Indonesia Pasarkan N219 ke Negara-negara Berkembang
Kerja sama selatan-selatan fokus pada perdagangan dan investasi. RI mulai dengan pemasaran pesawat N219.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
BADUNG, KOMPAS — Indonesia membidik negara-negara berkembang sebagai target pemasaran pesawat serba guna berbadan kecil. Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak atau HLF MSP 2024 di Bali, Indonesia, menjadi platform untuk meningkatkan kerja sama di bidang penerbangan tersebut.
Hal ini sekaligus menjadi salah satu bentuk nyata pergeseran skema kerja sama selatan-selatan dan triangular, dari yang dulunya didominasi bantuan menjadi perdagangan dan investasi. Pergeseran skema ini menjadi salah satu kesepakatan yang dilahirkan HLF MSP 2024 di Bali.
Afrika memiliki potensi besar untuk pertumbuhan pasar penerbangan.
Selatan-selatan atau dunia selatan merupakan sebutan bagi negara-negara berkembang di Asia, Afrika, dan Pasifik Selatan. Adapun triangular merujuk pada kemitraan dua atau tiga negara selatan yang didukung negara maju atau organisasi multilateral.
Pada 3 September 2024, Direktur Utama PT Dirgantara Indonesia (PT DI) Gita Amperiawan menandatangani dokumen kontrak jual-beli lima pesawat N219 dengan CEO Setdco Group Setiawan Djody di Nusa Dua, Bali. Penandatanganan itu disaksikan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa.
Gita menuturkan, Afrika memiliki potensi besar untuk pertumbuhan pasar penerbangan. Negara-negara di kawasan itu membutuhkan pesawat-pesawat regional yang mampu beroperasi di bandara-bandara dengan infrastruktur yang belum optimal.
”Pesawat N219 didesain khusus untuk penerbangan perintis di medan yang sulit sehingga cocok untuk memenuhi kebutuhan Afrika. Kami menargetkan pesawat N219 tidak hanya untuk pasar domestik, tetapi juga untuk internasional, terutama di kawasan Asia Pasifik dan Afrika,” ujarnya melalui siaran pers.
Indonesia dalam HLF MSP 2024 di Bali mengajak negara-negara dunia selatan mengembangkan transportasi udara. Salah satunya menggunakan pesawat kecil yang melayani penerbangan di negara-negara kepulauan.
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti mengemukakan, Indonesia sebagai negara kepulauan juga mengembangkan transportasi udara menggunakan pesawat-pesawat kecil. Salah satunya adalah pesawat N219 buatan PT DI.
Kongo beli
Pemerintah Kongo melalui sebuah perusahaan multinasional telah membeli lima pesawat itu senilai total 66,2 juta dollar AS. Pesawat-pesawat itu akan dioperasikan di Kongo. ”Lebih dari 40 persen komponen pesawat N219 yang dibuat PT DI diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.
Hal itu, menurut Amalia, merupakan salah satu upaya Indonesia mengembangkan industri kedirgantaraan baik di dalam negeri maupun luar negeri. Melalui kesepakatan pembelian pesawat itu, produk dirgantara karya anak bangsa bisa menembus pasar global, terutama ke negara dunia selatan.
Pemerintah Kongo melalui sebuah perusahaan multinasional telah membeli lima pesawat itu senilai total 66,2 juta dollar AS.
Selain Kongo, Amalia menambahkan, beberapa negara juga tertarik dengan pesawat kecil itu. Salah satunya adalah Kepulauan Solomon yang berminat membeli pesawat kecil amfibi atau yang bisa mendarat di air.
”Saat ini, PT DI sedang memproses pembuatan pesawat kecil amfibi itu. Semoga dalam dua tahun ke depan, pesawat karya anak bangsa itu bisa terealisasi,” katanya.
Skema bergeser
Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan Bappenas Bogat Widyatmoko mengatakan, negara-negara selatan pada HLF MSP 2024 mulai menyadari pentingnya mengubah skema kerja sama yang selama ini didominasi bantuan. Ke depan, skema kerja sama akan mengedepankan perdagangan dan investasi.
”Pengubahan skema itu akan dilakukan pelan-pelan sembari memetakan dan mengurai hambatan-hambatannya,” ujarnya dalam konferensi pers penutupan HLF MSP 2024 di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (3/9/2024) sore.
Untuk saat ini, Bogat melanjutkan, Indonesia dan sejumlah negara dunia selatan baru menyepakati dua hambatan yang bakal diurai. Pertama, pajak ganda di sektor perdagangan dan investasi yang perlu dihapus.
Kedua, pembiayaan perdagangan dan investasi. Transformasi tersebut juga membutuhkan penataan kembali pendanaan campuran melalui Aliansi Pendanaan Campuran Global (GBFA) untuk mendukung pengembangan perdagangan dan memobilisasi investasi.
Dedolarisasi
Menurut Bogat, dalam proses menuju transformasi itu, Indonesia dan sejumlah negara dunia selatan akan menggandeng Lembaga Perdagangan dan Pembangunan PBB (UNCTAD) dan South Center. Salah satu lembaga keuangan internasional juga akan dilibatkan.
”Lembaga-lembaga itu akan membantu RI dan negara-negara dunia selatan menyusun perencanaan transformasi, penghapusan pajak ganda, dan menyusun skema pendanaan campuran,” katanya.
Bogat menambahkan, skema pembayaran transaksi perdagangan juga akan dibahas. Arahnya adalah menggunakan mata uang setiap negara, bukan dollar AS.
Rencana transformasi skema kerja sama itu akan dibahas lebih lanjut dalam pertemuan negara-negara dunia selatan dan triangular. Hal itu juga akan dibahas secara bilateral antarnegara.