FAO: Harga CPO Global Naik Tiga Bulan Berturut-turut
Harga CPO dunia naik tiga bulan beruntun. Eksportir CPO menanggung BK dan PE senilai total 142 dollar AS per ton.
JAKARTA, KOMPAS — Sepanjang Januari-Agustus 2024, Indeks Harga Pangan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) kembali turun seusai meningkat pada Juni 2024. Penurunan indeks itu, terutama per Agustus 2024, dipicu turunnya harga gula, daging, dan sereal. Khusus minyak sawit mentah (CPO), harganya terus naik selama tiga bulan beruntun.
FAO, Jumat (6/9/2024), merilis, Indeks Harga Pangan per Agustus 2024 sebesar 120,7. Indeks tersebut turun 1,1 persen secara tahunan dan 0,25 persen secara bulanan. Sepanjang Januari-Mei 2024, indeks tersebut bergerak di kisaran 117,4-120,6. Kemudian, setelah pada Juni 2024 mencapai 121,2, Indeks Harga Pangan itu turun kembali pada Juli dan Agustus 2024.
Per Agustus 2024, Indeks Harga Daging turun 0,7 persen secara bulanan menjadi 119,5 dan Indeks Harga Gula juga turun 4,7 persen secara bulanan menjadi 113,9. Begitu juga dengan Indeks Harga Sereal yang turun 0,5 persen secara bulanan menjadi 110,1.
Hanya Indeks Harga Susu dan Minyak Nabati yang naik secara bulanan. Indeks Harga Susu naik 2,2 persen menjadi 130,6, sedangkan Indeks Harga Minyak Nabati juga naik 0,8 persen menjadi 136. Kenaikan Indeks Harga Minyak Nabati itu mencapai level tertinggi sejak Januari 2023.
FAO menyebutkan peningkatan Indeks Harga Minyak Nabati lebih mencerminkan kenaikan harga CPO dunia ketimbang penurunan harga minyak nabati lain. Kenaikan harga CPO global itu terjadi sepanjang tiga bulan berturut-turut.
Penurunan produksi CPO di Malaysia dan belum optimalnya produksi CPO Indonesia menjadi penyebab naiknya harga CPO global. Sebaliknya, harga minyak kedelai dunia turun karena dipengaruhi prospek produksi kedelai global yang cukup pada musim 2024/2025.
Sementara itu, setelah naik selama beberapa bulan, harga minyak biji bunga matahari dan lobak dunia juga turun. Penurunan itu disebabkan perlambatan permintaan global dan tekanan panen lobak musiman di Kanada.
Kenaikan harga CPO global itu terjadi sepanjang tiga bulan berturut-turut.
Di Indonesia, kenaikan harga CPO global itu menyebabkan harga referensi CPO yang ditetapkan pemerintah turut naik. Kementerian Perdagangan (Kemendag) menetapkan harga referensi CP0 periode 1-30 September 2024 sebesar 839,53 dollar AS per ton, naik 19,42 dollar AS atau 2,32 persen dibandingkan dengan periode Agustus 2024.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Isy Karim menjelaskan, penghitungan harga referensi CPO terbaru itu berasal dari rerata harga CPO pada periode 25 Juli-24 Agustus 2024. Penghitungannya merujuk pada harga Bursa CPO Indonesia sebesar 804,96 dollar AS per ton, Bursa CPO Malaysia 874,1 dollar AS per ton, dan Pasar Lelang CPO Rotterdam 970,41 dollar AS per ton.
Karena terdapat perbedaan harga lebih dari 40 dollar AS per ton dari tiga sumber tersebut, penghitungan harga referensi CPO menggunakan sumber harga terdekat, yakni dari Bursa CPO Indonesia dan Malaysia. Hal itu merujuk pada Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 46 Tahun 2022.
”Sesuai dengan penghitungan itu, maka kami tetapkan harga referensi CPO pada 1-30 September 2024 sebesar 839,53 dollar AS per ton,” ujar Isy melalui siaran pers di Jakarta.
Baca juga: Ramalan Harga Pangan Dunia Satu Dekade Mendatang (3)
Isy juga menyatakan, harga referensi CPO itu jauh di atas ambang batas 680 dollar AS per ton. Untuk itu, bea keluar (BK) CPO yang dikenakan sebesar 52 dollar AS per ton dan pungutan ekspor (PE) 90 dollar AS per ton untuk periode 1-30 September 2024.
Penetapan harga referensi itu tercantum dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 1204 Tahun 2024. Adapun penetapan BK dan PE CPO masing-masing merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38 Tahun 2024 dan PMK No 103/PMK.05/2022 juncto PMK No 154/PMK.05/2022.
Namun, lanjut Isy, khusus ekspor minyak goreng (RBD palm olein) dalam kemasan bermerek dan dikemas dengan berat neto ≤ 25 kilogram dikenakan BK 0 dollar AS per ton. Hal itu diatur dalam Kepmendag No 1205 Tahun 2024 tentang Daftar Jenama RBD Palm Olein dalam Kemasan Bermerek dan Dikemas dengan Berat Netto ≤ 25 Kg.
Bea keluar CPO yang dikenakan sebesar 52 dollar AS per ton dan pungutan ekspornya 90 dollar AS per ton untuk periode 1-30 September 2024.
Prospek perdagangan global
Dua hari sebelumnya, yakni pada 4 September 2024, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) melihat perdagangan dunia pelan-pelan terus membaik. Hanya permintaan bahan baku industri yang masih melambat. Kinerja perdagangan yang cukup apik itu memungkinkan WTO merevisi proyeksi pertumbuhannya.
WTO menunjukkan, barometer perdagangan barang dunia per Juli 2024 sebesar 103. Indeks volume ekspor dan impor barang itu berada di atas angka ambang batas pertumbuhan, yakni 100. Dari enam indikator barometer, empat di antaranya berada di atas tren. Sisanya berada di bawah tren pertumbuhan.
Komponen indeks yang meningkat adalah pengiriman barang menggunakan angkutan udara dan laut masing-masing sebesar 107,1 dan 104,3. Selain itu, komponen produk otomotif dan permintaan ekspor baru juga meningkat masing-masing menjadi 103,3 dan 101,2.
Sementara itu, indeks komponen elektronik dan bahan baku berada di bawah tren, masing-masing sebesar 95,4 dan 99,3. WTO menyebutkan, indeks bahan baku hampir berada pada tren, tetapi telah menurun tajam selama tiga bulan terakhir.
”Permintaan ekspor baru yang biasanya tumbuh paling positif hanya tumbuh tipis di atas tren. Begitu juga permintaan bahan baku yang berada di bawah tren. Kondisi inilah yang dapat menjadi penyebab kekhawatiran di masa mendatang,” sebut WTO dalam laporan itu.
Merujuk data S&P Global, Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur sejumlah negara yang menjadi mesin penggerak ekonomi dunia berada di bawah 50 atau zona kontraksi. Pada Juli-Agustus 2024, PMI Manufaktur Amerika Serikat turun dari 49,6 menjadi 48.
Dalam periode perbandingan yang sama, PMI Manufaktur China naik tipis dari 49,8 menjadi 50,4. PMI negara-negara Eropa turun dari 45 menjadi 45,6. Adapun PMI Jepang naik tipis dari 49,1 menjadi 49,8.
Indonesia masuk ke daftar negara yang PMI Manufaktur-nya terkontraksi. PMI Manufaktur RI pada Agustus 2024 sebesar 48,9, turun dari 49,3 pada Juli 2024. Adapun India, meskipun PMI Manufaktur negara tersebut turun, angka indeksnya masih berada di zona ekspansif. Pada Juli-Agustus 2024, PMI Manufaktur India turun dari 58,1 menjadi 57,5.
Baca juga: Manufaktur Anjlok Makin Dalam
Kendati begitu, WTO melihat, setelah stagnan sejak triwulan IV-2022, pertumbuhan volume perdagangan barang dunia mulai meningkat pada triwulan IV-2023. Pertumbuhan itu mendapatkan momentumnya pada triwulan I-2024 karena volume tersebut tumbuh 1 persen secara triwulanan dan 1,4 persen secara tahunan.
Pertumbuhan triwulanan selama dua triwulan terakhir sebesar 0,7 persen atau ekuivalen dengan 2,7 persen secara tahunan. Hal itu konsisten dengan proyeksi WTO atas pertumbuhan volume perdagangan global pada April 2024 yang sebesar 2,6 persen secara tahunan.
Laporan itu juga menyebutkan, meskipun ada sinyal positif dari barometer perdagangan barang, prospek perdagangan tetap sangat tidak pasti. Hal itu lantaran meningkatnya ketegangan geopolitik, konflik regional yang sedang berlangsung, perubahan kebijakan moneter di negara-negara maju, dan melemahnya pesanan ekspor.
Di sisi lain, pertumbuhan perdagangan barang di Eropa masih lebih rendah kendati di kawasan lain cukup kuat. Oleh karena itu, WTO mungkin perlu memperbarui proyeksi pertumbuhan perdagangan yang akan diterbitkan pada pertengahan Oktober 2024.
Baca juga: Berkah Kekalahan Rahwana bagi Sawit Nusantara
Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid berharap agar Indonesia dapat segera mempercepat pertumbuhan pasar ekspor nontradisional, khususnya ke negara-negara Afrika. Hasil-hasil Forum Indonesia-Afrika (IAF) Ke-2 dan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF MSP) 2024 yang digelar di Bali bisa segera ditindaklanjuti.
”Afrika merupakan pasar besar bagi produk-produk Indonesia. Di sisi lain, Indonesia dapat mengintegrasikan rantai pasok sejumlah sektor tertentu, termasuk usaha kecil menengah (UKM), dengan industri di Afrika,” katanya.
Baca juga: Bumi-Manusia Dunia Selatan
Namun, Arsjad menambahkan, solusi pembiayaan inovatif perdagangan ke negara-negara di Afrika juga perlu dipikirkan. Ia mencontohkan, di India, UKM yang mendapatkan proyek dari perusahaan besar bisa mengakses pembiayaan yang memungkinkan mereka mendapatkan pinjaman dengan suku bunga kompetitif.
Hal itu lantaran perbankan bersaing menawarkan suku bunga yang lebih rendah kepada UKM yang bermitra dengan perusahaan besar sehingga risiko pembayaran juga relatif rendah. ”Jadi, ada mekanisme bidding (penawaran) di mana bunga pinjaman bukan naik ke atas, tapi turun. Ini salah satu pembiayaan kreatif yang dapat dilakukan juga di Indonesia,” katanya.