Jika Pembatasan Diterapkan, Tak Semua Mobil Akan Bisa ”Minum” Pertalite
Tak semua kendaraan akan bisa membeli pertalite jika pemerintah jadi menerapkan pembatasan subsidi BBM.
JAKARTA, KOMPAS — Rencana penerapan pembatasan distribusi BBM bersubsidi pertalite masih menunggu peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Menurut rencana, tak semua kendaraan bisa membeli pertalite di stasiun pengisian bahan bakar umum.
”Menunggu Permen ESDM (sebagai pengganti Revisi Perpres No 191/2014) mendapat persetujuan Presiden, JBT (Jenis BBM Tertentu/solar) dan JBKP (Jenis BBM Khusus Penugasan/pertalite) Tepat Sasaran,” kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Mustika Pertiwi, saat dihubungi pada Jumat (30/8/2024).
Menunggu Permen ESDM mendapat persetujuan Presiden.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Mustika tak menyebut rincian kriteria pengguna pertalite yang akan diatur. Namun, diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan wacana sebelumnya yang pernah mengemuka. Di antaranya hanya sepeda motor, angkutan umum/barang, serta mobil pribadi dengan kapasitas mesin di bawah 1.400 cc yang berhak mengakses. ”Di antaranya seperti itu,” lanjut Mustika.
Dalam beberapa hari terakhir tersiar kabar penerapan pembatasan pertalite berikut kriterianya bakal diterapkan pada 1 Oktober 2024. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan, aturan terkait itu bakal tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM. Belum ada waktu pasti penerapan ketentuan yang bertujuan membuat subsidi BBM menjadi lebih tepat sasaran itu.
Baca juga: Muncul Rencana Pembatasan BBM Subsidi, Pertamina Pastikan Digitalisasi
Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), Saleh Abdurrahman, mengatakan, kajian-kajian yang dilakukan BPH Migas bersama lembaga dan perguruan tinggi akan menjadi acuan dalam implementasi pembatasan pertalite.
”Contoh yang JBKP, (hanya untuk) di bawah 1.400 cc. Untuk regulasinya, seperti disampaikan Menteri ESDM, akan sosialisasi dulu jika perpres/permennya sudah terbit,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengakui ada rencana penerapan kriteria warga yang berhak membeli BBM subsidi/kompensasi. Ketentuan ini akan diatur dalam Permen ESDM. Pihaknya masih membahas sosialisasi yang akan dilakukan begitu permen tersebut terbit.
Sebelumnya, Presiden Jokowi menyatakan bahwa wacana penerapan pembatasan distribusi pertalite masih akan dikaji pemerintah. Bahkan, Presiden saat itu mengatakan belum ada keputusan dari pemerintah.
”Saya kira kita masih dalam proses (menuju) sosialisasi. Kita akan melihat di lapangan seperti apa. Belum ada keputusan. Belum ada rapat,” kata Presiden menjawab pertanyaan wartawan seusai meresmikan Gedung Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak RS Sardjito, Yogyakarta, Rabu (28/8/2024).
Pertimbangan pembatasan itu, Jokowi melanjutkan, terkait upaya pemerintah menekan emisi gas rumah kaca serta pengurangan beban APBN. ”Pertama, ini berkaitan, utamanya di Jakarta, dengan polusi. Yang kedua, kita juga ingin ada efisiensi di APBN kita, terutama untuk yang tahu 2025,” kata Joko Widodo.
Baca juga: Babak Lain Wacana Pembatasan Pertalite
Catatan Kompas, rencana pengaturan BBM bersubsidi/kompensasi, khususnya pertalite, telah digaungkan sejak 2022 saat terjadi lonjakan harga minyak mentah hingga mendekati 120 dollar AS per barel. Muncul rencana penerbitan revisi Perpres Nomor 191/2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM yang bertujuan memangkas ketidaktepatsasaran subsidi/kompensasi BBM.
Meski demikian, hingga detik ini belum ada regulasi yang mengatur siapa saja yang berhak membeli BBM jenis pertalite. Tanpa ada payung hukum, mobil-mobil mewah bebas ”minum” pertalite di SPBU.
Padahal, BBM tersebut dikompensasi oleh pemerintah untuk kalangan tidak mampu. Hingga kini, pertalite menjadi jenis BBM yang paling banyak dikonsumsi masyarakat.
Rencana revisi Perpres Nomor 191 Tahun 2014 kerap muncul saat harga minyak mentah bergejolak. Melibatkan tiga kementerian, yakni Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan, rencana revisi perpres itu tidak jelas ujungnya sampai saat ini. Kini, rencana pengaturan kriteria pengguna pertalite ataupun BBM bersubsidi bakal dituangkan dalam Permen ESDM.
Sejak 2022, Pertamina juga telah mendata konsumen pertalite dengan mekanisme pemindaian kode respons cepat (QR) pada kendaraan roda empat atau lebih di SPBU. Program subsidi tepat itu sejatinya salah satu perangkat upaya agar sistem sudah siap saat regulasi disahkan kelak.
Saat dikonfirmasi kesiapan Pertamina mengenai rencana pengaturan kriteria pembeli pertalite, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Patra Niaga Heppy Wulansari hanya menjawab, ”Kita tunggu dulu regulasinya.”
Salah satu upaya, ialah pengaturan titik-titik SPBU yang menjual BBM subsidi.
Sebelumnya, melalui keterangan tertulis, Heppy menjelaskan, pertalite ialah salah satu BBM subsidi sehingga pengaturan oleh regulator dimaksudkan agar penyalurannya tepat sasaran. Salah satu upaya adalah pengaturan titik-titik SPBU yang menjual BBM subsidi.
Pengaturan sedianya dilakukan BPH Migas dengan mempetimbangkan beberepa faktor, antara lain jalur transportasi umum, tak berada di area pemukiman menengah ke atas, dan di luar daerah industri.
Pertamina pun terus mendata pengguna BBM subsidi melalui pendaftaran kode QR. ”Pertamina Patra Niaga mengajak seluruh masyarakat untuk bijak dalam menggunakan BBM subsidi. (Pertamina juga) membantu pemerintah mengindentifikasi siapa saja pengguna BBM bersubsidi dari penggunaan QR code sebagai syarat untuk menggunakan BBM Pertalite,” ujarnya, Kamis (29/8/2024).
Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim berpendapat, pengaturan pembatasan penggunaan subsidi energi melalui Permen ESDM mesti dikaji dan dipertimbangkan ulang agar tak menimbulkan masalah lebih besar ke depan. Seharusnya pengaturan dituangkan dalam regulasi berupa revisi Perpres No 191/2014, bukan setingkat peraturan menteri.
”(Perlu kajian matang) karena subsidi energi ini menyangkut hajat hidup orang banyak yang lebih luas. Kebijakan subsidi energi ini bukan cuma di wilayah Kementerian ESDM, tetapi juga beberapa kementerian lain. Lalu, dalam menerbitkan kebijakan, perlu ada partisipasi publik agar dapat diimplementasikan dengan baik,” katanya.
Ia menambahkan, pemerintah juga harus lebih gencar mengedukasi publik. Selain soal peruntukan BBM subsidi hanya bagi kalangan tidak mampu, juga terkait teknis penggunaan jenis BBM sesuai dengan karakteristik mesin kendaraan. Artinya, bukan sekadar mencari BBM murah, tetapi di sisi lain ada hak warga kalangan tak mampu yang dirampas karena penyaluran subsidi salah sasaran.
Dalam menerbitkan kebijakan perlu ada partisipasi publik agar dapat diimplementasikan dengan baik.
Berdasarkan penetapan BPH Migas, kuota pertalite pada 2024 sebanyak 31,7 juta kiloliter (KL) atau lebih rendah daripada tahun 2023 yang sebanyak 32,5 juta KL. Salah satu faktor penurunan kuota bahan bakar minyak bersubsidi itu, antara lain, realisasi tahun 2023 yang sebesar 92,24 persen dari kuota.