Seperti Apa Profil Pasar Modal Indonesia?
Usia perjalanan 47 tahun telah mengantar pasar modal Indonesia sampai pada posisinya sekarang. Seperti apa profilnya?
Peran pasar modal penting bagi suatu ekonomi. Tak hanya sebagai sarana mempertemukan antara perusahaan emiten dan investor, pasar modal juga berperan penting dalam perekonomian dan pembangunan berkelanjutan.
Pada 10 Agustus 2024, Pasar Modal Indonesia genap berusia 47 tahun. Bagaimana perannya saat ini? Bagaimana perjalanannya hingga menjadi pasar modal yang terus tumbuh, baik jumlah emiten maupun kapitalisasi pasarnya.
Apa yang Anda pelajari dari artikel ini?
1.Bagaimana profil pasar modal Indonesia mutakhir?
2. Siapa mayoritas investornya?
3. Bagaimana dengan saham berstandar syariah?
4.Seperti apa prospek di 2024?
5.Bagaimana sejarah pasar modal Indonesia?
1.Bagaimana profil pasar modal Indonesia mutakhir?
Data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per Juni 2024 mencatat, jumlah investor pasar modal telah tembus 13 juta entitas. Ini telah jauh berkembang dibanding lima tahun silam. Saat itu, terdapat 2,4 juta entitas. Mundur lagi ke 2014, saat itu jumlahnya hanya 364.500 entitas.
Dari sekitar 13 juta investor sampai semester I-2024, sebanyak 0,33 persen adalah investor institusi, seperti perusahaan, manajemen reksa dana, dana pensiun, dan asuransi. Mereka menguasai kelolaan aset saham, obligasi, serta reksa dana terbesar hingga Rp 6.595,15 triliun.
Adapun sekitar 99 persen dari total investor pemilik single investor identification (SID) di pasar modal adalah investor individu Indonesia yang menguasai aset senilai Rp 1.200,49 triliun. Berdasarkan penghasilan, sekitar 16 persen jumlah investor individu menguasai 68 persen aset tersebut. Mereka adalah investor dengan kategori penghasilan mulai dari Rp 100 juta hingga lebih dari Rp 500 juta.
Kepemilikan aset investor individu di pasar modal juga cukup besar dikuasai kalangan terpelajar dengan latar pendidikan S-1 dan yang lebih tinggi. Porsinya mencapai 40 persen. Sisanya terbagi ke investor individu berlatar pendidikan D-3, SMA, atau yang lebih rendah.
Baca juga: Kampanye Politik di Panggung Pasar Modal
2.Siapa mayoritas investornya?
Generasi Z atau masyarakat kelompok usia di bawah 30 tahun mendominasi investor individu di pasar modal Indonesia. Fenomena ini tidak lepas dari masifnya edukasi dan transformasi digital institusi pendukung bursa.
PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) melaporkan, per Agustus 2023, investor individu berusia 30 tahun atau lebih muda mencapai 57,04 persen dari total 11,54 juta investor dengan total aset Rp 50,51 triliun. Angka ini menurun dari jumlah mereka yang mencapai 59,22 persen pada 2022. Dominasi investor muda ini hadir di produk pasar modal, baik saham maupun reksa dana.
Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia (BEI) Jeffrey Hendrik mengatakan, investor muda ini masih mendominasi meski penguasaan asetnya tidak sebesar investor dari kategori usia yang lebih matang. Sampai Agustus 2023, penguasaan aset terbesar dimiliki 2,88 persen investor berusia 60 tahun ke atas dengan besaran mencapai Rp 896,44 triliun.
”Investor muda dengan nilai investasi kecil tentu sangat kami hargai. Anak muda yang peduli pada masa depan dengan mulai berinvestasi di pasar modal sejak dini tentu sangat baik,” ujarnya saat dihubungi Kompas di Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Baca juga: Gen Z Dominasi Pasar Modal Indonesia
3.Bagaimana dengan efek syariah?
Jumlah saham berstandar syariah di pasar modal Indonesia terus tumbuh. Demikian juga dengan kapitalisasi dan nilai transaksinya. Regulator pasar modal terus mengevaluasi efek dan obligasi berbasis syariah agar semakin menarik bagi investor.
Presiden Direktur Bursa Efek Indonesia (BEI) Iman Rachman, Kamis (6/6/2024), menyatakan, efek berbasis syariah menjadi jenis investasi yang populer di Indonesia. Hal ini didukung peningkatan jumlah saham yang sesuai kaidah Fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Jumlah saham di Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI), misalnya, telah meningkat 61 persen dalam lima tahun terakhir. Kenaikan itu dari hanya 399 saham pada 2018 menjadi 643 saham per 31 Mei 2024.
Selain ISSI, pasar modal Indonesia memiliki empat indeks syariah lainnya, yakni IDX Sharia Growth, IDX Mes-BUMN 17, Jakarta Islamic Index, dan Jakarta Islamic Index 70. Kumpulan saham itu diseleksi berdasarkan kriteria tertentu oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menerbitkan Daftar Efek Syariah (DES).
Baca juga: Pasar Modal Indonesia Punya 643 Saham Berstandar Syariah
4.Bagaimana sejarahnya?
Pasar Modal Indonesia merayakan 47 tahun aktifnya kembali kegiatan mereka di bidang keuangan. Sejak masa pandemi Covid-19 hingga tahun 2024 ini, pasar modal berhasil memecahkan beberapa rekor sepanjang masa, antara lain nilai kapitalisasi saham, kinerja indeks harga saham gabungan, dan jumlah investor.
Pasar modal yang diperkenalkan sejak zaman pemerintahan Hindia Belanda itu sempat terhenti pada 1956 karena berbagai situasi, yaitu dari perang dunia hingga pergantian pemerintahan. Pada era Orde Baru, Presiden Soeharto menyusun Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) II yang menyiapkan aktifnya kembali pasar modal. Ini kemudian diresmikan pada 10 Agustus 1977.
Arsip Kompas, 11 Agustus 1977, melaporkan, Presiden Soeharto mengatakan, pembukaan pasar modal merupakan sarana untuk pemerataan keadilan sosial. ”Adalah tanggung jawab sosial dan panggilan moral para pengusaha untuk ikut mengantarkan rakyat Indonesia setapak demi setapak mendekati tujuan yang luhur itu,” kata Presiden saat meresmikan kembali pasar modal Bursa Efek Jakarta (BEJ) di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam), di Jakarta.
Pengaktifan kembali pasar modal ini diawali penawaran saham PT Semen Cibinong melalui PT Danareksa. Pada penerbitan saham perdana, ditawarkan lebih dari 170.000 lembar saham dengan harga Rp 10.000 per lembar.
Baca juga: HUT Ke-47 Pasar Modal Indonesia, Cemerlang Lima Tahun Terakhir
5. Bagaimana prospek pada 2024?
Perdagangan pasar modal diwarnai banyak koreksi pada pertengahan tahun 2024. Sekuritas pun menargetkan pertumbuhan sedang atau moderat pada Indeks Harga Saham Gabungan di akhir tahun. Indeks bursa diharapkan tetap tumbuh dengan dukungan sejumlah sentimen positif di dalam dan luar negeri.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang tahun ini sampai dengan Kamis (8/8/2024) tumbuh negatif hampir 1 persen dari level sekitar 7.300 menjadi sekitar 7.200. Volatilitas IHSG signifikan terjadi pada pertengahan Juni ketika menyentuh posisi 6.700-an.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede dalam webinar Virtual Media Briefing-PIER Economic Review, Kamis (8/8/2024), menjelaskan, pelemahan IHSG pada semester I-2024 hampir serentak terjadi pada kinerja beragam sektor saham.
”Kami mencatat bahwa kinerja sektoral saham teknologi masih turun 27 persen, transportasi turun 15 persen, sektor energi sendiri meningkat 15 persen. Sementara perbankan masih dengan kinerja negatif 4 persen karena dipengaruhi beberapa kinerja saham bank yang kinerja kreditnya terdampak, khususnya dari sektor UMKM,” katanya.