Mendahului Indonesia, Singapura Mengesahkan Undang-Undang Pekerja Platform
UU Perlindungan Pekerja Platform di Singapura atau Platform Workers Bill mulai berlaku 1 Januari 2025.
JAKARTA, KOMPAS — Negara tetangga Indonesia, yakni Singapura, lebih dulu mengesahkan peraturan perundang-undangan perlindungan pekerja platform atau Platform Workers Bill pada Selasa (10/9/2024). Melalui Platform Workers Bill, sopir taksi, pengemudi angkutan daring, dan pekerja lepas yang mengandalkan platform digital untuk mendapatkan penghasilan ditetapkan dalam kategori hukum yang berbeda antara karyawan dan wiraswasta.
Pekerja platform digital di Singapura saat ini diperkirakan berjumlah 70.500 orang. Lewat Platform Workers Bill, mereka akan mendapatkan perlindungan ketenagakerjaan yang lebih baik mulai 1 Januari 2025.
Mengutip The Strait Times, beberapa bentuk perlindungan ketenagakerjaan yang diberikan, antara lain, kontribusi yang lebih besar untuk skema tabungan Dana Pensiun Pusat (CPF), yang disesuaikan dengan jumlah yang dibayarkan karyawan dan pemberi kerja saat ini.
Perusahaan platform digital juga harus menyediakan polis asuransi kompensasi kecelakaan kerja standar dengan tingkat pertanggungan yang sama dengan karyawan. Selain itu, pekerja platform, yang tidak dapat berserikat berdasarkan undang-undang saat ini, juga akan dapat membentuk badan perwakilan yang disebut asosiasi pekerja platform, dengan kekuatan hukum yang serupa dengan serikat pekerja. Dengan demikian, mereka dapat bernegosiasi dan menandatangani perjanjian kolektif yang mengikat secara hukum dengan operator, serta mendapatkan akses ke berbagai jalur ganti rugi, termasuk hak untuk mogok jika keputusan tersebut dipertimbangkan dan dibenarkan.
Baca juga: Ojek ”Online” Demo di Tengah Penyusunan Regulasi Pekerja Platform Digital
Proses penyusunan dan pembahasan Platform Workers Bill dimulai pada tahun 2021 dan mendapat dukungan dari para anggota parlemen Singapura.
Selama dua hari terakhir, sebanyak 26 anggota parlemen berbicara untuk mendukung undang-undang tersebut, tetapi mengangkat berbagai tantangan, seperti implementasi dan biaya yang lebih tinggi yang akan timbul dari perlindungan yang lebih kuat.
Menteri Senior Negara untuk Ketenagakerjaan Singapura Koh Poh Koon, Rabu (11/9/2024), mengatakan, Singapura adalah salah satu yang pertama di dunia yang memberikan perlindungan hukum bagi pekerja platform digital sebagai kelompok yang berbeda.
”Banyak negara lain yang bergulat dengan hal ini mengingat sifat industri platform digital beserta hubungan pekerja platform yang heterogen dan berkembang pesat,” katanya kepada The Strait Times.
Dia mengakui kompleksitas penerapan undang-undang pekerja platform digital. Namun, dia menegaskan, pemerintah harus memilih dan menyadari bahwa tidak semua masalah di ruang platform dapat sepenuhnya diatasi dengan undang-undang ini.
Menurut dia, ada beberapa langkah dalam Platform Workers Bill yang mencegah operator membebankan biaya kepada pekerja. Biaya tambahan yang dikeluarkan oleh perusahaan platform digital untuk kompensasi kecelakaan kerja dan CPF juga dapat diaudit untuk melawan klaim adanya praktik mencari untung.
”Operator platform perlu mempertimbangkan cara terbaik untuk mengelola biaya. Konsumen juga akan memiliki peran,” katanya, seraya mencatat bahwa biaya yang lebih tinggi yang timbul dari perlindungan pekerja platform tidak berbeda dengan biaya bisnis yang sudah dikeluarkan oleh pengusaha.
Dia menambahkan, ketika Platform Workers Bill mulai berlaku pada 1 Januari 2025, undang-undang ini akan menggantikan semua perjanjian kerja yang dibuat oleh perusahaan platform digital. Ia meyakinkan parlemen bahwa cakupan undang-undang baru ini akan ditinjau ulang di masa mendatang. Tujuannya adalah mencakup layanan platform lainnya di luar taksi daring dan pengiriman barang.
Baca juga: Mimpi THR Ojek Daring
Dalam sebuah unggahan di Facebook, Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong menilai, Platform Workers Bill merupakan hasil dari kemitraan tripartit Singapura yang kuat.
”Bersama-sama, kami telah menyusun solusi yang menguntungkan pekerja dan bisnis, memastikan perlakuan yang adil sambil mempertahankan fleksibilitas yang ditawarkan oleh pekerjaan serabutan. Ini adalah langkah maju yang berarti dalam upaya berkelanjutan kami untuk memperbarui dan memperkuat perjanjian sosial kita,” katanya.
Uni Eropa
Di belahan dunia lainnya, sejumlah negara di kawasan Uni Eropa juga mencoba mengatur perlindungan ketenagakerjaan yang lebih baik bagi pekerja platform digital. Mengutip blog European Centre for International Political Economy pada 31 Januari 2024, di Spanyol, tujuan utama pemerintah Spanyol meregulasi pekerja platform bukan hanya peningkatan kondisi kerja, tetapi terutama reklasifikasi pekerja platform dari pekerja mandiri menjadi karyawan.
Di Yunani, Law on The Protection of Labour 4048/2021 mengamanatkan platform digital harus mematuhi kewajiban kesejahteraan, kesehatan, dan keselamatan yang sama bagi pekerja platform seperti yang mereka lakukan untuk karyawan. Selain itu, lewat peraturan yang sama, Pemerintah Yunani juga telah menetapkan kriteria yang jelas untuk mendefinisikan anggapan wirausaha bagi pekerja platform. Kejelasan ini menawarkan kepastian hukum dan memungkinkan pekerja platform untuk menilai status pekerjaan mereka secara akurat.
Selanjutnya, Perancis secara progresif telah mengembangkan kerangka hukum komprehensif yang secara sistematis meningkatkan hak-hak pekerja platform, seperti The El Khomri Law. Perkembangan ini berpuncak pada enam perjanjian penting, yang membahas beberapa aspek paling menantang dari kondisi kerja di platform digital, seperti penonaktifan akun dan pendapatan minimum. Perjanjian ini dicapai di bawah naungan Autorité des Relations Sociales des Plateformes d’Emploi (ARPE), sebuah badan publik yang berperan penting dalam memfasilitasi dialog sosial yang efektif antara platform digital dan serikat pekerja.
Adapun di Estonia, meski belum ada peraturan spesifik yang mengatur pekerja platform, sejumlah besar pekerja platform di Estonia diharuskan terlibat dalam kontrak untuk layanan (töövõtuleping) dengan platform digital. Kontrak ini menawarkan jaring pengaman sosial, termasuk tunjangan pengangguran, gaji sakit, dan layanan kesehatan, dengan tetap mempertahankan status pekerja platform yang bekerja mandiri.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Jun-E Tan (senior research associate Khazanah Research Institute) dan Rachel Gong (deputy director of research Khazanah Research Institute), perusahaan platform digital bekerja dengan manajemen kerja berbasis algoritma yang berisiko mengganggu hubungan sosial. Manajemen ini menjadikan pekerjaan sebagai usaha yang bersifat individual, menciptakan kekosongan dan kewajiban yang ditetapkan antara pembeli dan pemasok tenaga kerja, dan menghasilkan konsentrasi kekuasaan yang intens. Pergeseran ini terjadi di seluruh dunia, tetapi tenaga kerja yang kehilangan haknya dan tidak memiliki dukungan kelembagaan menghadapi risiko lebih besar.
Baca juga: Ojek Daring dan Kurir Logistik Berhak atas THR, Bagaimana Cara Pembayarannya?
Individualisasi pekerjaan terjadi ketika pekerja platform merasa sulit untuk membentuk hubungan yang berkelanjutan dengan manajer, rekan kerja, dan klien mereka. Hubungan ketenagakerjaan yang mapan terganggu ketika pekerja diperlakukan sebagai kontraktor independen, tetapi bergantung pada platform untuk akses pekerjaan dan kurangnya kekuatan pengambilan keputusan tentang harga dan kondisi kerja. Manajemen algoritmik juga mengintensifkan kemampuan platform untuk memusatkan kekuasaan karena asimetri informasi dan keputusan bisnis sepihak.
Studi Jun-E dan Rachel tersebut berjudul The Plight of Platform Workers Under Algorithmic Management in Southeast Asia dan diunggah di blog Carnegie Endowment for International Peace pada 30 April 2024.
Di Indonesia, upaya meregulasi perlindungan pekerja platform dalam aturan yang spesifik, seperti pengemudi ojek daring, sudah mulai dilakukan oleh Pemerintah Indonesia. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah, seusai rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Selasa (26/3/2024), di Jakarta, mengatakan, pihaknya berencana mempersiapkan regulasi khusus setingkat peraturan menteri yang mengatur hubungan kerja kemitraan. Isi regulasi khusus ini direncanakan meliputi ketegasan definisi pekerja platform, kepesertaan jaminan sosial, kesetaraan upah, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
Akan tetapi, regulasi yang direncanakan itu tampaknya baru bisa dibahas saat rezim pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Pihak Kemenaker juga meminta kementerian/lembaga lain yang terlibat dalam isu perlindungan pekerja platform, seperti Kementerian Komunikasi dan Informatika dan Kementerian Perhubungan, agar duduk bersama membahas peraturan yang pas.
Pada Kamis (29/8/2024), ribuan pengemudi ojek daring se-Jabodetabek menggelar aksi unjuk rasa menuntut kesejahteraan, kondisi kerja manusiawi, dan upah layak di sekitar Monumen Nasional, Jakarta. Sebagian lagi yang tidak ikut memilih tetap menerima pesanan, tetapi tidak memakai jaket berlogo perusahaan platform ride hailing, seperti Gojek ataupun Grab.