Faisal Basri, Ekonom Senior nan Kritis Itu Berpulang
Semasa hidupnya, Faisal dikenal sebagai ekonom yang jujur, berani, tegas, dan membela rakyat.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, ARIS PRASETYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ekonom senior yang juga salah satu pendiri Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Faisal Basri, meninggal dunia dalam usia 65 tahun, Kamis (5/9/2024) pukul 03.50 di Jakarta. Semasa hidupnya, Faisal dikenal sebagai ekonom yang kritis, jujur, berani, tegas, dan membela rakyat.
”Betul, Mas,” kata Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef M Rizal Taufikurahman saat dikonfirmasi mengenai kabar meninggalnya Faisal Basri, Kamis (5/9/2024) pagi.
Rizal menambahkan, Faisal ialah sosok ekonom yang melihat masalah secara komprehensif. ”Beliau melihat masalah dan kebijakan ekonomi berbasis data dan fakta. (Kemudian), disampaikan dengan cara jujur, tegas, konsisten, berani, dan terbuka demi membela rakyat,” katanya.
Sebelum tutup usia, Faisal, yang lahir di Bandung pada 6 November 1959, ialah dosen senior di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia serta Kepala Dewan Penasihat Indonesia Research & Strategic Analysis (IRSA). Keahlian dan disiplin ilmunya meliputi ilmu ekonomi, ekonomi politik, dan ekonomi pembangunan.
Tim pemberantas mafia migas
Ucapan dukacita disampaikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2014-2016 Sudirman Said. Menurut dia, Faisal adalah pribadi yang kuat memegang prinsip, jujur, sederhana, dan tak henti memperjuangkan kebenaran sampai ujung usia. Faisal pernah memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang berujung pada pembubaran Petral, unit usaha PT Pertamina (Persero), pada masa kepemimpinan Sudirman Said sebagai Menteri ESDM.
”Karena kejujuran, keteguhan, dan kompetensinyalah, saya meminta Faisal Basri memimpin Tim Reformasi Tata Kelola Migas. Tim ini dibentuk untuk membenahi sektor migas dan menangani isu mafia migas sebagai mandat Presiden Joko Widodo ketika itu,” ujarnya saat dihubungi, Kamis pagi.
Sudirman menyinggung kedekatannya dengan Faisal yang berlangsung cukup lama sejak masa sebelum Reformasi 1998. Ia bersama Faisal kerap membuat berbagai inisiatif dan gerakan. Mereka juga pernah terlibat bersama dalam berbagai aksi di lapangan, seperti kasus Cicak-Buaya antara Komisi Pemberantasan Korupsi dan Polri waktu itu.
”Kita semua kehilangan orang baik dan kuat memegang prinsip. Pejuang sepanjang hayat, semoga husnul khatimah,” ucapnya.
Mengutip laman Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Faisal Basri ialah keponakan dari Wakil Presiden Ketiga RI, Adam Malik. Faisal menyelesaikan pendidikan sarjananya di FEB UI (1985) dan meraih gelar master of arts bidang ekonomi di Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika Serikat (1988).
Sebagai akademisi, karier Faisal yakni sebagai pengajar mata kuliah ekonomi politik, ekonomi internasional, ekonomi pembangunan, dan sejarah pemikiran ekonomi pada FEB UI, dari 1981 hingga tutup usia. Ia juga mengajar pada program Magister Akuntansi, Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia, sejak 1988.
Faisal juga pernah menjadi Ketua Jurusan Ekonomi dan Studi Pembangunan FEB UI (1995-1998) dan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003). Di pemerintahan, Faisal pernah mengemban amanah sebagai anggota Tim Perkembangan Perekonomian Dunia pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri/Ekuin (1985-1987) dan anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000).
Dikutip dari Kompaspedia, Faisal bernama lengkap Faisal Batubara, berdarah Batak Mandailing dari ayahnya. Nama Basri merupakan nama ayahnya yang digunakan sebagai penghormatan terhadap sang ayah, Hasan Basri Batubara. Ibunya bernama Saidah Nasution. Faisal menghabiskan masa kecil di kota kelahirannya hingga berusia 6 tahun, kemudian pindah ke Jakarta, dan tinggal di kawasan Guntur Halimun, Jakarta Selatan.
Pada 29 September 2022, Faisal menulis artikel berjudul ”Rokok Ancam Generasi Emas” di harian Kompas. Dalam tulisan itu, Faisal berpendapat, meski pemerintah konsisten menaikkan tarif cukai hasil tembakau, instrumen fiskal tersebut belum cukup. Buktinya, pada 2021, rata-rata kenaikan tarif CHT sebesar 12,5 persen, tetapi tingkat prevalensi merokok anak 10-18 tahun stagnan dari 2020 ke 2021 di 9 persen.
Ia pun menilai pemerintah perlu merombak kebijakan pengendalian rokok. Di antaranya dengan menaikkan harga jual eceran rokok secara signifikan, yang dibarengi kontrol dari otoritas berwenang. Kemudian, simplifikasi tarif cukai rokok menjadi hanya tiga lapis (layer) karena dalam aturan yang berlaku, terdapat delapan lapis. Selain itu, pemerintah harus berani membuat aturan jumlah batang rokok dijual tidak kurang dari 20 batang per bungkus, dan berlaku untuk semua jenis rokok.
Pada 1 Januari 2024, pemerintah pun menaikkan harga rokok. Hal itu berkaitan dengan kelanjutan pemberlakuan kenaikan tarif cukai rokok yang sudah diputuskan lewat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2022.