Dunia Usaha Sesalkan Kadin Terseret Konflik Politik
Para pelaku usaha mengharapkan dualisme dalam Kadin segera selesai dan persoalan dunia usaha segera menjadi perhatian.
Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah asosiasi pengusaha menyesalkan Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia yang terseret ke dalam konflik elite politik. Mereka berharap segera ada solusi atas polemik tersebut sehingga Kadin sebagai induk organisasi dunia usaha di bidang usaha negara, usaha koperasi, dan usaha swasta dapat fokus menyelesaikan masalah perdagangan dan industri nasional.
Dualisme dalam tubuh Kadin muncul ketika sejumlah perwakilan Kadin provinsi menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) yang menetapkan Anindya Bakrie sebagai ketua umum baru. Padahal, jabatan tersebut masih diampu oleh Arsjad Rasjid yang telah diakui sebagai Ketua Umum Kadin periode 2021-2026 secara aklamasi dalam musyawarah nasional (munas) di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 2021.
Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menyayangkan permasalahan yang terjadi dalam organisasi Kadin belakangan. Padahal, industri tekstil domestik sedang mengalami masalah serius akibat dibanjiri oleh produk impor.
”Siapa pun yang jadi, yang sah, kalau bagi kami harus segera diselesaikan, entah itu dari kubu Arsjad ataupun kubu yang baru dilantik. Kami hanya berharap polemik ini segera selesai karena kami akan terdampak,” katanya saat dihubungi dari Jakarta, Senin (16/9/2024).
Berdasarkan catatan IPKB, dari 2.000 pemilik konfeksi, tersisa hanya 30 persen pelaku usaha yang masih tetap beroperasi secara penuh. Mereka masih bertahan dengan mengerjakan pesanan seragam. Selebihnya terpaksa mengurangi produksi.
Menurut Nandi, kehadiran Kadin sebagai organisasi yang menaungi para pengusaha sangat penting bagi keberlanjutan industri konfeksi dalam negeri. Alih-alih terlibat dalam konflik kepentingan, para pemangku kepentingan dan pemerintah diharapkan dapat menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh para pelaku industri.
”Kami sudah betul-betul kritis (situasinya), tidak bisa main-main. Kami juga sebagai penopang ekonomi dari sisi hilir. Kalau hilir sudah hancur, tengahnya hancur, mau siapa pun elite politik di atas tetap akan ambruk,” katanya.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono juga menyayangkan adanya polemik yang terjadi di dalam Kadin. Ia berharap konflik tersebut dapat diselesaikan dengan segera sehingga tidak berkepanjangan.
Kadin sebagai wadah dari dunia usaha, menurut Eddy, seharusnya tidak berpolitik praktis. Alih-alih terseret konflik kepentingan, Kadin sebaiknya memberikan perhatian kepada dunia usaha, baik terkait masalah yang dihadapi saat ini maupun tantangan ke depan.
”Gapki sangat berharap masalah ini dapat segera selesai supaya tidak ada polemik berkepanjangan. Dunia usaha membutuhkan kenyamanan berusaha. Industri sawit juga sedang menghadapi banyak tantangan, baik dari dalam maupun dari luar,” tuturnya saat dihubungi dari Jakarta.
Sebagaimana diberitakan Kompas.id sebelumnya, polemik Kadin telah menciptakan dua kubu, yakni kubu Anindya selaku ketua umum baru yang dihasilkan munaslub di Jakarta, Sabtu (14/9/2024), dan kubu Arsjad yang menolak munaslub tersebut. Kubu Anindya mengklaim pemilihan ketua umum baru merupakan inisiatif dari anggota luar biasa dan dilakukan sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Kadin Indonesia.
Pemilihan Anindya dianggap kuorum karena telah dipilih oleh 28 perwakilan Kadin dari total 35 perwakilan Kadin tingkat provinsi serta 25 utusan asosiasi organisasi pengusaha tingkat nasional di bawah naungan Kadin. Pergantian ketua, sebagaimana disampaikan Anindya, antara lain ditujukan untuk melancarkan koordinasi dan relasi dengan pemerintahan Prabowo Subianto.
Pergantian ketua antara lain ditujukan untuk melancarkan koordinasi dan relasi dengan pemerintahan Prabowo Subianto.
Di sisi lain, kubu Arsjad menyebut, munaslub itu bersifat ilegal karena tidak memiliki dasar penyelenggaraan. Merujuk ketentuan Kadin, munaslub hanya dapat digelar apabila ketua umum melakukan pelanggaran dan menerima dua kali peringatan tertulis yang tidak diindahkan.
Persyaratan penyelenggaraan munaslub tersebut, menurut Arsjad, tidak terpenuhi. Selain itu, munaslub dianggap tidak sah lantaran terdapat 21 perwakilan Kadin daerah yang tetap mendukung Arsjad sebagai ketua umum dan menolak penyelenggaraan munaslub (Kompas.id, 15/9/2024).
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal berpendapat, terdapat kepentingan politik atau konflik kepentingan sebagai pebisnis yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan dalam polemik Kadin. Konflik kepentingan tersebut tidak baik karena akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
”Sering kali pengambilan keputusan itu dipengaruhi oleh kepentingan bisnis, dan kepentingan bisnis juga oleh asosiasi itu tidak murni merepresentasikan kepentingan para pelaku usaha pada umumnya. Nah, ini yang semestinya menjadi catatan untuk diperbaiki ke depan siapa pun pemimpin Kadin berikutnya,” ujarnya.
Menurut Faisal, konflik kepentingan tersebut lambat laun akan mengurangi kepercayaan para pelaku usaha dan pelaku pasar terhadap Kadin. Di sisi lain, bagi pengambilan keputusan politik atau pemerintah, tidak ada penyeimbang dari pelaku usaha atau para pelaku bisnis.
Faisal menambahkan, Indonesia memiliki sistem politik dan sistem ekonomi (kapitalisme) yang bersifat bias atau sering kali tidak jelas batasan antara pelaku usaha dan pengambil keputusan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Kunio Yoshihara, penulis buku The Rise of Ersatz Capitalism in Southeast Asia, sebagai ersatzkapitalisme.
”Jadi, sayang kalau kemudian organisasi bisnis yang terbesar ini tidak secara maksimal menyuarakan kepentingan para pelaku usaha. Itu kiranya perlu menjadi catatan ke depan,” kata Faisal.