Tak Hanya Bisnis, RI-Afrika Bahas Pula Perubahan Iklim dan Pembiayaan
Transfer pengetahuan dan praktik-praktik terbaik di berbagai sektor perlu dibagikan agar dapat diadopsi setiap negara.
BADUNG, KOMPAS — Dalam dua forum tingkat tinggi Indonesia-Afrika yang digelar di Nusa Dua, Bali, Indonesia-Afrika tidak hanya mengincar kerja sama ekonomi. RI dan sejumlah negara Afrika juga akan berupaya mengatasi perubahan iklim dan persoalan pembiayaan pembangunan.
Dua sasaran kerja sama ekonomi dan nonekonomi itu akan dibahas dalam Forum Indonesia-Afrika (IAF) Ke-2 dan Forum Tingkat Tinggi Kemitraan Multipihak (HLF MSP) pada 1-3 September 2024. Acara yang akan dibuka Presiden Joko Widodo pada 2 September 2024 itu dihadiri sekitar 1.400 peserta dari 26 negara.
Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Abdul Kadir Jailani mengatakan, kerja sama RI-Afrika sudah berlangsung lama. RI telah mengekspor vaksin ke 41 negara Afrika, mendirikan pabrik mi instan di Nigeria, dan mengoperasikan kilang minyak atsiri cengkeh di Zanzibar, serta mengekspor alat pertanian dan pupuk ke sejumlah negara di Afrika.
”Untuk IAF 2024 ini, terdapat sejumlah kerja sama ekonomi baru yang akan ditandatangani yang nilainya ditaksir sekitar 3,5 miliar dollar AS. Jumlah ini jauh di atas capaian IAF 2018 yang sebesar 568 juta dollar AS,” katanya dalam konferensi pers di Bali Nusa Dua Convention Center, Minggu (1/9/2024).
RI telah mengekspor vaksin ke 41 negara Afrika, mendirikan pabrik mi instan di Nigeria, dan mengoperasikan kilang minyak atsiri cengkeh di Zanzibar.
Baca juga: Prabowo dan Xanana Bakal Jadi Pembicara Kunci di Forum Tingkat Tinggi RI-Afrika
Kemenlu mencatat, beberapa nota kesepahaman (MoU) menonjol yang akan ditandatangani dalam IAF 2024 terutama di bidang energi terbarukan dan kesehatan. Di bidang energi, terdapat MoU pengembangan panas bumi antara PT PLN (Persero) dan Tanesco Tanzania serta sejumlah MoU yang dilakukan PT Pertamina (Persero).
Di bidang kesehatan, terdapat perjanjian utama transfer teknologi kesehatan antara Bio Farma dan Atlantic Life Sciences Ghana, MoU Bio Farma dengan NatPharm Zimbabwe, dan kerja sama transfer teknologi vaksin antara Bio Farma dan BioVax Kenya. Selain itu, terdapat pula bidang dirgantara, yaitu letter of intent antara PT Dirgantara Indonesia dan perusahaan di Kongo dan Senegal.
Sementara itu, Pertamina akan mengumumkan empat kerja sama yang sudah berjalan beberapa bulan terakhir dalam IAF 2024. VP Business Development International Market Pertamina Litta Indriya Ariesca mengatakan, kerja sama pertama adalah dengan Tanzania dalam bidang capacity building untuk pengembangan upstream di Tanzania.
Kedua, kerja sama ekspor produk pelumas dari Pertamina Lubricants ke Tanzania. Ekspor perdana ke Tanzania telah dilakukan pada April 2024. Selain itu, juga bidang bahan bakar aviasi dengan Mesir.
”Ketiga, kerja sama antara anak perusahaan kami, yaitu Pertamina Training Consulting, bersama Namibia, MoU telah ditandatangani 1 Agustus lalu untuk capacity building,” kata Litta di Jakarta, Kamis (29/8/2024).
Baca juga: Forum Parlemen Indonesia-Afrika Dukung Diplomasi Ekonomi RI di Afrika
Pertamina juga akan mengumumkan kerja sama anak perusahaan, yakni PT Pertamina Internasional EP (PIEP), dengan Maurel & Prom S.A (M&P) di Tanzania. Anak perusahaan itu telah mengakuisisi sebagian perusahaan minyak dan gas Wentworth Resource PLC yang telah selesai pada 2023.
Menurut Jailani, forum ini diharapkan dapat menjadi platform konkret menghidupkan lagi Bandung Spirit 1955. Bandung Spirit adalah tekad mempererat solidaritas Asia dan Afrika, khususnya sekarang pada korporasi ekonomi.
Signifikansi IAF adalah kembali ke 2018. Sebelumnya, Indonesia dan masyarakat internasional melihat Afrika sebagai benua penuh konflik dan kemiskinan. Di saat yang sama, Afrika begitu kaya dengan potensi ekonomi untuk masa depan. Sebelumnya, hubungan dagang Indonesia dan Afrika rendah. Tetapi, sejak reorientasi, jumlah perdagangan Indonesia-Afrika terus meningkat.
”Soal mineral, kita kaya, tapi tetap butuh mineral yang lain. Salah satunya, Mind ID dan Stamico Tanzania tengah menjajaki kerja sama soal litium yang diperlukan untuk industri baterai,” katanya.
Direktur Afrika Kementerian Luar Negeri Dewi Justicia Meidiwaty menambahkan, negara-negara Afrika juga tertarik melihat upaya Indonesia dalam hilirisasi nikel. ”Kita sudah lebih maju di sisi itu dari Afrika,” katanya.
Baca juga: Wamenlu Pahala: RI-Afrika Bakal Wujudkan Rantai Pasok Empat Sektor Strategis
Peran Indonesia Aid
Sementara dalam HLF MSP 2024, Indonesia-Afrika akan menyorot sejumlah isu utama yang tengah dihadapi negara-negara berkembang. Tiga di antaranya terkait percepatan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), perubahan iklim, dan pembiayaan pembangunan.
Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bogat Widyatmoko menuturkan, kerja sama RI-Afrika tidak hanya berfokus pada bisnis, tetapi juga pembangunan ekonomi bernilai tambah, kesejahteraan masyarakat, dan mengatasi dampak perubahan iklim. Transfer pengetahuan dan praktik-praktik terbaik di berbagai sektor itu perlu dibagikan agar dapat diadopsi negara-negara yang membutuhkan.
Termasuk di antaranya terkait dengan hilirisasi tambang mineral dan penerapan teknologi pertanian tahan perubahan iklim. Selain itu, ada juga pengelolaan energi baru terbarukan, seperti panas bumi dan ekonomi biru.
”Namun, yang paling penting dan menjadi persoalan mendasar adalah terkait pembiayaan. Ini lantaran keuangan negara-negara berkembang terbatas untuk membiayai pembangunan. Melalui forum ini, kami ingin ada skema-skema pembiayaan inovatif yang bisa diadopsi bersama,” katanya.
Transfer pengetahuan dan praktik-praktik terbaik di berbagai sektor itu perlu dibagikan agar dapat diadopsi negara-negara yang membutuhkan.
Baca juga: Bertemu di Bali, RI-Afrika Bakal Perkuat Skema Pembiayaan Inovatif
Menurut Bogat, RI terus mengembangkan Indonesian Agency for International Development (AID) atau Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional. Indonesia AID diharapkan tidak sekadar menangani dana hibah internasional, tetapi juga untuk peningkatan kapasitas dan wadah pengelolaan pembiayaan inovatif tingkat internasional.
”Ini yang tengah kami kaji sehingga ketika Indonesia berinvestasi di sejumlah negara dunia selatan, khususnya Afrika, pembiayaannya bisa lebih terjamin,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Bogat, HLF MSP tidak hanya melibatkan pengambil kebijakan, tetapi juga badan usaha milik pemerintah, sektor swasta, dan filantropi. Tujuannya agar mereka turut terlibat dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan sekaligus turut memikirkan pembiayaan-pembiayaan inovatifnya.
Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Amalia Adininggar Widyasanti menambahkan, salah satu bentuk pembiayaan inovatif itu adalah pendanaan campuran. Pendanaan campuran itu bisa dalam bentuk tunai atau nontunai yang menyasar pembangunan tertentu.
RI telah mengadopsi pendanaan campuran itu dalam pembangunan desa wisata. Proyek percontohannya adalah di Desa Serangan, Denpasar, Bali. ”Kami memobilisasi investasi dan membangun infrastruktur tanpa membebani APBN atau APBD. Skema ini mencakup berbagai sumber dana, termasuk sektor swasta,” katanya.
Selain itu, RI juga bakal membahas salah satu pembiayaan inovatif global, yakni Aliansi Pendanaan Campuran Global (Global Blended Finance Alliance/GBFA). Salah satu sasarannya adalah menyediakan pendanaan yang berkelanjutan dan inklusif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.