Mengapa Pengemudi Ojol Demo?
Para pengemudi ojek ”online” berunjuk rasa di Jakarta, Kamis (29/8/2024). Apa yang sedang terjadi?
Para pengemudi ojek daring atau online berbondong-bondong berunjuk rasa di Jakarta, Kamis (29/8/2024). Mereka mematikan aplikasi layanan mulai pukul 12.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.
Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan mereka? Mengapa mereka sampai berunjuk rasa? Apa yang dituntut oleh mereka yang setiap hari membantu mengantar puluhan bahkan ratusan ribu pekerja di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia dari satu tempat ke tempat lainnya itu?
Apa yang Anda pelajari dari artikel ini?
1. Mengapa pengemudi ojek daring berunjuk rasa?
2. Seperti apa upah mereka?
3. Bagaimana hubungan kerja dengan perusahaan penyedia aplikasi?
4. Apa yang pemerintah akan lakukan?
1. Mengapa pengemudi ojek daring berunjuk rasa?
Pengojek daring menilai ada ketidakadilan dalam model bisnis antara aplikator dan mitra pengemudi. ”Fokus tuntutan pada potongan tarif dari aplikator yang tidak adil dan merugikan mitra pengemudi. Kami minta ada intervensi dari pemerintah,” ujar Ketua Umum Garda Indonesia Igun Wicaksono.
Zaki, sopir lainnya, mengatakan, aplikator terlalu banyak memotong tarif. Contohnya, dari tarif senilai Rp 16.000 untuk rute pendek, ia hanya kebagian Rp 8.000-Rp 10.000.
Sementara beberapa tahun lalu, ia bisa mengantongi Rp 12.000. Belum lagi ada bonus dengan besaran tertentu ketika mencapai target harian. ”Kami hanya minta keadilan. Sekarang cari kerja susah. Jangan manfaatkan kesusahan kami,” katanya.
Satrio, pengojek online lainnya, mengatakan, besarnya potongan tarif memberatkan pengojek daring. Padahal, mereka tidak hanya menjemput dan mengantar, ada waktu menunggu, kemacetan, dan faktor lainnya, seperti cuaca, yang harus jadi pertimbangan tarif.
”Minimal kembalikan seperti dulu. Kami jangan dibuat seperti sapi perah,” katanya.
Baca juga: Hari Ini Unjuk Rasa, Ojek ”Online” Matikan Aplikasi Layanan Lima Jam
2. Seperti apa upah mereka?
Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati mengungkapkan bahwa pendapatan pengemudi terus mengalami penurunan. Hal ini terjadi karena perang tarif antara platform, seperti Gojek, Grab, Maxim, Shopee, Indrive, dan Lalamove.
”Platform digital di bidang layanan transportasi (ride hailing) sewenang-wenang mengatur tarif rendah karena menganggap hubungannya dengan pekerja ojol adalah sebagai hubungan kemitraan. Dengan status mitra ini, maka para pekerja ojol dan kurir secara otomatis menjadi kehilangan hak-haknya sebagai pekerja. Pekerja platform terpaksa bekerja lebih dari 8 jam kerja yang rawan akan kelelahan dan kecelakaan kerja,” katanya.
Lily mengungkapkan, pengemudi, karena status mitra, tidak mendapatkan upah yang layak secara bulanan karena hanya dihargai bila mendapatkan orderan. Dengan sendirinya, mereka tidak mendapatkan upah lembur layaknya pekerja pada umumnya.
”Untuk itu, kami mendukung setiap aksi protes yang terus dilakukan di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Dan kami menuntut agar pekerja platform seperti ojol, taksi daring, dan kurir diakui sebagai pekerja tetap,” imbuh Lily.
Baca juga: THR, Kesejahteraan Ojek Daring, dan Kurir Logistik
3. Bagaimana hubungan kerja dengan perusahaan penyedia aplikasi?
Presiden Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia Irham Ali Saifuddin saat dihubungi pada Kamis (29/8/2024) mengatakan, tidak sepenuhnya benar bahwa pekerja kemitraan pada platform digital diakui negara sejak dulu.
Istilah kemitraan tidak secara eksplisit diatur oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan ataupun UU No 6/2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 2/2022 tentang Cipta Kerja menjadi undang-undang. Istilah kemitraan hanya tercantum dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1313.
Irham berpendapat, pemerintah seharusnya bergerak cepat untuk menutupi lubang hukum ini karena perubahan bentuk relasi kerja yang terjadi belakangan. Tujuannya, agar ada kepastian pengakuan pekerja yang selama ini bekerja dalam pola kemitraan dan perlindungan terhadap pekerja.
”Adanya lubang hukum ini membuat pekerja dalam hubungan kemitraan rentan terhadap eksploitasi dan juga eksklusi dari hak-hak yang seharusnya didapatkan,” ujarnya.
Baca juga: Ojek ”Online” Demo di Tengah Penyusunan Regulasi Pekerja Platform Digital
Analis Indonesia Labor Institute, Rekson Silaban, Kamis (29/8/2024), berpendapat, kerja layak bagi pekerja platform digital susah. Apalagi, jika status hukum mereka ialah kemitraan, maka kerja layak sulit ditegakkan. Prinsip kemitraan yang diatur pada Pasal 104 UU No 20/2008 tentang Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah, yaitu saling memerlukan, memercayai, memperkuat, dan menguntungkan.
Pola hubungan kemitraan yang sekarang dijalani pekerja pada platform digital, terutama ojol, hanya palsu. Sebab, ojol juga bekerja selayaknya pekerja pada umumnya.
”Mereka (ojol) lebih tepat dikategorikan pekerja ketimbang mitra. Definisi hubungan kerja yang cocok untuk mereka sesuai peraturan perundang-undangan yang ada (UU No 13/2003) ialah perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Akan tetapi, karena banyak di antara ojol bekerja pada dua -tiga aplikasi, maka pengaturan upah, jaminan sosial, jam kerja harus diatur dalam regulasi tersendiri,” tutur Rekson.
4. Apa yang dilakukan pemerintah?
Kementerian Ketenagakerjaan menargetkan regulasi perlindungan bagi tenaga kerja luar hubungan kerja layanan angkutan berbasis aplikasi atau pengemudi/pengojek daring selesai Desember 2024. Regulasi ini kelak akan mengatur mulai dari definisi pekerja luar hubungan kerja hingga penyelesaian perselisihan.
Langkah itu dinilai paling memungkinkan dalam waktu dekat untuk melindungi para pengemudi daring meskipun idealnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan perlu direvisi.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Nabiyla Risfa Izzati, Selasa (21/5/2024), mengatakan, praktik hubungan mitra tidak terbatas pada pekerja angkutan berbasis aplikasi. Jika pemerintah hanya mengatur regulasi untuk segmen itu saja, akan terjadi kesenjangan hukum di pasar kerja.
”Hal yang ideal ialah merevisi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, revisi akan memerlukan waktu banyak. Pengaturan lewat permenaker (peraturan menteri ketenagakerjaan) paling memungkinkan dilakukan saat ini,” ucap Nabiyla.
Baca juga: Permenaker Perlindungan Pengemudi Daring Ditargetkan Selesai Desember 2024