Daya Beli Masyarakat Lemah, Kunjungan Mal di Bawah Target
Pelemahan daya beli disikapi mal dengan menghadirkan konsep baru, hingga gelaran pesta diskon guna menarik pengunjung.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pusat perbelanjaan atau ritel mulai terimbas dampak pelemahan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Tingkat rata-rata keterisian mal dan jumlah pengunjung menurun. Pelemahan terutama berlangsung pada pusat belanja di segmen menengah bawah.
Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Wijaya, Kamis (12/9/2024), berpendapat, penurunan daya beli masyarakat kelas menengah bawah mulai terlihat, terutama setelah Idul Fitri 2024. Daya beli masyarakat menengah bawah yang menurun menyebabkan pola belanja cenderung tertahan, yakni konsumen membeli barang ataupun produk dengan nilai atau harga satuan yang lebih rendah.
Tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan pun hanya naik tipis sekitar 5 persen secara tahunan, atau jauh di bawah target pertumbuhan sebesar 20-30 persen per tahun. Pelemahan daya beli konsumen diprediksi menyebabkan pertumbuhan industri ritel secara keseluruhan pada 2024 hanya akan di bawah 10 persen.
Alphonzus menambahkan, pelaku usaha hanya dapat melakukan langkah-langkah sementara saja. Misalnya adalah menyediakan barang ataupun produk yang dijual dalam kemasan yang lebih kecil agar harga jual lebih terjangkau.
Upaya lain, yakni mengintensifkan program belanja, seperti Jakarta Great Sale, dan Indonesia Shopping Festival. Salah satu programnya adalah diskon belanja yang bertujuan membantu masyarakat kelas menengah bawah dalam berbelanja ditengah penurunan daya beli.
“Upaya mengatasi penurunan daya beli masyarakat tidak bisa dilakukan oleh pelaku usaha sendiri, tapi harus dikendalikan oleh pemerintah,” ujar Alphonzus, saat dihubungi.
Alphonzus berharap pemerintahan mendatang mampu menargetkan pertumbuhan ekonomi yang cukup agresif dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah diharapkan tidak membuat berbagai kebijakan ataupun peraturan yang berpotensi menambah beban masyarakat, terutama untuk kalangan kelas menengah bawah, memperlemah daya beli masyarakat.
Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 2025 dinilai menjadi salah faktor yang berpotensi memperlemah daya beli masyarakat kelas menengah bawah.
Rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 2025 dinilai menjadi salah faktor yang berpotensi memperlemah daya beli masyarakat kelas menengah bawah. Pihaknya meminta rencana tersebut ditunda sementara waktu sampai dengan kondisi telah menjadi lebih baik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk kelas menengah pada 2024 tinggal 47,85 juta orang atau 17,13 persen dari total penduduk RI. Jumlah ini anjlok dari 57,33 juta orang atau 21,45 persen dari total populasi nasional pada 2019.
Okupansi Turun
Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia, Syarifah Syaukat, secara terpisah, mengatakan, terjadi pelemahan tingkat okupansi atau hunian ritel di Jakarta dan sekitarnya. Selama semester I-2024, tingkat okupansi rata-rata 77,79 persen atau melemah 0,45 persen jika dibandingkan semester sebelumnya.
Adapun tingkat okupansi pusat perbelanjaan sewa tercatat 85,37 persen. Sementara retail berstatus kepemilikan (strata title) memiliki tingkat okupansi 60,86 persen.
Luas ritel atau pusat perbelanjaan di Jakarta saat ini lebih-kurang 4,53 juta meter persegi (m2) dengan tingkat kekosongan ruang ritel mencapai 1 juta m2. Adapun pusat perbelanjaan atau mal yang mengalami penurunan tingkat okupansi terbesar adalah mal grade B dan grade C. Penurunannya mencapai 3,28 persen. Okupansi mal grade A naik 1,1 persen.
“Performa ritel strata tak bisa dihindari, melemah. (Pelemahan) ini terjadi sejak pandemi, dan setelah pandemi pun masih melemah dan berkelanjutan sampai sekarang. Selain karena ruang belanja daring, kami juga melihat bahwa saat ini kemampuan belanja masyarakat juga cukup melemah,” ujarnya, dalam Jakarta Property Highlight H-1 2024.
Syarifah menambahkan, sebagian pengembang dan pengelola pusat perbelanjaan melakukan renovasi guna menghadirkan pengalaman baru dan menjadi daya pikat bagi pengunjung. Kehadiran penyewa (tenant) di sektor makanan dan minuman juga menghadirkan konsep yang lebih segar dan simpel.
General Manager Knight Frank Indonesia, Frank Tumewa, mengemukakan, dampak pelemahan daya beli belum terlihat pada mal grade A. Pengunjung mal grade A belum terimbas pelemahan daya beli. Sementara pusat perbelanjaan juga berkesempatan memilih gerai sesuai tren kebutuhan pasar.
Strategi renovasi dan pemilihan terhadap penyewa (tenancy mix) di pusat perbelanjaan akan efektif untuk menarik konsumen, di samping acara pameran dan kegiatan yang menarik pengunjung. “Pengunjung saat ini semakin menginginkan pusat belanja dengan konsep yang segar dan penampilan baru,” ujar Frank.
Di Jakarta, terdapat 3 proyek ritel baru yang diperkirakan akan selesai pembangunannya pada akhir 2024. Proyek ini meliputi Podium Thamrin Nine di Jakarta Pusat seluas 27.000 m2, Holland Village Mall di Jakarta Pusat seluas 44.000 m2, Menara Jakarta di Jakarta Utara seluas 90.360 m2.
Pada 2026, 1 proyek pembangunan pusat perbelanjaan diproyeksikan akan selesai. Proyek yang dimaksud adalah Fatmawati City Center di Jakarta Selatan seluas 45.500 m2.
Syarifah menilai, penambahan ruang ritel baru tidak akan berdampak pada stagnasi dan kekosongan ruang ritel. Alasannya, sektor ritel masih tergolong cepat pulih dibandingkan sektor properti lainnya.
Pusat perbelanjaan yang menghadirkan barang-barang kebutuhan cenderung tetap dibutuhkan di tengah kontraksi okupansi beberapa mal. Lima penyewa gerai terbesar yang masuk ruang ritel antara lain pertokoan, peralatan rumah tangga, hiburan, furnitur, dan perlengkapan olahraga.
Dibidik kelompok terkaya
Syarifah menambahkan, sektor ritel juga masuk ke dalam radar bidikan investasi oleh kaum ultra kaya (UHNWIs) atau individu dengan jumlah kekayaan sangat tinggi. Di Asia Pasifik, sektor ritel menjadi tujuan terbesar kedua investasi properti di kalangan “crazy rich”, setelah perkantoran.
“Sektor ritel masih menjadi salah satu radar investasi kaum crazy rich, jika dibandingkan sektor properti lainnya. Indonesia juga masih menjadi top 6 destinasi yang dibidik investor di Asia Pasifik,” kata Syarifah.
Di Asia Pasifik, merujuk survei Knight Frank Global pada Desember 2023, investasi perkantoran pada 2023 mencapai 1,87 miliar dollar AS atau 37 persen dari total investasi properti senilai 4,94 miliar dollar AS. Investasi ritel mencapai 1,16 miliar dollar AS.
Investasi perkantoran pada 2023 mencapai 1,87 miliar dollar AS atau 37 persen dari total investasi properti senilai 4,94 miliar dollar AS.
Survei itu melibatkan lebih dari 600 bankir swasta, penasihat kekayaan, perantara, dan firma yang mengelola kekayaan klien individu atau keluarga ultra kaya senilai lebih dari 3 triliun dollar AS sebagai respondennya.
Sementara, investasi hotel, perumahan, dan industrial masing-masing dibawah 1 miliar dollar AS. Indonesia masih menjadi enam besar destinasi real estat yang dibidik investor kaum ultra kaya di kawasan regional ini.