Dewan Energi Terima Proposal Pembangkit Nuklir Pertama di Indonesia
Pembangkit nuklir ”thorium molten salt reactor” menurut rencana akan dibangun di Pulau Kelasa, Kepulauan Babel.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT ThorCon Power Indonesia menyerahkan proposal rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir pertama di Indonesia kepada Dewan Energi Nasional. Proposal pembangunan pembangkit yang akan dibangun di Pulau Kelasa, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, tersebut direncanakan bakal dibahas di Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi.
Menurut data sebagaimana diunggah di akun Instagram Dewan Energi Nasional (DEN), pembangkit yang hendak dikembangkan ThorCon itu adalah thorium molten salt reactor atau TMSR-500. ThorCon menyerahkan poposal persiapan implementasi TMSR-500 sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) pertama di Indonesia itu kepada DEN di kantor DEN, Jakarta, Senin (12/8/2024).
Sekretaris Jenderal DEN Djoko Siswanto, saat dikonfirmasi pada Selasa (13/8/2024), membenarkan telah diserahkannya proposal tersebut. ”Sudah (diserahkan ke DEN). Selanjutnya, akhir bulan ini akan ada rapat di kantor Kemenko Maritim dan Investasi,” ujar Djoko.
Sebelumnya dibentuk tim persiapan pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO). Saat ditanya mengenai progres pembentukan lembaga yang bertugas mempersiapkan pembangunan PLTN itu, Djoko menjawab, ”Sekalian nanti dibahas (di Kemenko Maritim dan Investasi) bareng proposal tersebut.”
Menurut data DEN, TMSR-500 ialah reaktor nuklir jenis molten salt reactor (MSR) dengan dua modul reaktor yang masing-masing berdaya 550 megawatts thermal (MWth). Kedua modul ini menyuplai kalor satu unit sistem turbin uap. Sistem itu mampu membangkitkan daya listrik sebesar 500 megawatt listrik (MWe).
Dihubungi terpisah, Direktur Operasi ThorCon Power Indonesia Bob S Effendi menuturkan, pihaknya masih menjalankan proses persiapan perizinan dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) serta berdiskusi dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Adapun pemotongan baja pertama di Korea Selatan pada triwulan III-2026. Pada tahun itu juga direncanakan mulai konstruksi di Pulau Kelasa.
”Operasi komersial (commerical operation date/COD) masih di tahun 2030. Enam tahun dari sekarang COD, kami masih confident,” ujar Bob.
Pada 2025, imbuh Bob, pihaknya menargetkan bisa melakukan penandatanganan perjanjian jual beli tenaga listrik (power purchase agreement/PPA) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Lantaran tidak memakai APBN, pada PPA nanti, ia menargetkan harga jual listrik sebesar 6,9 sen dollar AS per kWh atau sekitar Rp 1.000 per kWh, setara dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
”Maka, dengan harga itu, tidak akan ada subsidi/kompensasi karena di bawah TDL (tarif dasar listrik),” lanjutnya.
TMSR-500, kata Bob, menggunakan teknologi terbaru yang sebelumnya dikembangkan Amerika Serikat pada 1960-an. Saat ini, Bapeten tengah meninjau ulang kesiapan desain yang dirancang ThorCon. Pihaknya juga didukung dua perusahaan engineering nuklir Spanyol, yakni sebagai konsultan perencana serta konsultan pengawas dan manajemen mutu.
Bob menambahkan, dalam persiapan pengembangan PLTN tersebut dibutuhkan payung hukum terhadap proyek, dalam bentuk peraturan presiden. ”(Kemudian dibutuhkan) adanya PPA, badan yang dapat melakukan koordinasi satu pintu yang disebut NEPIO, serta insentif fiskal dan nonfiskal,” katanya.
Rencana pengembangan nuklir di Indonesia telah mengemuka. Nuklir juga dimasukkan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) serta dikategorikan sebagai energi baru. Namun, pembahasan RUU tersebut oleh pemerintah bersama Komisi VII DPR RI hingga menjelang pergantian pemerintahan belum juga tuntas. Pembentukan NEPIO juga belum dilakukan.
Di sisi lain, telah terbit sejumlah regulasi berkaitan dengan nuklir. Misalnya, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2022 tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir. Di samping itu, PP Nomor 25 Tahun 2023 tentang Wilayah Pertambangan. Disebutkan dalam PP tersebut bahwa salah satu Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) adalah mineral radioaktif. Luas dan batas WIUP mineral radioaktif ditetapkan menteri berdasarkan usulan instansi pemerintahan di bidang ketenaganukliran.