Ceruk Pasar Jet Pribadi yang Kecil dan Eksklusif
Meski pasarnya kecil, operator tetap menggarap ceruk pasar penyewa jet pribadi mengingat potensi yang terus bertumbuh.
Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan dengan total luas ruang udara mencapai 7,79 juta kilometer persegi menjadikan sektor transportasi udara atau penerbangan sangat diandalkan. Penerbangan menjadi tulang punggung konektivitas wilayah.
Kebanyakan masyarakat umum menggunakan layanan penerbangan reguler atau komersial. Namun, di luar itu, terdapat layanan penerbangan sewa atau carter yang melayani perorangan atau kelompok. Ceruk pasar ini bertumbuh terutama karena kebutuhan bisnis, perjalanan tokoh penting, layanan logistik, sampai urusan medis dan kebencanaan.
Coba ketik saja kata carter pesawat di mesin pencari. Segera muncul aneka pilihan perusahaan carter pesawat berikut layanannya.
Salah satu perusahaan carter, misalnya, menuliskan dalam situsnya, selain menyediakan jet pribadi, mereka juga menyediakan helikopter, pesawat eksekutif, dan beragam pesawat kecil khusus untuk berbagai klien, termasuk layanan untuk eksekutif bisnis senior, selebritas, dan bangsawan. Tim juga bisa menyediakan pesawat carter untuk keperluan medis yang dibutuhkan segera bagi pasien yang sakit dan terluka.
Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA), sekaligus Direktur utama PT TransNusa Aviation Madiri, Bayu Sutanto, menjelaskan, secara umum, terdapat dua target pasar dari lini bisnis penerbangan carter.
Pertama adalah penyewa jangka menengah-panjang yang umumnya merupakan perusahaan/korporasi yang menyewa pesawat untuk operasional perusahaan. Adapun yang kedua adalah penyewa jet pribadi dalam jangka pendek, yang biasanya adalah individu yang menggunakan pesawat untuk keperluan perjalanan mereka.
Di mata pelaku industri aviasi, pangsa pasar penyewa jet pribadi di dalam negeri masih terlalu eksklusif dengan porsi yang jauh lebih kecil ketimbang segmen perusahaan. Hal ini membuat operator penerbangan sewa atau carter masih mengandalkan segmen korporasi untuk menarik pendapatan.
Umumnya selain digunakan untuk evakuasi medis, jet pribadi digunakan oleh bos, atau yang merasa dirinya bos, yang ingin privasinya terjaga, mungkin selebritas atau politisi.
Bayu mengatakan, dari dua target pasar penerbangan carter, umumnya porsi pendapatan yang didapatkan operator penerbangan carter masih dominan berasal dari penyewa korporasi (business to business/B2B) ketimbang penyewa individu (business to consumer/B2C) dengan proporsi hampir 80 persen berbanding 20 persen.
”Kalau dirata-ratakan, ongkos penerbangan spot charter (jet pribadi yang disewa individu) lebih mahal ketimbang penerbangan untuk perusahaan. Namun, pangsa pasar penyewa korporasi jelas lebih besar karena kontraknya dilakukan jangka panjang,” ujarnya saat dihubungi Kompas, Minggu (25/8/2024).
Sebagai gambaran, melansir situs layanan carter pesawat Evojets, estimasi harga sewa jet pribadi dari Jakarta menuju California, Amerika Serikat, dengan jenis pesawat Gulfstream G-IV dengan kapasitas 10-16 penumpang, ada di kisaran 268.000-327.500 dollar AS (Rp 4,12 miliar-Rp 5,04 miliar) dengan lama penerbangan 18 jam 50 menit.
Kendati enggan menyebutkan nominal, menurut Bayu, pendapatan rata-rata per tahun yang didapatkan operator penerbangan carter dari kontrak B2B tetap lebih besar karena pemesanan carter penerbangan jet pribadi secara B2C tidak dilakukan setiap waktu.
Di perusahaannya sendiri, TransNusa, terdapat empat layanan carter pesawat, yakni carter penumpang, carter logistik, carter evakuasi medis, serta carter perusahaan minyak dan gas bumi serta pertambangan. Dari keempat layanan ini, carter pesawat untuk komoditas tambang masih menjadi andalan pendapatan perusahaan.
Hal tersebut membuat pendapatan dari lini bisnis sewa pesawat kerap bergantung pada pergerakan harga dan permintaan komoditas minyak, gas, dan barang tambang lainnya. Jika ada efisiensi di sektor pertambangan, lini bisnis carter logistik menjadi penopang pendapatan karena permintaan yang stabil, terutama di daerah terluar Indonesia.
Baca juga: Industri Aviasi Butuh Dukungan Pemerintah
”Sementara untuk penyewaan jet pribadi, umumnya selain digunakan untuk evakuasi medis, jet pribadi digunakan oleh bos, atau yang merasa dirinya bos, yang ingin privasinya terjaga, mungkin selebritas atau politisi. Segmen ini eksklusif sehingga porsinya sangat kecil,” ujar Bayu.
Kendati demikian, operator tetap akan terus menggarap ceruk pasar penyewa jet pribadi mengingat potensi yang terus bertumbuh. Ia meyakini pertumbuhan bisnis penyewaan pesawat nasional baik itu B2B maupun B2C masih akan terus positif dari tahun ke tahun seiring dengan geliat hilirisasi komoditas tambang dan potensi peningkatan daya beli masyarakat.
Sementara itu, dihubungi secara terpisah, pengamat penerbangan sekaligus Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie menilai, pasar penerbangan carter dapat terus tumbuh selama operator dapat kreatif dalam mengambil ceruk pasar yang tidak dapat digarap oleh maskapai penerbangan berjadwal.
”Operator dapat mencari ceruk yang tidak bisa dijangkau oleh maskapai berjadwal, misalnya penerbangan untuk evakuasi medis. Karena kalau menggunakan pesawat umum, itu syaratnya berlapis-lapis,” kata Alvin.
Selain itu, katanya, operator penerbangan carter tetap perlu merawat segmen bisnis penyewa pribadi karena segmen ini akan terus ada, bahkan tumbuh seiring pertumbuhan ekonomi nasional. ”Ada banyak pengusaha besar yang kebutuhannya tidak mudah dilayani oleh pesawat reguler. Jadi, mereka juga membutuhkan pesawat carter,” ujarnya.
Berdasarkan data resmi yang diterbitkan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara dalam ”Civil Aircraft Registration 2023”, hingga 31 Desember 2024, terdapat 296 unit pesawat yang teregistrasi sebagai pesawat carter. Jumlah tersebut diyakini Alvin terus bertambah seiring dengan penambahan permintaan layanan yang sejalan dengan pertumbuhan kelas menengah di Indonesia.
Baca juga: Jet Pribadi, Gaya Hidup ”Kaum 1 Persen”, dan Hilangnya Rasa Peka
Sebelumnya dalam sebuah sesi wawancara dengan Kompas di Malaysia, Regional VP Asia ExecuJet MRO Services, sebuah perusahaan perawatan jet bisnis, Ivan Lim, menilai pasar pengguna jet pribadi di Indonesia cukup besar dan masih akan terus bertumbuh. Dari jumlah total pendapatan perusahaan, sebanyak 5-10 persen berasal dari klien yang berasal dari Indonesia.
”Indonesia dari dulu sudah menjadi pasar yang besar bagi kami. Secara umum, dalam setahun, biasanya ada 5-10 pesawat Indonesia yang datang untuk perawatan ke kami. Ini hanya untuk yang perawatan di hanggar. Kami juga punya teknisi khusus yang kami tempatkan di Indonesia untuk merawat pesawat klien kami di Jakarta,” ujarnya.