 tahun terakhir ini 8,7 miliar dollar AS,” kata Eniya.
Eniya menambahkan, dukungan pemerintah dalam menyelesaikan hambatan investasi adalah dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri untuk Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan, yang terbit dua bulan lalu. Hal itu guna mendukung percepatan sekaligus stimulan bagi pabrikan yang mengembangkan kapasitas industri di dalam negeri.
”Dengan skema ini, kami harap industri cepat tumbuh karena industri-industri (dalam negeri) yang menopang energi terbarukan belum banyak. Saat ini sudah ada komitmen produksi dalam negeri untuk komponen heat exchanger (penukar panas) dan ke depan, diharapkan turbin pun bisa dibuat di dalam negeri,” lanjutnya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menuturkan, salah satu persoalan yang coba dibereskan adalah terkait perizinan. Sebab, terkait dengan pengembangan panas bumi di Indonesia, kerap membutuhkan waktu hingga 6 tahun sejak awal hingga memulai konstruksi. Izin-izin terkait lingkungan, yang sejatinya menjadi syarat, coba diatasi sehingga tak menghambat investasi.
Kolaborasi di antara berbagai pihak menjadi kunci yang dibutuhkan sehingga target penambahan 5.000 MW dalam 5 tahun ke depan bisa terlaksana.
”Belanja masalah saya (sebagai Menteri ESDM), pertama, ialah kenapa terjadi perlambatan realisasi panas bumi, (ternyata) karena persoalan izin, di samping memang ada persoalan harga. Untuk harga, sekarang sudah dibicarakan bahwa (harga) jangan terlalu diberatkan karena capex (belanja modal) dari investasi geotermal dengan batubara itu perbedaannya bisa 6-7 kali lipat,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah tengah mengatur agar panas bumi tetap diakomodasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), tetapi dengan harga ekonomis. ”Kita bikin rata-rata break even point (titik impas) 8-10 tahun, tetapi kita perpanjang kontraknya menjadi 30 tahun. Nah, 20 tahun ini dia bisa mendapat revenue profit yang baik. Jadi, harus kita kombinasikan,” kata Bahlil.
Baru 11 persen
Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia Julfi Hadi mengemukakan, Indonesia memiliki potensi panas bumi dengan kapasitas 24.000 MW atau terbesar kedua di dunia. Namun, hingga kini, baru 11 persen yang termanfaatkan. Padahal, sebagai salah satu jenis energi terbarukan, panas bumi memiliki kelebihan, yakni karakteristik baseload (pemikul beban dasar) atau dapat diandalkan selama 24 jam.
”(Panas bumi) siap dan sudah terbukti bisa mendukung peta jalan transisi energi menuju NZE (emisi nol bersih) tahun 2060. Perlu terobosan untuk meningkatkan sisi komersial proyek dan efisiensi di berbagai tahapan proyek. Kolaborasi di antara berbagai pihak menjadi kunci yang dibutuhkan sehingga target penambahan 5.000 MW dalam 5 tahun ke depan bisa terlaksana,” ujarnya.
Sejumlah langkah konkret yang dilakukan sejumlah badan usaha energi panas bumi adalah dengan meningkatkan komersialisasi serta menurunkan biaya pengembangan dan meningkatkan kapasitas sumur-sumur produksi. Juga, dengan membawa center of exellence ke Indonesia hingga percepatan pemanfaatan produk-produk turunan, seperti green hydrogen amonia, dalam rangka menaikkan revenue dari proyek-proyek panas bumi.
Pada hari pertama IIGCE 2024, yang dibuka Presiden Joko Widodo, dilakukan sejumlah penandatanganan nota kesepahaman (MOU), salah satunya adalah kerja sama energi terbarukan antara Kementerian ESDM RI dan Kementerian Lingkungan, Energi, dan Iklim Islandia. Selain itu, MOU antara Pertamina Geothermal Energy Tbk dan perusahaan pengembangan panas bumi Kenya untuk proyek Suswa (di Kenya) berkapasitas 100 MW.