Seusai Sri Mulyani Bertemu Prabowo, Belanja Kementerian di RAPBN 2025 Naik Lagi
Pemerintah kembali menggeser-geser anggaran untuk Prabowo. Anggaran cadangan juga disiapkan untuk kementerian baru.
Oleh
AGNES THEODORA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintahan Joko Widodo kembali menggunakan cadangan belanja dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025 untuk menambah anggaran bagi program unggulan presiden terpilih Prabowo Subianto. Pos cadangan belanja lain-lain itu kini tersisa Rp 491,2 triliun yang salah satunya disisihkan untuk kebutuhan anggaran kementerian dan lembaga baru.
Perubahan postur belanja dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 itu terjadi setelah Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono bertemu dengan presiden terpilih Prabowo Subianto, Senin (9/9/2024).
Dalam pertemuan itu, menurut Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata, Prabowo memberikan arahan mengenai kebutuhan anggaran bagi program-program prioritasnya alias quick win. Salah satunya program Makan Bergizi Gratis (MBG), janji kampanye Prabowo saat pemilu, yang kebutuhan anggarannya paling besar.
Sumber pendanaan untuk tambahan anggaran itu berasal dari dana cadangan RAPBN 2025 yang dialokasikan di bawah pos program pengelolaan belanja lainnya dalam komponen belanja pemerintah pusat.
”Presiden benar-benar meneliti satu per satu usulan kegiatan dalam program prioritasnya,” kata Isa dalam rapat kerja Panitia Kerja (Panja) Belanja Pemerintah Pusat Badan Anggaran DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/9/2024).
Hasilnya, detail postur belanja di RAPBN 2025 kembali berubah untuk kedua kalinya dalam rentang kurang dari dua minggu. Pos belanja kementerian/lembaga (K/L) dalam RAPBN 2025 bertambah dari versi awal Rp 976,78 triliun (dalam RAPBN 2025) menjadi Rp 1.094,6 triliun (versi postur sementara), lalu menjadi Rp 1.160,1 triliun (versi kesepakatan terbaru di panja).
Secara total, belanja K/L naik Rp 183,2 triliun untuk mengakomodasi progam Prabowo. Dalam perubahan pertama, belanja K/L naik Rp 117,8 triliun, sementara dalam perubahan kedua, belanja K/L naik sebanyak Rp 65,4 triliun.
Sumber anggaran tambahan untuk program unggulan Prabowo itu berasal dari pos program pengelolaan belanja lainnya, yang biasanya disisihkan sebagai dana cadangan jika terjadi bencana alam serta untuk mengantisipasi risiko fiskal akibat ketidakpastian ekonomi global.
Presiden benar-benar meneliti satu per satu usulan kegiatan dalam program prioritasnya.
Berbagai perubahan itu membuat dana cadangan dalam pos program pengelolaan belanja lainnya turun dari awalnya Rp 665,14 triliun (versi RAPBN 2025) menjadi Rp 556,65 triliun (versi postur sementara), dan turun lagi menjadi Rp 491,22 triliun (versi kesepakatan panja).
Isa mengatakan, meskipun kebutuhan anggaran untuk belanja K/L bertambah akibat program quick win Prabowo, defisit dalam RAPBN 2025 tidak berubah alias tetap di 2,53 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). ”Defisitnya tetap, tidak berubah. Belanja itu hanya kita geser saja masuk ke K/L tertentu setelah konsultasi dengan presiden terpilih,” kata Isa.
Adapun beberapa K/L prioritas yang mendapat tambahan anggaran adalah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi dengan alokasi tambahan Rp 10 triliun hingga total anggarannya menyentuh Rp 93,6 triliun.
Ada pula Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan alokasi tambahan Rp 17 triliun. Dari jumlah tersebut, Rp 15 triliun dialokasikan untuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Total anggaran Kementerian PUPR akhirnya menyentuh Rp 116,2 triliun.
Kementerian Kesehatan juga mendapat tambahan Rp 5 triliun untuk program pemeriksaan kesehatan gratis serta pembangunan rumah sakit di daerah. Dengan demikian, anggaran totalnya mencapai Rp 105,6 triliun.
Pemerintah juga menambah anggaran untuk Kementerian Pertanian (Kementan), salah satunya sebesar Rp 15 triliun untuk program Lumbung Pangan. Total alokasi anggaran untuk Kementan pun menjadi Rp 29,3 triliun.
Untuk kementerian baru
Ketua Badan Anggaran DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Said Abdullah mengatakan, sisa anggaran Rp 491,22 triliun dalam pos program pengelolaan belanja lainnya itu akan dipakai untuk mengantisipasi sejumlah skenario ketidakpastian ke depan. Salah satunya adalah penambahan kementerian dan lembaga baru.
Seperti diketahui, Badan Legislasi DPR baru saja mengambil keputusan tingkat pertama atas pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kementerian Negara pada Senin (9/9/2024) malam. Hasilnya, presiden memiliki kebebasan penuh untuk menambah jumlah kementerian dan memecah lembaga kementerian.
RUU itu tinggal menunggu pengesahan dalam Rapat Paripurna DPR berikutnya. ”Jadi, yang penting anggaran (untuk kementerian baru) sudah kita siapkan ruangnya terlebih dahulu. Sehingga begitu jadi ada pemisahan K/L atau ada K/L baru, maka K/L itu bisa langsung bekerja dengan persetujuan komisi terkait di DPR,” kata Said.
Menurut Said, dengan dana cadangan yang tersisa itu, pemerintahan Prabowo-Gibran nanti tidak perlu lagi mengubah APBN untuk menetapkan anggaran bagi kementerian baru.
Kebutuhan anggaran untuk kementerian baru bahkan bisa langsung dikebut penetapannya dalam pembahasan RAPBN 2025 yang menurut jadwal akan selesai sembilan hari lagi pada 19 September 2024. ”Jadi, tidak perlu mengubah postur, tidak perlu ada APBN Perubahan kembali, sehingga presiden baru bisa langsung kerja,” ucapnya.
Deputi Bidang Pendanaan Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Scenaider Clasein Hasudungan Siahaan mengatakan, fleksibilitas memang dibutuhkan dalam menyusun suatu APBN transisi seperti saat ini.
”Kalau DPR setuju, presiden bisa diberikan keleluasaan untuk merealokasikan beberapa anggaran kementerian. Itu lebih baik, sih, dan lebih cepat. Apalagi ada diskusi penataan kembali kelembagaan, ada kementerian baru, ada yang dipecah. Itu, kan, butuh anggaran, tinggal disesuaikan saja nanti ada yang dikurangi, ada yang ditambah,” tutur Scenaider.
Selain untuk mengantisipasi kebutuhan pendanaan untuk kementerian baru, dana cadangan di Program Pengelolaan Belanja Lainnya itu juga akan digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian lain.
Ketidakpastian itu, antara lain, untuk mengantisipasi bencana, risiko fiskal akibat perubahan asumsi dasar ekonomi makro dan dinamika kebijakan, kebutuhan pangan, kegiatan lain yang mendesak, pembayaran kewajiban pemerintah seperti kompensasi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik, serta antisipasi kebutuhan pelaksanaan visi-misi dan program kerja pemerintahan baru.
”Masih ada cadangan untuk dana-dana tidak terduga. Selain dana on call untuk bencana, kita juga harus antisipasi fluktuasi nilai tukar rupiah yang tak terduga, apalagi, kan, subsidi terus berjalan,” kata Said.