Pemerintah Janji Makan Bergizi Gratis Tak Ganggu Dana Pendidikan
Program Makan Bergizi Gratis tidak akan mengganggu dana pendidikan rutin lainnya, seperti gaji guru dan dana BOS.
Oleh
AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mengalokasikan Rp 71 triliun untuk program Makan Bergizi Gratis di bawah pos anggaran pendidikan. Program unggulan presiden terpilih Prabowo Subianto itu dijanjikan tidak akan mengusik alokasi dana yang selama ini sudah ada di bawah pos pendidikan, seperti pembayaran gaji guru dan bantuan operasional sekolah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, anggaran untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) senilai Rp 71 triliun berada di bawah pos anggaran dana pendidikan yang alokasinya 20 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dalam Rancangan APBN 2025, anggaran pendidikan tersebut senilai Rp 722,6 triliun.
Namun, dia memastikan, program MBG tidak akan mengganggu dana pendidikan lainnya yang sudah rutin disalurkan setiap tahun, seperti pembayaran gaji guru, penyaluran dana bantuan pperasional sekolah (BOS), serta pengangkatan guru honorer. Anggaran untuk program MBG akan diambil dari dana cadangan pendidikan.
”Jadi, dana untuk makan gratis ini tidak diambil dari pos mana pun. Itu sifatnya on top (tambahan). Kenapa kita masukkan ke pendidikan? Sebab, ini berkaitan dengan keinginan kita menciptakan anak yang cerdas. Salah satu syaratnya, mereka sehat dan tidak lapar,” katanya dalam rapat kerja dengan Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengenai pelaksanaan APBN 2024 dan RAPBN 2025 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Sri Mulyani menjelaskan, meskipun ada kebutuhan anggaran baru untuk makan gratis, perhitungan anggaran untuk berbagai keperluan pendidikan tetap sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Dana BOS yang bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) non-fisik, misalnya, tetap menggunakan satuan pengukuran yang sama.
”Satuan untuk mengukur dana BOS per kepala atau jumlah anak sekolah tetap sama, jadi tidak ada perubahan untuk anggaran BOS. Supaya jangan sampai ini menimbulkan persepsi bahwa seolah-olah Makan Bergizi Gratis ini mengambil dana dari yang sudah ada,” ujarnya.
Jadi, gaji guru pasti tidak akan diambil.
Begitu pula untuk pembayaran gaji guru serta pengangkatan guru honorer menjadi PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja) yang juga bersumber dari DAK non-fisik. Sri Mulyani menegaskan, dana tersebut memang sudah dialokasikan khusus (earmark) sehingga tidak boleh diganggu untuk kebutuhan lain, termasuk untuk program MBG.
”Jadi, gaji guru pasti tidak akan diambil. Kami sudah memberikan earmark untuk memastikan dana transfer yang memang ditujukan untuk pegawai yang akan diangkat menjadi PPPK itu tidak terpakai,” kata Sri Mulyani.
Jangan kontradiktif
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Daerah Pemilihan Jambi, Elviana, mengingatkan, ada banyak masalah krusial seputar pendidikan di daerah. Masalah itu mulai dari soal pengangkatan guru honorer menjadi PPPK, gaji guru yang rendah, serta biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang tinggi sehingga menjerat mahasiswa dalam utang pinjaman daring.
Ia berharap kebutuhan anggaran untuk MBG benar-benar tidak mengganggu fokus pemerintah pada isu pendidikan lainnya. ”Dalam pikiran saya, hal-hal yang sensitif itu jangan dulu diganggu dalam dana pendidikan. Sementara program (MBG) ini program baru. Kenapa tidak memakai dana kesehatan? Ini soal masalah mengalokasikannya saja,” ujar Elviana.
Direktur Eksekutif Center of Law and Economics (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, anggaran MBG perlu dipastikan agar tidak mengganggu anggaran pendidikan lainnya.
”Jangan sampai tujuan program ini kontradiktif, yang seharusnya meningkatkan kecerdasan siswa sekolah, tetapi malah banyak tujuan pendidikan yang meleset karena anggarannya terpakai untuk Makan Bergizi Gratis,” katanya.
Dokumen Nota Keuangan RAPBN 2025 mencatat, anggaran program MBG senilai Rp 71 triliun atau 0,29 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Program ini akan dimanfaatkan untuk kebutuhan pembiayaan pengadaan makanan, distribusi, serta operasionalisasi lembaga yang akan menangani program MBG.
Program tersebut akan diimplementasikan secara bertahap hingga mencakup seluruh jenjang pendidikan, dari prasekolah hingga SMA/sederajat di berbagai wilayah kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Distribusinya akan diberikan melalui makan bergizi dan susu gratis di sekolah dan pesantren, serta bantuan gizi untuk anak balita dan ibu menyusui dengan risiko anak tengkes.
MBG diharapkan bisa menggerakkan ekonomi nasional. Dari perhitungan pemerintah, program itu diperkirakan dapat menyerap 0,82 juta tenaga kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 0,10 persen pada 2025 hingga mencapai target 5,2 persen.
Ekonom Senior Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), Teguh Dartanto, mengatakan, program MBG dengan anggaran Rp 71 triliun tidak akan membebani keuangan negara asalkan penerimaan negara bisa ditingkatkan.
Ini dengan asumsi penerimaan negara dapat tumbuh 5 persen dan hasilnya dialokasikan ke program makan gratis. ”Dengan demikian, pembiayaan program murni berasal dari tambahan penerimaan negara. Diperlukan upaya efisiensi dan realokasi anggaran untuk pembiayaan program makan bergizi,” katanya.
Program ini bisa berjalan jika pemerintah daerah dan sekolah menjadi ujung tombak di depan.
Ia menilai, program tersebut akan menantang untuk diterapkan di lapangan mengingat kondisi geografis Indonesia yang luas. Isu logistik dan distribusi, skala program, serta kondisi makanan yang mudah busuk merupakan beberapa kendala yang menambah kompleksitas program.
”Program ini bisa berjalan jika pemerintah daerah dan sekolah menjadi ujung tombak di depan. Membentuk badan baru bukan pekerjaan mudah karena pemerintah bisa disibukkan juga dengan urusan membangun badan baru dibandingkan dengan mengeksekusi program,” ujar Teguh.