80 Persen Transaksi di Platform Tekfin Dilakukan Akun Tak Teregistrasi
Ada kemungkinan, verifikasi ”know your customer” yang terjadi cukup lemah pengawasannya.
Oleh
MEDIANA, BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Diperkirakan 80 persen transaksi digital di sistem jasa pembayaran milik perusahaan teknologi finansial atau tekfin) dilakukan oleh akun tak terdaftar. Mereka, di antaranya, diduga adalah pelaku dan pemain transaksi ilegal, seperti judi daring. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengetatkan regulasi terkait proses verifikasi akun yang dipakai untuk bertransaksi di sistem jasa pembayaran milik tekfin.
Ketua Umum Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) Santoso menyebutkan, sekitar 60 persen transaksi pembayaran digital saat ini terjadi di sistem jasa pembayaran elektronik milik perusahaan tekfin dan 40 persen di sistem jasa pembayaran elektronik milik perbankan. ASPI mengamati, cukup banyak transaksi pembayaran digital terjadi di sistem pembayaran elektronik milik perusahaan tekfin ternyata berasal dari akun tak terdaftar. Diperkirakan jumlahnya mencapai 80 persen.
Dia mengakui, memang ada regulasi dari Bank Indonesia yang memungkinkan limit saldo tertentu di dompet digital harus melalui akun terdaftar atau lolos proses know your customer (KYC). Sebagai gambaran, apabila nilai saldo uang elektronik yang tersimpan di dompet digital sebesar Rp 20 juta dan batas transaksi bulanan uang elektronik menjadi Rp 20 juta, pemilik dompet digital bersangkutan wajib registrasi dan verifikasi KYC dengan memakai kartu tanda penduduk (KTP) dan foto wajah.
”Akan tetapi, untuk melakukan transaksi ilegal, seperti judi daring, hal itu tidak membutuhkan limit saldo Rp 20 juta. Bisa dengan nominal yang jauh lebih kecil dari itu, bahkan sekali transaksi cukup belasan-ratusan ribu rupiah sehingga tidak perlu registrasi dan verifikasi KYC. Kami berharap ada regulasi untuk meningkatkan kontrol verifikasi akun,” katanya, Senin (12/8/2024), di Jakarta.
Lebih jauh, Santoso melanjutkan, sistem pembayaran digital sekarang memang sudah memungkinkan terjadi interoperabilitas dan integrasi antarsistem karena ada kebijakan standar antarmuka pemrograman aplikasi terbuka (open application programming interface/API) untuk pembayaran dari Bank Indonesia. Interoperabilitas dan integrasi itu bertujuan untuk membuat transaksi nontunai semakin mudah, UMKM semakin diuntungkan, dan membawa dampak ke perekonomian yang besar.
Open API, antara lain,dapat dilakukan antarsesama perbankan, sesama perusahaan tekfin, perbankan- perusahaan tekfin, dan tekfin dengan perusahaan perdagangan secara elektronik atau e-dagang. ”Di luar dugaan, pelaku judi daring (mungkin) mengambil manfaat dari interoperabilitas dan integrasi seperti itu,” katanya.
Kami berharap ada regulasi untuk meningkatkan kontrol verifikasi akun.
ASPI, lanjutnya, pada dasarnya prihatin dengan maraknya praktik judi daring di masyarakat. ASPI telah bertemu dengan jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan untuk bersama-sama memberantas judi daring.
Menanggapi daftar 21 penyelenggara sistem elektronik (PSE) bidang jasa pembayaran yang dituding Kemenkominfo terindikasi memfasilitas judi daring, dia menyampaikan, baik perbankan maupun perusahaan tekfin bidang jasa pembayaran anggota ASPI berusaha melakukan pengawasan rekening ataupun akun yang diduga untuk dipakai transaksi ilegal. Anggota ASPI lalu menutupnya dan melaporkan kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
”Karena ini (judi daring) sudah masif, alangkah baiknya langkah itu (pengawasan dan pelaporan rekening atau akun) ditegakkan lewat regulasi,” tuturnya.
Wakil Menkominfo Nezar Patria, saat dikonfirmasi terkait surat kepada 21 PSE dengan 42 jasa pembayarannya, menyampaikan, surat itu merupakan wujud pengendalian konten yang dilakukan kementerian untuk memberantas judi daring. Kemenkominfo ingin melihat bagaimana ekosistem penyebaran judi terjadi di lanskap digital.
Terkait adanya dua nama besar PSE, yakni BRI dan Shopee Pay yang dikhawatirkan tutup walau banyak pelanggan lainnya yang tak terkait judi daring, Nezar mengatakan, pasti akan dicarikan solusi terbaik untuk semua.
”Saya yakin kami cari solusi terbaik soal ini. Yang terpenting adalah kolaborasi di semua lini dari hulu sampai hilir agar terlibat aktif mencegah judi online,” ujar Nezar.
Saat menghadiri pembukaan Indonesia Internet Expo & Summit 2024 di Jakarta International Expo, Kemayoran, Senin (12/8/2024), Nezar juga kembali menegaskan, titik terpenting dari pemberantasan judi daring adalah sarana bertransaksi. Oleh karena itu, kementerian mengajak agar semua PSE bidang jasa pembayaran lebih aktif menyisir rekening ataupun akun yang dicurigai terlibat judi daring.
”Kami belum tahu laporan kebenarannya. Sejauh ini, komunikasi kami dengan mereka sudah berjalan,” jawab Nezar ketika ditanya bahwa sejumlah PSE membantah daftar dan menyatakan tidak bekerja sama dengan pelaku judi daring.
Dia menambahkan, Pemerintah Indonesia secara tegas melarang praktik judi daring. Pemerintah sudah menerima laporan pengaduan masyarakat hingga ormas keagamaan terkait judi daring yang semakin meresahkan.
Sebelumnya, sejumlah langkah pemberantasan judi daring telah dikerahkan Kemenkominfo, mulai dari memblokir konten, mengeluarkan ancaman denda bagi media sosial yang memfasilitasi judi daring, meminta Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia untuk menutup akses internet ke Davao Filiphina dan Kamboja, hingga pembatasan transfer pulsa.
Ahli digital forensik Ruby Alamsyah, saat dihubungi terpisah, berpendapat, upaya memberantas judi daring tidak bisa hanya menggunakan satu langkah. Semua langkah yang pernah dan sedang diupayakan Kemenkominfo harus berjalan bersamaan.
Menurut dia, PSE bidang jasa pembayaran yang namanya sudah masuk daftar Kemenkominfo harus segera memberikan tanggapan. Mereka harus berani membuktikan salah atau benar. Jika mereka salah, mereka pun semestinya dapat membuktikan apakah memfasilitasi transaksi judi daring itu dilakukan secara sistematis atau sistem mereka yang disalahgunakan oleh oknum.
Ruby menyampaikan, sepanjang pengamatannya, memang praktik judi daring sudah marak memanfaatkan sistem gerbang pembayaran yang dimiliki oleh PSE jasa pembayaran nasional. Hal ini terlihat dari adanya platform judi daring dari luar negeri yang memungkinkan sistem pembayaran transaksi memakai akun virtual milik salah satu PSE jasa pembayaran nasional.
”Praktik seperti itu saya duga memang ada kerja sama, tetapi ilegal antara sistem gerbang pembayaran milik PSE jasa pembayaran nasional dan asing. Kemungkinan lainnya, verifikasi KYC yang terjadi cukup lemah pengawasannya,” kata Ruby.