Pembatasan Pertalite Mulai Oktober, Apa yang Harus Dilakukan Pengguna Kendaraan Bermotor?
Tarik ulur rencana pembatasan pertalite sudah muncul sejak 2022.
Informasi apa yang Anda peroleh dari artikel ini?
1. Mengapa pembatasan pertalite dilakukan?
2. Sejak kapan pembatasan digaungkan?
3. Kapan pembatasan akan berlaku?
4. Kendaraan apa yang bisa menggunakan pertalite?
5. Apa yang perlu dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor?
6. Pendataan pengguna pertalite sudah dilakukan di mana saja?
7. Apa yang perlu dilakukan agar pembatasan ini efektif?
Wacana pembatasan bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite kembali mengemuka saat pembahasan rancangan pendapatan dan belanja negara (RAPN 2025) dilakukan. Pemerintah kerap kali melontarkan isu soal pembatasan, tetapi eksekusinya masih terus tarik ulur.
Dengan harga Rp 10.000 per liter, pertalite, BBM dengan nilai RON (research octane number) 90 itu masih menjadi BBM andalan masyarakat. Bandingkan misalnya dengan BBM nonsubsidi jenis pertamax (RON 92), yang dilansir dari MyPertamina.id, (31/8/2024), harganya antara 12.600 hingga Rp 14.200 per liter tergantung tempatnya.
Tahun ini, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menetapkan kuota pertalite sebesar 31,7 juta kiloliter, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2023 yang mencapai 32,5 juta kiloliter. Salah satu faktor penurunan kuota bahan bakar minyak bersubsidi itu di antaranya adalah realisasi pada 2023 sebesar 92,24 persen kuota.
Baca juga: Rencana Pengaturan BBM Kembali Mengemuka
Mengapa pembatasan Pertalite dilakukan?
Menjawab pertanyaan wartawan seusai meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak RS Sardjito, Yogyakarta, Rabu (28/8/2024), Presiden Joko Widodo mengatakan pembatasan dilakukan sebagai upaya pemerintah menekan emisi gas rumah kaca serta pengurangan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). ”Pertama, ini berkaitan, utamanya di Jakarta, dengan polusi. Yang kedua, kita juga ingin ada efisiensi di APBN kita, terutama untuk yang tahun 2025,” kata Joko Widodo.
Sebagai negara net importer minyak, secara umum, transaksi berjalan minyak pada neraca pembayaran selalu defisit. Defisit pada 2021 mencapai 15,693 miliar dollar AS. Pada 2022 nilainya naik hampir dua kali lipat menjadi 28,927 miliar dollar AS. Pada 2023, defisit transaksi berjalan minyak 23,692 miliar dollar AS.
Adapun subsidi energi untuk BBM jenis tertentu dan elpiji 3 kilogram pada 2024 ditargetkan Rp 133,3 triliun, meningkat tajam dibandingkan tahun 2023 yang realisasinya mencapai Rp 95,6 triliun. Pada RAPBN 2025, subsidi energi untuk BBM dan elpiji dipatok Rp 114,3 triliun.
Dalam rapat kerja Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadialia dengan Komisi VII DPR RI, Selasa (27/8/2024) disampaikan total volume BBM bersubsidi yang dialokasikan pada tahun 2025 mencapai 19,41 juta kiloliter (kl). Angka itu turun dibandingkan pagu BBM susbidi tahun 2024, yakni 19,58 juta kl.
Bahlil mengatakan penurunan didorong oleh rencana efisiensi penyaluran BBM bersubsidi tahun 2025 agar lebih tepat sasaran. ”Harapannya jangan ada lagi mobil-mobil mewah memakai barang-barang subsidi,” kata Bahlil, dikutip dari situs Kementerian ESDM.
Baca juga: Kuota Pertalite 2024 Turun
Sejak kapan pembatasan digaungkan?
Catatan Kompas, rencana pengaturan BBM bersubsidi/kompensasi, khususnya pertalite, telah digaungkan sejak 2022 saat terjadi lonjakan harga minyak mentah hingga mendekati 120 dollar AS per barrel. Pada saat itu muncul rencana penerbitan revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang bertujuan memangkas ketidaktepatsasaran subsidi/kompensasi BBM.
Meski demikian, hingga hari pertama September 2024, ini belum ada regulasi yang mengatur siapa saja yang berhak membeli BBM jenis pertalite. Tanpa ada payung hukum, mobil-mobil mewah bebas ”minum” pertalite di SPBU.
Padahal, BBM tersebut dikompensasi oleh pemerintah untuk kalangan tidak mampu. Hingga kini, pertalite menjadi jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Baca juga: Babak Lain Wacana Pembatasan Pertalite
Rencana revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 kerap muncul saat harga minyak mentah bergejolak. Melibatkan tiga kementerian, yakni Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan, rencana revisi perpres itu tidak jelas ujungnya sampai saat ini.
Kini, rencana pengaturan kriteria pengguna pertalite ataupun BBM bersubsidi bakal dituangkan dalam permen ESDM.
Sejak 2022, Pertamina juga telah mendata konsumen pertalite dengan mekanisme pemindaian kode respons cepat (QR) pada kendaraan roda empat atau lebih di SPBU. Program ini dilakukan sebagai upaya agar sistem sudah siap saat regulasi disahkan kelak.
Namun, lantaran regulasi yang ditunggu tak juga terbit, pembatasan belum dilakukan, program Subsidi Tepat pun relatif hanya untuk memetakan pengguna pertalite.
Kapan pembatasan akan berlaku?
Sejauh ini, rencana penerapan pembatasan distribusi BBM bersubsidi pertalite masih menunggu peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Mustika Pertiwi saat dihubungi pada Jumat (30/8/2024) mengatakan, pihaknya masih menunggu Peraturan Menteri ESDM. Peraturan itu sebagai pengganti revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Eceran Bahan Bakar Minyak. Revisi dilakukan agar jenis BBM Tertentu (JBT) dalam hal ini solar dan jenis BBM khusus penugasan (JBKP), yakni pertalite tepat sasaran.
Dalam beberapa hari terakhir tersiar kabar penerapan pembatasan pertalite, berikut kriterianya, bakal diterapkan pada 1 Oktober 2024. Kementerian ESDM memastikan, belum ada waktu pasti penerapan ketentuan itu.
Kendaraan apa yang masih bisa menggunakan pertalite?
Anggota BPH Migas, Saleh Abdurrahman, mengatakan, kajian-kajian yang dilakukan BPH Migas bersama lembaga dan perguruan tinggi akan menjadi acuan dalam implementasi pembatasan pertalite.
Merujuk kajian itu, target penerima pertalite mencakup sepeda motor dan kendaraan roda empat yang mencakup, kendaraan roda empat pribadi dengan kapasitas 1.400 cc ke bawah, kendaraan roda empat komersial barang, kendaraan roda empat komersial penumpang, dan kendaraan roda empat layanan umum.
Baca juga: Pertalite Bakal Dibatasi, Apa yang Harus Dilakukan Pemilik Mobil
Apa yang perlu dilakukan oleh pengguna kendaraan bermotor?
Dalam pelaksanaannya, khusus untuk kendaraan roda empat diwajibkan memiliki kode respons cepat setiap mengisi pertalite. Dengan kata lain, kendaraan mesti terdaftar dalam sistem Pertamina. Lantas bagaimana cara mendaftarkannya?
Mengutip data Pertamina, pemilik mobil yang belum mendaftarkan kendaraannya dapat melakukan registrasi, baik secara daring di laman Subsiditepat.mypertamina.id atau secara luring di gerai pendaftaran yang telah ditentukan.
Dokumen yang perlu disiapkan, untuk mobil pribadi adalah foto KTP, foto diri, foto STNK depan dan belakang, foto kendaraan tampak semua sisi, dan foto nomor polisi kendaraan.
Baca juga: Jika Pembatasan Diterapkan, Tak Semua Mobil Akan Bisa "Minum" Pertalite
Pada pengisian secara daring, pemilik kendaraan akan diminta mengisi sejumlah data, mengunggah dokumen, dan memilih jenis BBM subsidi, solar atau pertalite. Pendaftaran pelanggan BBM subsidi itu akan melalui proses konfirmasi data dalam tujuh hari kerja.
Apabila sudah terkonfirmasi, pelanggan akan mendapat kode QR untuk diunduh, baik melalui aplikasi MyPertamina maupun laman Subsidi Tepat. Kode QR itu yang bakal digunakan setiap mengisi BBM bersubsidi di SPBU-SPBU Pertamina.
Lantas, bagaimana teknis pengisian saat aturan diterapkan?
Pertama-tama, petugas SPBU bakal memindai QR yang dibawa oleh pemilik kendaraan. Apabila terkonfirmasi terdata dalam sistem, kendaraan dapat diisi pertalite. Pertalite akan keluar dari nozzle dispenser BBM di SPBU secara otomatis.
Baca juga: Benarkah Era Pertalite Perlahan Berakhir?
Pendataan pengguna pertalite sudah dilakukan di mana saja?
Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari, melalui keterangan tertulis, Kamis (29/8/2024), menuturkan, pihaknya terus mengintensifkan pendaftaran subsidi tepat Pertalite di wilayah wave 1, yakni Jawa, Madura, Bali (Jamali) dan sebagian wilayah non-Jamali, yaitu Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Timur.
Baca juga: Muncul Rencana Pembatasan BBM Subsidi, Pertamina Pastikan Digitalisasi
Apa yang perlu dilakukan agar pembatasan ini efektif?
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep), Akmaluddin Rachim, berpendapat, pengaturan pembatasan penggunaan subsidi energi melalui permen ESDM mesti dikaji dan dipertimbangkan ulang agar tak menimbulkan masalah lebih besar ke depan. Seharusnya pengaturan dituangkan dalam regulasi berupa revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014, bukan setingkat peraturan menteri.
”(Perlu kajian matang) karena subsidi energi ini menyangkut hajat hidup orang banyak yang lebih luas. Kebijakan subsidi energi ini bukan cuma di wilayah Kementerian ESDM, tetapi juga beberapa kementerian lain. Lalu, dalam menerbitkan kebijakan, perlu ada partisipasi publik agar dapat diimplementasikan dengan baik,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah juga harus lebih gencar mengedukasi publik. Selain soal peruntukan BBM subsidi hanya bagi kalangan tidak mampu, juga terkait teknis penggunaan jenis BBM sesuai dengan karakteristik mesin kendaraan. Artinya, bukan sekadar mencari BBM murah, tetapi di sisi lain ada hak warga kalangan tak mampu yang dirampas karena penyaluran subsidi salah sasaran.
Baca juga: Subsidi BBM untuk Siapa