Apa yang Terjadi dengan Gratifikasi pada Oknum Bursa Efek Indonesia?
Seluruh insan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun, tak terbatas pada uang, makanan, dan/atau barang.
Apa yang Anda dapatkan dari artikel ini?
1. Bagaimana kasus gratifikasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) terjadi?
2. Sejumlah kecurigaan sudah muncul, apa saja itu?
3. Apa langkah yang dilakukan BEI dan apa usulan pengamat?
4. Apa itu kebijakan papan pemantauan khusus?
5. Bagaimana tanggapan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
6. Apa usulan pengamat?
Bursa Efek Indonesia atau BEI sedang menjadi sorotan setelah kasus gratifikasi yang sejauh ini menimpa lima pegawainya terungkap.
Bagaimana kasus ini terjadi?
Kabar adanya pelanggaran itu beredar dari selembar surat berisi kronologi kasus gratifikasi yang berakhir dengan pemecatan lima karyawan BEI antara Juli dan Agustus 2024. Surat itu diterima awak media pada Senin (26/8/2024).
Adapun surat yang beredar menyampaikan, lima karyawan dari Divisi Penilaian Perusahaan yang bertanggung jawab terhadap penerimaan calon emiten meminta sejumlah imbalan uang dan gratifikasi atas jasa analisis kelayakan calon emiten untuk dapat tercatat sahamnya di BEI. Praktik oknum itu berlangsung beberapa tahun, dengan nilai uang imbalan berkisar ratusan juta sampai satu miliaran rupiah per emiten.
Baca juga: Ada Gratifikasi, BEI Perlu Perketat Pengawasan Proses Pencatatan Saham
Sejumlah kecurigaan sudah muncul, apa saja itu?
Pengamat pasar modal, Teguh Hidayat, saat dihubungi pada Selasa (27/8/2024) mengatakan, kabar ini membuka kecurigaannya terkait maraknya kegiatan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) setidaknya enam tahun terakhir. Meski fenomena ini bisa menjadi indikasi positif, ia menilai justru sebaliknya.
”Di tahun 2017-2016, kegiatan IPO hanya 30-35 emiten. Tapi, sejak 2018 jadi 50 dan terakhir di 2023 sampai 80 emiten, hingga emiten di bursa bisa mencapai 900 perusahaan. Tapi, sekarang semakin banyak emiten yang kinerjanya fundamentalnya enggak layak. Ini menimbulkan tanda tanya, kenapa diloloskan?” tuturnya.
Teguh mengamati, ketidaklayakan sebagian emiten dalam beberapa tahun belakangan ini tidak hanya terkait besaran aset perusahaan. Ini juga menyangkut kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan, kemampuan membayar dividen, serta penerapan tata kelola dan tanggung jawab perusahaan yang baik.
Kecurigaan ini juga ia baca dari banyaknya perusahaan yang terjaring aturan papan pemantauan khusus, yang umumnya menyangkut masalah perdagangan.
Kebijakan yang baru diberlakukan tersebut sejauh ini menyaring lebih dari 200 perusahaan atau sekitar seperempat dari total perusahaan yang tercatat di bursa. Perusahaan yang masuk pemantauan ini, dari analisis Teguh, sebagian besar juga perusahaan yang baru terdaftar di bursa.
Apa itu kebijakan papan pemantauan khusus?
Papan pemantauan khusus, yang berlaku sejak 12 Juni 2023, merupakan papan perdagangan berisi saham-saham yang memenuhi satu atau lebih dari 11 kriteria pemantauan khusus. Kriteria itu adalah memiliki likuiditas rendah, memiliki ekuitas negatif, dituntut pailit, dikenai penghentian perdagangan sementara karena masalah aktivitas perdagangan, dan lain sebagainya. Saham yang masuk dalam daftar ini akan mendapat notifikasi ”X”.
Lebih jelasnya, kriteria saham yang masuk papan pemantauan khusus adalah sebagai berikut:
1. Harga rata-rata saham selama enam bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar reguler periodic call auction kurang dari Rp 51.
2. Laporan keuangan auditan terakhir mendapatkan opini tidak menyatakan pendapat disclaimer.
3. Tidak membukukan pendapatan atau tidak terdapat perubahan pendapatan pada laporan keuangan auditan dan/atau laporan keuangan interim terakhir dibandingkan dengan laporan keuangan yang disampaikan sebelumnya.
4. Perusahaan tambang minerba yang belum memperoleh pendapatan dari bisnis inti hingga tahun buku ke-4 sejak tercatat di bursa.
5. Memiliki ekuitas negatif pada laporan keuangan terakhir.
6. Tidak memenuhi persyaratan untuk tetap dapat tercatat di bursa sebagaimana diatur Peraturan Nomor I-A dan I-V (public float).
7. Memiliki likuiditas rendah dengan kriteria nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar reguler periodic call auction.
8. Perusahaan tercatat dalam kondisi dimohonkan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), pailit, atau pembatalan perdamaian.
9. Anak perusahaan yang kontribusi pendapatannya material, dalam kondisi dimohonkan PKPU, pailit, atau pembatalan perdamaian.
10. Dikenai penghentian sementara perdagangan efek selama lebih dari satu hari bursa yang disebabkan oleh aktivitas perdagangan.
11. Kondisi lain yang ditetapkan bursa setelah memperoleh persetujuan atau perintah dari Otoritas Jasa Keuangan.
Tahun 2024, aturan papan pemantauan khusus ini diperbarui lewat Peraturan Nomor I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus serta pengumuman nomor Peng-00001/BEI.PB1/03-2024 tanggal 20 Maret 2024. Pembaruan aturan tersebut, antara lain, terkait mekanisme transaksi saham dengan full periodic call auction (FCA) pada 25 Maret 2024.
Sebelumnya, transaksi periodic call auction hanya berlaku pada emiten yang masuk kriteria likuiditas perdagangan rendah. Nilai transaksi rata-rata harian saham kurang dari Rp 5 juta dan volume transaksi rata-rata harian saham kurang dari 10.000 saham selama 6 bulan terakhir di pasar reguler dan/atau pasar reguler periodic call auction. Sementara saham yang masuk papan pemantauan khusus, selain karena kriteria itu, dapat diperdagangkan secara continous auction.
Sekarang, periodic call auction diberlakukan secara menyeluruh pada seluruh saham yang masuk papan pemantauan khusus. Batas transaksi perdagangan secara lelang tersebut memiliki ketentuan nilai auto rejection bawah (ARB) mulai Rp 1 per lembar saham, daripada Rp 50 per lembar saham pada kebijakan sebelumnya.
Per Selasa (11/6/2024), saham yang masuk daftar papan pemantauan khusus sebanyak 230 saham dari total 927 perusahaan tercatat sampai saat itu. Saham yang masuk daftar tersebut dapat keluar jika sudah tidak dalam kondisi yang menyebabkannya masuk papan pemantauan khusus. Perubahan status itu akan diumumkan Bursa Efek Indonesia.
Baca juga: Mengapa Sebagian Emiten Keberatan Masuk Papan Pemantauan Khusus?
Apa langkah yang dilakukan manajemen BEI?
BEI mengonfirmasi mereka telah menindak pelanggaran disiplin tersebut sesuai prosedur. Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna dalam keterangannya kepada wartawan, kemarin, mengatakan, BEI berkomitmen memenuhi prinsip tata kelola yang baik (good corporate governance) di perusahaan. Prinsip ini termasuk dalam penerapan sistem manajemen antipenyuapan berbasis ISO 37001:2016 terkait Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP).
”Seluruh insan BEI dilarang menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun, tidak terbatas pada uang, makanan, dan/atau barang, termasuk layanan atau transaksi yang dilakukan BEI dengan pihak ketiga,” kata Nyoman.
Apabila terdapat pelanggaran etika yang melibatkan karyawan BEI, mereka akan melakukan tindakan disiplin sesuai dengan ketentuan internal.
Pihaknya menyampaikan kepada masyarakat, apabila mengetahui tindakan pelanggaran terkait dengan sistem manajemen antipenyuapan oleh karyawan BEI, dapat dilaporkan melalui saluran Whistleblowing System-Letter to IDX pada tautan berikut https://wbs.idx.co.id/.
Sejauh ini Nyoman atau BEI belum mengklarifikasi bentuk hukuman yang diberikan kepada oknum karyawan tersebut dan detail dari kabar yang beredar. Sejauh ini beredar informasi bahwa oknum yang melakukan gratifikasi itu adalah lima karyawan Divisi Penilaian Perusahaan BEI. Kelima oknum tersebut dikatakan sudah di-PHK sejak Juli hingga Agustus 2024 ini. Belum jelas juga perusahaan-perusahaan mana yang memberikan gratifikasi.
Bagaimana respons Otoritas Jasa Keuangan?
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, mereka mendukung langkah tegas yang telah diambil oleh pihak BEI. Hal ini penting mengingat bursa harus mampu menjaga kepercayaan publik, terutama terkait dengan transaksi dan proses investasi.
”Kami tentu mendukung langkah-langkah seperti itu dengan pemahaman bahwa bursa yang memang dipercaya untuk melakukan transaksi dan proses investasi dari masyarakat harus benar-benar memiliki integritas yang baik. Apabila ada hal-hal yang melanggar ketentuan pengaturan yang berlaku, tentu harus diberikan sanksi yang seimbang,” katanya saat ditemui di Jakarta, Selasa (27/8/2024).
Mahendra mengatakan, laporan mengenai dugaan tersebut telah diterima dan tengah ditindaklanjuti oleh Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi. Dalam hal ini, OJK mendukung upaya peningkatan disiplin dan integritas bursa agar tidak menimbulkan isu ketidakpercayaan.
Di sisi lain, OJK turut berkomitmen untuk menindak tegas apabila terdapat keterlibatan pihak OJK dalam kasus tersebut. Namun, sejauh ini belum ada laporan yang mengindikasikan adanya keterlibatan pihak OJK di dalamnya.
”Kami akan lihat sekiranya hal itu berkaitan dengan pihak yang berada di dalam OJK. Sejauh ini kami belum mendengar hal itu. Di lain pihak, kami menyambut baik apa yang telah dilakukan oleh bursa terkait sanksi yang tegas diberikan kepada mereka yang tidak bertanggung jawab,” ujar Mahendra.
Baca juga: OJK Dukung Langkah Tegas BEI soal Isu Gratifikasi
Apa tanggapan pengamat?
Pengamat pasar modal sekaligus guru besar di Universitas Indonesia, Budi Frensidy, mengemukakan, kasus serupa berpeluang dilakukan karena hampir semua pihak yang memiliki wewenang menentukan perusahaan tercatat dapat memanfaatkan kebutuhan calon emiten untuk menyerahkan dokumen pencatatan mereka secara tepat waktu.
”Kalau melewati deadline, mereka tidak bisa menggunakan laporan auditnya alias jadi habis masa berlaku sehingga IPO-nya harus menggunakan audit yang lebih baru. Ini berbiaya tinggi dan menjadi kesulitan buat calon emiten,” ujarnya.
Teguh mengharapkan BEI dan otoritas terkait pasar modal tidak hanya menindak karyawannya yang tidak kompeten dalam menyaring emiten, tetapi juga melaksanakan aturan yang ada terkait seleksi perusahaan baru.
”Balik lagi, seperti masa lalu, perusahaan yang IPO harusnya yang mapan dan sahamnya layak untuk investasi,” ujarnya.
Sejauh ini belum terdengar adanya pendekatan hukum dalam penanganan kasus ini.