Pengguna Pertalite Bakal Diatur, Bagaimana Mekanisme dan Dampaknya?
Pemerintah berencana mengatur kriteria pengguna pertalite, tetapi masih menunggu terbitnya Permen ESDM.
–
Bahan bakar minyak atau BBM jenis pertalite kembali menjadi perbincangan hangat menyusul rencana pemerintah mengatur kriteria penggunanya. Pengaturan itu bertujuan membuat penyaluran BBM tersebut tepat sasaran kepada warga yang berhak mengingat selama ini bebas dibeli oleh siapa pun. Lantas, benarkah pertalite masuk dalam kategori BBM bersubsidi?
Apa saja jenis BBM di Indonesia?
Mengutip data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), ada tiga jenis BBM yang dijual di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar untuk umum (SPBU), baik oleh PT Pertamina (Persero) maupun badan usaha lain/swasta. Ketiganya ialah jenis BBM tertentu (JBT), jenis BBM khusus penugasan (JBKP), dan jenis BBM umum (JBU).
JBT, yang terdiri dari minyak tanah (kerosene) dan minyak solar (gasoil), ialah BBM bersubsidi. Artinya, setiap tahun, volume minyak tanah dan solar subsidi ditetapkan bersama oleh pemerintah dan DPR untuk masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun berikutnya. Begitu juga nilai besaran subsidi tetapnya. Di SPBU Pertamina, solar yang disubsidi ialah biosolar.
Sementara itu, JBKP adalah BBM jenis bensin (gasoline) adalah pertalite. Jenis BBM ini tidak disubsidi, tetapi Pertamina, sebagai penyalur pertalite, diberi kompensasi (ganti rugi) penugasan oleh pemerintah untuk pendistribusian ke seluruh wilayah Indonesia. Artinya, secara mekanisme, pertalite tak disubsidi. Namun, secara praktik, selisihnya tetap ditanggung oleh pemerintah. Secara sederhana, Pertamina menalangi dulu, baru kemudian selisihnya dikompensasi.
Sebelumnya, JBKP ialah premium. Namun, mulai 2022, berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2022 tentang Jenis BBM Khusus Penugasan, JBKP menjadi pertalite. Hal tersebut seiring premium yang tidak lagi didistribusikan di Indonesia. Adapun harga solar subsidi dan pertalite ditetapkan oleh pemerintah.
Sementara itu, JBU adalah jenis BBM di luar JBT dan JBKP. Di SPBU Pertamina, yang termasuk JBU adalah pertamax, pertamax turbo, dexlite, dan pertamina dex. Penetapan harga JBU dilakukan oleh badan usaha masing-masing, mengikuti fluktuasi harga minyak mentah dunia. Artinya, penentuan harga JBU murni bagian dari bisnis, tanpa intervensi pemerintah.
Baca juga: Pembatasan Pertalite Mulai Oktober, Apa yang Harus Dilakukan Pengguna Kendaraan Bermotor?
Apakah pertalite bisa disebut BBM subsidi?
Kendati secara mekanisme merupakan BBM kompensasi, secara sederhana, pertalite juga dapat disebut BBM subsidi. Pasalnya, selisih antara harga keekonomian dan harga jual pertalite Pertamina diganti rugi oleh pemerintah. Seperti solar, pertalite juga sejatinya tidak diperuntukkan bagi kalangan mampu sehingga diarahkan agar tepat sasaran.
Beberapa pejabat pemerintah juga beberapa kali mengatakan, agar lebih mudah dipahami, pertalite juga dapat dikatakan sebagai BBM bersubsidi. Seperti juga disampaikan dalam laman Kementerian Keuangan, tujuan subsidi dan kompensasi sama, hanya mekanisme pembayarannya yang berbeda. Bahkan, Pertamina juga menyederhanakannya dan menyebut pertalite sebagai BBM bersubsidi.
Mengapa pengguna pertalite perlu diatur?
Saat ini, payung hukum terkait pertalite, yakni Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, belum mengatur kriteria siapa saja yang berhak membeli pertalite. Kondisi itu membuat mobil-mobil mewah bisa diisi pertalite kapan pun dan dalam jumlah berapa pun. Padahal, produk itu bukan diperuntukkan bagi kalangan mampu atau kaya.
Perpres No 191/2014, sejak 2022 atau saat harga komoditas melonjak, sebenarnya berulang kali diwacanakan untuk direvisi. Namun, kerap kali tidak terlaksana. Kini, menjelang berakhirnya periode kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin, rencana itu kembali mencuat. Namun, tak akan lewat perpres, melainkan melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM.
Baca juga: Pertalite Bakal Dibatasi, Apa yang Harus Dilakukan Pemilik Mobil?
Seperti apa rencana pemerintah terkait pertalite?
Kendati belum ada waktu pasti dan resmi, rencana pengaturan pengguna pertalite dikabarkan akan diterapkan per 1 Oktober 2024. Adapun Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Mustika Pertiwi menyebut penerapan kriteria pengguna pertalite tersebut masih menunggu persetujuan Presiden akan terbitnya Permen ESDM.
Kriteria pengguna yang berhak membeli pertalite yang bakal tertuang dalam Permen ESDM juga belum dibuka kepada publik. Namun, berdasarkan hasil kajian BPH Migas bersama sejumlah lembaga, hanya sepeda motor 250 cc ke bawah, angkutan umum/barang, serta mobil pribadi dengan kapasitas mesin 1.400 cc ke bawah yang berhak mengakses pertalite.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, memang ada rencana mengatur warga mana saja yang berhak menggunakan pertalite. Namun, perlu ada rapat lebih dulu dengan Presiden sebelum aturan terbit.
Dalam implementasinya kelak, akan digunakan teknologi kecerdasan buatan (AI). ”Dengan big data yang kita punya, orang yang tak berhak, nozzle (pada dispenser SPBU) akan mati sendiri karena melihat pelat nomor mobil itu. Kan, (orang seperti) kita enggak disubsidi, dong. Jadi, yang kita subsidi adalah orang-orang yang berhak. Kita bisa hemat bertahap sampai Rp 90 triliun per tahun," ujarnya dalam Indonesia International Sustainable Forum (IISF) 2024, di Jakarta, Kamis (5/9/2024).
Baca juga: ”QR Code” Pertalite, Upaya Kendalikan Subsidi BBM Tepat Sasaran
Upaya apa saja yang telah dilakukan Pertamina?
Sejak 2022, Pertamina telah mendata konsumen pertalite dengan mekanisme pemindaian kode respons cepat (QR) pada kendaraan roda empat atau lebih di SPBU pada program Subsidi Tepat. Menurut data Pertamina Patra Niaga, hingga 2 September 2024, tercatat ada 4,12 juta nomor polisi kendaraan roda empat ke atas yang telah terverifikasi dan bertransakti menggunakan kode QR di SPBU.
Saat ini, pendaftaran kode QR pertalite difokuskan di wilayah Jawa, Madura, Bali (Jamali), serta sebagian wilayah non-Jamali, yaitu Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Kalimantan Utara, Kalimantan Timur, Aceh, Bangka Belitung, Bengkulu, dan Kabupaten Timika. Pada akhir September 2024, pendataan tahap I diharapkan mencapai 100 persen.
Bagaimana cara mendaftarkan kendaraan di program Subsidi Tepat?
Pemilik kendaraan roda empat atau lebih yang belum mendaftarkan kendaraannya dapat melakukan registrasi, baik secara daring di laman subsidi tepat.mypertamina.id maupun secara luring di booth pendaftaran yang telah ditentukan.
Dokumen yang perlu disiapkan, untuk mobil pribadi, misalnya, foto KTP, foto diri, foto STNK depan dan belakang, foto kendaraan tampak semua sisi, dan foto nomor polisi kendaraan.
Pada pengisian secara daring, pemilik kendaraan akan diminta mengisi sejumlah data, mengunggah dokumen, dan memilih jenis BBM subsidi, solar atau pertalite. Pendaftaran pelanggan BBM subsidi akan melalui proses konfirmasi data dalam tujuh hari kerja.
Apabila sudah terkonfirmasi, pelanggan akan mendapat kode QR untuk diunduh, baik melalui aplikasi MyPertamina maupun laman Subsidi Tepat. Kode QR itu yang bakal digunakan setiap mengisi BBM bersubsidi di SPBU-SPBU Pertamina. Apabila regulasi telah terbit, nantinya hanya yang terdata dan terverifikasi berhak yang dapat mengisi kendaraannya dengan pertalite.