Minat masyarakat terhadap produk keuangan syariah tinggi, tetapi masih belum dikenal secara luas.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Produk keuangan syariah di Indonesia masih belum dikenal oleh masyarakat luas. Upaya untuk meningkatkan produk keuangan syariah dapat ditempuh, antara lain dengan sosialisasi, penyesuaian produk sesuai kebutuhan masyarakat, hingga inovasi berbasis digital.
Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, Indeks Literasi Keuangan Penduduk Indonesia sebesar 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan 75,02 persen. Secara khusus, Indeks Literasi Keuangan Syariah 39,11 persen, sedangkan indeks inklusi keuangan syariah 12,88 persen.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengatakan, tingkat inklusi keuangan syariah lebih rendah dibandingkan tingkat inklusi keuangan nasional. Hal ini membutuhkan kerja sama dari para pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha jasa keuangan.
”Ini justru yang menjadi pekerjaan rumah kita bersama, agar dapat membuat produk-produk keuangan syariah lebih mudah dipahami, lebih tersosialisasikan dengan baik, dan lebih memahami kebutuhan masyarakat seperti apa,” katanya dalam konferensi pers Indonesia Sharia Financial Olympiad (ISFO) 2024, di Jakarta, Rabu (17/9/2024).
Sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan inklusi keuangan syariah, OJK turut menggelar business matching yang diberikan kepada tiga pemenang pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam gelaran ISFO 2024. Selain itu, acara tersebut turut melibatkan para pelajar dan mahasiswa dalam berbagai rangkaian lomba.
Di sisi lain, Friderica mencontohkan, banyak masyarakat yang ingin membuka rekening syariah, tetapi terkendala oleh jarak kantor cabang yang jauh. Selain itu, agen laku pandai belum menjangkau masyarakat di daerah pinggiran.
Padahal, Indonesia memiliki potensi yang cukup besar dengan jumlah penduduk Muslim salah satu yang terbesar di dunia atau sekitar 12,7 persen dari seluruh penduduk Muslim di dunia. Selain itu, Indonesia juga meraih peringkat ketiga dalam Global Islamic Economic Indikator serta peringkat pertama dalam Global Muslim Travel Index.
Kita banyak sekali tantangan, tapi jangan sampai Indonesia ketinggalan dengan negara lain yang non-Muslim, bahkan sudah menarik untuk wisata syariah, wisata halal, dan lain-lain.
Berdasarkan data OJK, aset industri keuangan syariah per Juni 2024 meningkat 12,4 persen secara tahunan menjadi Rp 2.756 triliun. Aset tersebut terdiri dari perbankan syariah sebesar Rp 897 triliun, pasar modal syariah sebesar Rp 1.689 triliun. Dari sisi pembiayaan, pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah Juli 2024 tercatat 11,98 persen secara tahunan.
”Kita banyak sekali tantangan, tapi jangan sampai Indonesia ketinggalan dengan negara lain yang non-Muslim, bahkan sudah menarik untuk wisata syariah, wisata halal dan lain-lain,” ujarnya.
Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Hasanudin menambahkan, dalam rangka mengembangkan keuangan syariah, MUI bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Badan Pengelolaan Keuangan Haji (BPKH), serta Dewan Syariah Nasional (DSN). Kerja sama ini salah satunya dengan memberikan sosialisasi mengenai pelatihan fikih mu'amalat kepada sejumlah organisasi masyarakat (ormas) Islam.
Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menyebut, ekonomi syariah memiliki keunggulan berupa daya tahan di tengah krisis karena ditopang oleh model bisnis yang solid, inklusif, dan berkelanjutan. Berbagai indikator menunjukkan, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia terus membaik.
Dalam Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Jawa bertajuk ”Sinergi untuk Memperkuat Ketahanan dan Kebangkitan Ekonomi Syariah Jawa”, di Surabaya, pada 13-15 September 2024, BI menginisiasi tiga inovasi digital guna mengakselerasi ekonomi dan keuangan syariah. Ketiga inovasi itu ditujukan untuk memperluas literasi, pengembangan keuangan mikro, dan instrumen sosial ekonomi pemberdayaan umat.
”Mencermati tantangan ke depan, akselerasi ekonomi syariah perlu didukung dengan perluasan akses pembiayaan, literasi keuangan, dan penguatan multiplier effect ekonomi syariah sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru. Optimalisasi digitalisasi sebagai kunci pertumbuhan ekonomi yang inklusif diharapkan mendorong tiga inovasi digital Festival Ekonomi Syariah Jawa yang dapat direplikasi untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi syariah di seluruh wilayah Indonesia,” katanya dalam keterangan resmi, Jumat (13/9/2024).