APBN Perdana Prabowo Disepakati meski Rincian Masih Menggantung
Rincian penggunaan anggaran kementerian/lembaga masih bisa berubah di kemudian hari meski RAPBN 2025 sudah disepakati.
Meski rincian penggunaan anggaran di sejumlah kementerian/lembaga masih menggantung, Rancangan APBN 2025 telah resmi disepakati pemerintah dan Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat. Pemerintahan baru diberikan ruang diskresi luas untuk menyesuaikan rincian belanja ke depan tanpa perlu membahas APBN Perubahan.
Dalam rapat kerja antara Badan Anggaran (Banggar) DPR dan pemerintah, Selasa (17/9/2024), sempat terjadi perdebatan yang alot dan panjang mengenai detail penggunaan anggaran tersebut, terutama dari Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) yang bukan bagian dari koalisi pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Seusai Sri Mulyani Bertemu Prabowo, Belanja Kementerian di RAPBN 2025 Naik Lagi
Perwakilan dari Fraksi PDI-P menilai, pemerintah semestinya sudah mencantumkan rincian penggunaan anggaran setiap kementerian/lembaga (K/L) dalam lampiran Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025. Rincian yang dimaksud itu tidak hanya nominal alokasi anggaran per K/L, tetapi disertai peruntukan program dan fungsinya.
Hal itu agar sejalan dengan bunyi Pasal 15 Undang-Undang tentang Keuangan Negara, yang menyebutkan bahwa APBN yang disetujui oleh DPR mesti terinci sampai unit organisasi, fungsi, dan program.
Artinya, DPR bukan sekadar menyetujui nominal alokasi anggaran untuk setiap K/L. Namun, saat memberi persetujuan atas RAPBN, DPR turut menyetujui daftar program dan fungsi apa saja yang akan dijalankan oleh K/L dengan anggaran yang sudah dialokasikan.
Meski demikian, pemerintah belum bisa memberi kepastian itu dalam lampiran RUU APBN 2025. Pasalnya, masih ada pembahasan rencana kerja yang menggantung antara sejumlah K/L dan mitra komisinya di DPR. Selain itu, masih ada pula potensi penyesuaian anggaran ke depan akibat rencana penambahan K/L baru di pemerintahan Prabowo.
Oleh karena itu, pemerintah meminta agar rincian peruntukan anggaran tersebut menyusul diatur dalam peraturan presiden (perpres), alias tidak dilampirkan dalam satu kesatuan RUU APBN 2025.
Kalau ditunda, kami tidak tahu apa yang kami setujui sebenarnya. Kami memang tahu gelondongan (anggarannya), tetapi program setiap K/L kami tidak tahu.
Anggota Banggar dari Fraksi PDI-P, Dolfie Othniel Frederic, menilai, proses persetujuan RAPBN 2025 tanpa mencantumkan rincian peruntukan anggaran dalam lampiran RUU APBN sama saja dengan meminta DPR menyetujui sesuatu yang belum jelas.
”(Rincian penggunaan anggaran K/L) itu semestinya jadi satu-kesatuan dalam persetujuan kita tentang RUU APBN hari ini. Kalau perpres, kan, diterbitkannya masih nanti. Kalau ditunda seperti itu, kami tidak tahu apa yang kami setujui sebenarnya. Kami memang tahu gelondongan (anggarannya), tetapi program setiap K/L itu kami tidak tahu,” kata Dolfie.
Mengejar waktu
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ada beberapa kendala yang membuat rincian peruntukan anggaran K/L itu belum bisa dimasukkan dalam RUU APBN 2025. Pertama, belum semua K/L menyepakati rincian penggunaan anggaran dan rencana kerja dengan mitra komisinya masing-masing di DPR.
Kedua, ada K/L tertentu yang meminta penambahan anggaran sehingga total alokasi anggarannya di akhir berbeda dengan yang direncanakan di awal. Ketiga, saat ini juga belum ada rincian anggaran dan program kerja bagi tambahan K/L yang baru akan dibentuk pasca pemerintahan Prabowo dilantik Oktober 2024 ini.
Baca juga: Kabinet Besar Prabowo dan Implikasinya untuk Ruang Fiskal Pemerintah
Berhubung RUU APBN sudah mesti disahkan di Rapat Paripurna DPR pada 19 September 2024, alias satu bulan sebelum transisi pemerintahan Jokowi ke Prabowo, pemerintah dan DPR mesti bekerja cepat.
”Jangan sampai pelaksanaan UU APBN tertunda karena ada komisi dan kementerian yang belum settle, maka kita minta agar (rincian penggunaan anggaran menurut organisasi, fungsi, dan program) nanti diatur dalam perpres. Jadi, ini bukan karena kita tidak mau mengungkap apa-apa saja yang harus di-approve oleh DPR,” kata Sri Mulyani.
Ia khawatir, jika rincian anggaran K/L berdasarkan program dan fungsi dipaksakan dicantumkan dalam lampiran RUU APBN, pemerintahan baru tidak bisa langsung bekerja setelah dilantik. Oleh karena itu, ia meminta agar UU APBN bisa secara fleksibel mewadahi berbagai perubahan ke depan.
”Kalau dicantumkan dalam lampiran, yang ternyata gelondongannya belum lengkap, kalau dikunci seperti itu, pemerintah baru tidak akan bisa bergerak. Kalau ternyata dalam masa transisi ini ada K/L yang berubah dan UU APBN-nya tidak mewadahi dengan cukup fleksibel, saya khawatir pemerintahan baru berhenti,” ujar Sri Mulyani.
Kalau dalam masa transisi ini ada K/L yang berubah dan UU APBN-nya tidak mewadahi dengan cukup fleksibel, saya khawatir pemerintahan baru berhenti.
Tidak perlu APBN-P
Pada akhirnya, meski sejumlah rincian anggaran masih menggantung, pemerintah dan DPR tetap menyepakati RAPBN 2025 di tingkat pertama. Rincian anggaran K/L tetap dicantumkan dalam lampiran RAPBN sesuai rancangan awal di nota keuangan. Namun, jika ke depan ada perubahan, rincian itu akan diatur lebih lanjut dalam perpres.
Ketua Banggar dari Fraksi PDI-P Said Abdullah mengatakan, berbagai penyesuaian atas belanja kementerian ke depan, baik untuk K/L lama maupun baru, tidak perlu menggunakan mekanisme APBN-Perubahan (APBN-P). Hal itu cukup dibahas oleh pemerintah baru bersama Banggar atau komisi yang menjadi mitra kerja K/L terkait.
Mekanisme itu sudah diatur pula dalam Pasal 20 dan Pasal 51 RUU APBN. Kedua pasal itu mengatur bahwa pergeseran anggaran belanja dari Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) Pengelolaan Belanja Lainnya alias ”belanja cadangan” cukup diberitahukan oleh pemerintah kepada DPR.
”Cukup dibicarakan, dibahas dalam forum raker antara tiap K/L dan mitra komisinya di DPR. Sudah ada Pasal 20 dan Pasal 51 yang memberi keleluasaan bagi presiden, yang penting pagu anggaran tidak berubah. Kecuali pemerintah mengubah postur anggaran, itu lewat APBN-P,” kata Said.
Baca juga: Jokowi Alokasikan Rp 632 Triliun di RAPBN 2025 untuk Politik Anggaran Prabowo
Ia menilai, pembahasan APBN-P hanya akan mengganggu kerja pemerintahan baru pascapelantikan. Apalagi, di tengah ketidakpastian ekonomi dan gejolak geopolitik yang membuat kondisi perekonomian menjadi tak tentu.
”Bukan hanya pemerintah yang enggan melakukan APBN-P. Banggar pun ingin memberi keleluasaan bagi pemerintahan baru untuk secepatnya melaksanakan programnya. Karena percayalah, (membahas APBNP) itu tidak gampang,” ujarnya.
Ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal, mengatakan, mekanisme penyusunan RAPBN 2025 saat ini adalah tradisi baru dalam proses politik anggaran di masa transisi. Sebelumnya, tidak pernah ada preseden penyusunan anggaran yang sefleksibel ini. Biasanya, pemerintahan hasil pemilu baru bisa mengutak-atik APBN setelah resmi dilantik, yakni lewat mekanisme APBN-P.
Di satu sisi, hal itu memberi fleksibilitas dan memudahkan kinerja pemerintahan baru. Namun, di sisi lain, tradisi baru ini perlu hati-hati dijalankan agar tetap sesuai dengan rambu-rambu disiplin tata kelola keuangan negara.
”APBN-P perlu waktu lagi, sementara pemerintahan saat ini mau ’oke gas’. Maka, tidak apa-apa jika pemerintah mau menciptakan ruang atau cangkang fiskal yang fleksibel untuk mengantisipasi perubahan di masa transisi. Namun, pemerintah dan DPR tetap perlu merujuk pada referensi utama UU Keuangan Negara agar proses saat ini tidak melanggar UU,” kata Fithra.