Pasar Bandeng untuk Ekspor dan Domestik Sama-sama Lesu
Permintaan bandeng dalam negeri dan ekspor tertahan sehingga sejumlah produsen membanting harga jual.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Asosiasi Pelaku Usaha Bandeng Indonesia (Aspubi) Mumfaizin Faiz mengemukakan, lesunya pemasaran bandeng terjadi pada pasar ekspor dan pasar dalam negeri selama hampir empat bulan terakhir. Siklus penurunan pasar biasanya ada setiap tahun, tetapi pelemahan pasar tahun ini dinilai lebih lama dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Serapan pasar bandeng yang lemah berimbas pada produksi budidaya. Kesulitan pemasaran bandeng menyebabkan produksi bandeng tertahan sehingga harga benih bandeng (nener) jatuh. Di Jawa, harga jual bandeng selama tiga bulan terakhir merosot dari yang biasanya Rp 30.000-Rp 32.000 per kilogram menjadi Rp 26.000-Rp 27.000 per kg.
Penurunan harga juga terjadi di luar Jawa. Harga panen bandeng dari tambak skala tradisional turun dari yang biasanya Rp 16.000-Rp 18.000 per kg menjadi hanya Rp 14.000-Rp 15.000 per kg di tingkat petambak.
Pelemahan harga bandeng berimbas mengganggu mata rantai produksi bandeng. Pembudidaya menunda waktu panen karena menunggu harga jual membaik. Namun, langkah itu justru menaikkan ongkos produksi. Dampaknya, di sisi hulu, musim tebar produksi ikut tertahan.
”Serapan pasar bandeng sedang turun sehingga kondisi budidaya juga terpengaruh. Stok ikan di kolam masih berlimpah yang berdampak pada merosotnya penjualan nener,” kata Faiz, Sabtu (14/9/2024), di Jakarta.
Hal senada dikemukakan Usama Umar Alhadadi, pelaku budidaya nener di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali. Pengurangan produksi bandeng turut memicu harga jual nener anjlok. Harga nener turun di kisaran Rp 4- Rp 7 per ekor, dari yang biasanya berkisar Rp 8-Rp 14 per ekor. Pasar bandeng biasanya fluktuatif. Akan tetapi, saat ini sudah memasuki empat bulan, harga nener tidak ada perbaikan.
”Produksi bandeng sudah berkurang jauh, tetapi harga tetap tidak membaik. Pasar bandeng terus menurun,” ujar Usama saat dihubungi secara terpisah, Sabtu (14/9/2024).
Menurut Wakil Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) Muhibbuddin Koto, pasar utama bandeng saat ini tersebar di sejumlah wilayah, antara lain Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, Sumatera Utara, Aceh, Lampung, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan.
Faiz mengungkapkan, selama ini produk bandeng dan olahan bandeng banyak menyasar pasar segmen menengah ke bawah. Produk bandeng pindang, misalnya, sudah menjadi makanan harian konsumen menengah bawah, sedangkan bandeng presto menyasar segmen menengah sebagai penganan oleh-oleh ataupun sajian di restoran.
Anjloknya harga bandeng dalam empat bulan terakhir dinilai tidak mampu meningkatkan serapan bandeng. Ia menduga pelemahan daya beli masyarakat segmen menengah ke bawah terus memicu penurunan konsumsi bandeng.
Pelemahan juga terjadi di pasar ekspor. Ekspor masih jalan, tetapi volumenya sudah turun 40-50 persen jika dibandingkan pada tahun 2023 lalu. Harga ekspor juga terkoreksi 5-10 persen. Biasanya permintaan ekspor bandeng terjadi setiap bulan. Akan tetapi, saat ini hanya setiap 2-3 bulan sekali dengan alasan stok masih cukup. Pasar tujuan ekspor saat ini antara lain Korea Selatan, Timur Tengah, dan Jepang.
”Harga bandeng sudah murah, tetapi pasar kok masih tertahan. Kami khawatir pelemahan pasar domestik dan luar negeri akan berlangsung lama. Kami berharap kondisi pasar secepatnya kembali normal,” tutur Faiz.
Upaya menyiasati pasar saat ini dilakukan dengan mengubah ukuran bandeng yang dipasarkan. Ini karena konsumen cenderung memilih bandeng ukuran yang lebih kecil di pasar dalam negeri. Bandeng presto, misalnya, dipasarkan dengan ukuran lebih kecil, yakni 3-6 ekor per kg.
Cara lainnya memanfaatkan bahan baku bandeng dari tambak tradisional yang harganya lebih rendah agar proses pengolahan lebih murah dan harga lebih terjangkau. Dengan demikian, volume penjualan bandeng diharapkan terangkat kembali.
”Kami mengupayakan dengan teman-teman, harga bandeng yang masih mahal kita proses dan hitung ulang agar tidak hanya untuk oleh-oleh, tetapi bisa juga dikonsumsi lebih luas,” ujar Faiz.
Di tengah kesulitan hulu-hilir komoditas bandeng, pihaknya berharap pemerintah memberikan dukungan berupa kemudahan regulasi dan perizinan agar tidak semakin membebani pelaku usaha.
Direktur Jenderal Peningkatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Budi Sulistyo, saat dihubungi, Sabtu (14/9/2024), mengemukakan, pihaknya akan menelusuri kondisi pemasaran bandeng dan nener.