Indonesia Menuju 2045: Mengapa Industri Manufaktur Tak Jadi Prioritas di RAPBN 2025?
Industri manufaktur tak disebut dalam pidato RAPBN 2025. Ini menimbulkan pertanyaan serius tentang prioritas pemerintah.
Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·4 menit baca
Sudah menjadi pengetahuan luas, industri pengolahan atau manufaktur rutin menjadi kontributor terbesar produk domestik bruto atau pertumbuhan ekonomi. Namun, industri manufaktur tampaknya kurang mendapat perhatian dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau RAPBN 2025. Padahal, kemajuan dan pertumbuhan industri pengolahan adalah salah satu syarat utama mencapai target Indonesia menjadi negara maju pada 2045.
Dalam pidato nota keuangan RAPBN 2025 di hadapan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (16/8/2024), Presiden Joko Widodo tidak menyebut sama sekali kata ”industri”.
Presiden pun hanya sekali mengucapkan kata ”hilirisasi” dalam pidatonya, tetapi tidak secara gamblang menjelaskan bentuk hilirisasinya seperti apa. Apakah hilirisasi industri manufaktur? Atau hilirisasi pertanian? Hilirisasi perkebunan? Hilirisasi produk kelautan? Atau semuanya?
Dalam pidato kenegaraan Presiden pada Sidang Tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (16/8/2024), Presiden juga tidak menyinggung industri. Presiden hanya menyinggung aktivitas ekonomi untuk mengolah bahan mentah jadi bernilai tinggi.
Ia mengatakan, negara lain menentang upaya Indonesia mengolah sendiri bahan baku mentahnya. Namun, Indonesia tetap melanjutkannya, dimulai dari nikel, bauksit, tembaga, dan akan dilanjutkan komoditas timah. Selain itu, hilirisasi juga akan diterapkan pada komoditas nonmineral, seperti produk perkebunan, pertanian, dan kelautan.
Presiden mengatakan, program ini sudah membuka lebih dari 200.000 tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan negara hingga Rp 158 triliun selama delapan tahun terakhir.
Kendati demikian, menurut Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, kata hilirisasi yang disebut Presiden menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengembangan sektor industri, termasuk industri manufaktur.
Kebijakan strategis tersebut, misalnya, adalah langkah yang ditempuh pemerintah untuk meningkatkan produktivitas dan nilai tambah dengan tidak lagi mengekspor bahan mentah, tetapi mengolahnya terlebih dahulu di dalam negeri. ”Hilirisasi merupakan kunci untuk memacu ekonomi kita karena memberikan efek yang luas, di antaranya penambahan jumlah tenaga kerja dan meningkatkan devisa dari investasi dan ekspor,” tutur Agus.
Seperti yang disampaikan Presiden, walau banyak negara lain menggugat, menentang, bahkan berusaha menggagalkan upaya Indonesia dalam melarang ekspor bahan mentah, sebagai bangsa yang berdaulat dan besar, Indonesia tidak goyah, bahkan terus maju melangkah untuk mendukung kebijakan hilirisasi tersebut.
”Kita ketahui bahwa pemerintah telah menghentikan ekspor material nikel, bauksit, dan tembaga. Selain itu juga akan dilanjutkan dengan timah serta sektor potensial lainnya, seperti perkebunan, pertanian, dan kelautan,” ujar Agus, Jumat (16/8/2024).
Dalam dokumen nota keuangan RAPBN 2025, hilirisasi industri menjadi poin keenam dari kebijakan khusus penguatan bidang agenda pembangunan.
Kementerian Perindustrian pada RAPBN 2025 memperoleh anggaran belanja Rp 2,51 triliun, menurun dibandingkan anggaran 2024 yang sebesar Rp 3,60 triliun.
Dari Rp 2,51 triliun tersebut, 27,1 persen direncanakan untuk mendukung prioritas nasional, 35,9 persen untuk belanja pegawai, 19,1 persen untuk belanja operasional, dan 17,8 persen untuk mendukung prioritas lainnya. Kebijakan strategis yang menurut rencana akan dilaksanakan antara lain hilirisasi industri pengolahan kakao dan cokelat serta hilirisasi grafit untuk mendukung ekosistem industri kendaraan listrik nasional.
Padahal, industri pengolahan atau manufaktur rutin menjadi kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB). Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), industri pengolahan berkontribusi 18,52 persen pada pertumbuhan ekonomi triwulan kedua tahun ini. Kontribusi ini menurun dibandingkan triwulan pertama tahun ini yang mencapai 19,28 persen. Padahal, manufaktur selalu berperan sebagai kontributor terbesar pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Industri pengolahan juga menjadi kontributor kedua serapan tenaga kerja di Indonesia. Data BPS menyebutkan, pada Februari 2024, sebanyak 19,30 juta orang atau 13,28 persen tenaga kerja terserap dari industri pengolahan.
Direktur Eksekutif Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Yose Rizal Damuri mengatakan, RAPBN 2025 dirancang di tengah tarik-menarik antara konsep keberlanjutan program Presiden Jokowi atau program peralihan dari presiden terpilih Prabowo Subianto.
Di sisi lain, sebetulnya Indonesia pun sudah memiliki visi menjadi negara maju pada 2045. Indonesia ditargetkan mencatatkan pendapatan per kapita 30.300 dollar AS pada 2045. Adapun Indonesia ditargetkan bisa mencatatkan PDB nominal sebesar 9,8 triliun dollar AS yang membawa Indonesia sebagai negara dengan perekonomian terbesar kelima dunia.
Skenario transformatif menyebutkan, Indonesia bisa keluar dari jebakan negara kelas menengah pada 2041 apabila mencatatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahun sebesar 6 persen. Adapun skenario yang sangat optimistis, Indonesia bisa mencapai hal tersebut lebih cepat, yakni pada 2038, apabila mencatatkan rata-rata pertumbuhan ekonomi setiap tahun sebesar 7 persen.
Salah satu upaya untuk mencapainya adalah dengan memacu akselerasi industri lebih kencang lagi. Jangan malah dibiarkan mengendur dan terkontraksi. Tidak ada negara yang berhasil jadi negara maju tanpa terlebih dahulu memajukan sektor industrinya.
Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (Ideas), Sri Mulyanik menyoroti kebijakan hilirisasi tambang yang diklaim pemerintah akan menciptakan kesejahteraan dan membawa Indonesia menjadi negara maju.
Selain penerimaan fiskal dari pajak ekstraktif dan penciptaan lapangan kerja, argumen untuk adopsi strategi hilirisasi tambang sering kali juga didasarkan pada nasionalisme ekonomi untuk penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi di dalam negeri melalui industrialisasi berbasis komoditas tambang.
”Terjangan hilirisasi nikel menerpa Kabupaten Morowali, terutama sejak beroperasinya Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada 2015. Hanya dalam lima tahun, setengah dari produksi nikel Indonesia berasal dari kawasan IMIP yang mengukuhkan diri sebagai kawasan industri pengolahan nikel terbesar di Asia Tenggara,” kata Sri Mulyani.
Namun sayangnya, menurut dia, lompatan tersebut belum menciptakan pembangunan inklusif yang menyejahterakan masyarakat sekitar.