Jepang Bebaskan Bea Masuk, Ekspor Tuna Olahan Indonesia Berpotensi Meningkat
Komoditas tuna, tongkol, dan cakalang menempati peringkat kedua ekspor perikanan Indonesia.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komoditas tuna asal Indonesia berpotensi mengalami peningkatan ekspor hingga 10-13 persen, menyusul pembebasan bea masuk empat produk tuna olahan ke pasar Jepang. Namun, realisasi pembebasan bea masuk untuk produk tuna olahan masih menunggu sejumlah langkah lanjutan agar berlaku efektif.
Pembebasan tarif bea masuk tuna asal Indonesia ke Jepang mengacu pada Protokol Perubahan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Indonesia-Jepang (IJEPA) yang ditandatangani Menteri Perdagangan RI Zulkifli Hasan dan Menteri Luar Negeri Jepang Kamikawa Yoko pada 8 Agustus 2024 melalui konferensi video. Selanjutnya, proses ratifikasi Perubahan Protokol IJEPA itu ditargetkan selesai pada 2025.
Produk tuna yang dibebaskan bea masuk meliputi 4 pos tarif, yaitu cakalang (skipjack) dan jenis cakalang lainnya dalam kaleng (HS 1604.14.010), ikan tuna kaleng (HS 1604.14.092), cakalang dan jenis cakalang lainnya yang direbus dan dikeringkan (HS 1604.14.091), dan jenis tuna olahan lainnya non-kaleng (HS 1604.14.099).
Ketua Umum Asosiasi Tuna Indonesia Saut Hutagalung mengemukakan, perjanjian pembebasan tarif bea masuk (TBM) empat produk tuna olahan ke pasar Jepang menjadi kado yang meramaikan perayaan HUT Ke-79 RI. Pihaknya berharap pembebasan tarif bea masuk itu dapat berlaku efektif dalam waktu dekat.
Ia menilai, masih perlu dua langkah lanjutan agar pembebasan bea masuk atas empat produk tuna olahan tersebut dapat berlaku efektif, yakni prosedur operasional berupa sertifikat barang yang disepakati Pemerintah Indonesia dan Jepang serta parlemen kedua negara meratifikasi perjanjian tersebut.
”Kami berharap langkah lanjutan tersebut dapat diupayakan dalam 3 bulan ke depan agar pembebasan tarif bea masuk produk tuna dan cakalang olahan dapat berlaku efektif,” kata Saut saat dihubungi, Kamis (15/8/2024).
Saut menambahkan, Jepang terus mengalami kenaikan impor produk tuna dan tuna olahan dari dunia, termasuk asal Indonesia. Dengan berlakunya perjanjian secara efektif, ekspor produk tuna dan cakalang olahan dari Indonesia ke Jepang diperkirakan meningkat 10-13 persen.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), komoditas tuna, tongkol, dan cakalang menempati peringkat kedua ekspor perikanan Indonesia. Per semester I (Januari-Juni) 2024, kontribusi terbesar ekspor perikanan Indonesia meliputi udang senilai 755,79 juta dollar AS (27,8 persen), tuna, tongkol, cakalang sebesar 456,64 juta dollar AS (16,8 persen), dan cumi, sotong, gurita senilai 396,94 juta dollar AS (14,6 persen).
Selain itu, komoditas rajungan dan kepiting sebesar 275,15 juta dollar AS (10,1 persen) dan rumput laut 162,38 juta dollar AS (6 persen). Amerika Serikat, Jepang, dan Uni Eropa masih menjadi negara tujuan terbesar ekspor produk perikanan Indonesia.
Impor produk tuna olahan dari Indonesia oleh Jepang cenderung meningkat sepanjang tahun 2014-2023 meskipun peningkatannya belum signifikan. Dari empat produk tuna olahan itu, peningkatan terbesar pada produk tuna olahan non-kaleng (HS 1604.14.099), yakni dari 186.000 dollar AS pada 2014 menjadi 19,8 juta dollar AS di 2023.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan KKP, Budi Sulistiyo, mengemukakan, untuk dua produk HS 1604.14.091 dan HS 1604.14.099, memiliki persyaratan tambahan, yaitu ukuran panjang bahan baku minimal 30 sentimeter. Terkait hal ini, KKP bersama dengan Kementerian Pertanian, Kehutanan dan Perikanan (MAFF) Jepang sedang melakukan finalisasi prosedur operasional melalui sertifikat barang yang disepakati bersama.
Menurut Budi, Indonesia telah mengusulkan menggunakan sertifikat hasil tangkapan ikan (SHTI) sebagai pemenuhan persyaratan tersebut. Penggunaan SHTI dinilai telah melalui harmonisasi dengan Japan Catch Documentation Scheme (JCDS).
Selain 4 pos tarif produk olahan tuna tersebut, Indonesia juga telah mendapatkan pembebasan tarif 0 persen untuk 67 pos tarif produk perikanan ke pasar Jepang, antara lain tuna sirip kuning (yellowfin) beku, filet (irisan daging) tilapia segar, filet swordfish (ikan pedang) beku, kekerangan, olahan lobster, dan rajungan beku. Semua kesepakatan itu akan mulai diimplementasikan setelah proses ratifikasi di parlemen kedua negara.
”Sudah dilakukan penandatanganan tingkat menteri kedua negara. Kami berharap perjanjian ini bisa berlaku efektif secepatnya,” kata Budi dalam keterangan pers, Selasa (13/8/2024).
Indonesia merupakan negara produsen ikan tuna, cakalang, dan tongkol terbesar dunia dengan kontribusi sekitar 15 persen. Posisi ini diikuti Filipina 7,3 persen, Vietnam 6,6 persen, dan Ekuador 6,1 persen. Meski menjadi produsen tuna terbesar dunia, Indonesia belum menjadi pengekspor tuna terbesar.
Pada tahun 2020, ITC Trademap mencatat Indonesia hanya di peringkat keenam eksportir tuna dunia. Eksportir tuna terbesar yakni Thailand dengan pangsa pasar 17,3 persen, diikuti China 8,45 persen dan Spanyol 8,2 persen.
Pada tahun 2022, jumlah produksi tuna sekitar 19,1 persen dari total pasokan tuna dunia. Jumlah produksi tersebut meningkat dan mencapai 1,5 juta ton pada 2023. Nilai ekspor tuna Indonesia, termasuk cakalang dan tongkol, pada 2023 sebesar 927,2 juta dollar AS atau 16,47 persen dari total nilai ekspor perikanan Indonesia.