Terindikasi Terkait Judi Daring, Puluhan Jasa Pembayaran Elektronik Bakal Diblokir
Ancaman pemblokiran dilakukan pada 42 layanan pembayaran dari Shopee Pay sampai ”internet banking” milik BRI.
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Komunikasi dan Informatika merilis daftar berisi 21 penyelenggara sistem elektronik atau PSE yang memiliki 42 layanan jasa pembayaran yang terindikasi digunakan untuk transaksi judi daring. Di antara daftar yang dirilis terdapat nama Shopee Pay, aplikasi mitra Finpay milik Finnet (bagian dari Telkom Group), beberapa bank perkreditan rakyat, dan internet banking milik BRI.
Kepada mereka, Kementerian Komunikasi dan Informatika telah mengirim surat peringatan supaya dilakukan audit internal secara komprehensif. Hasil audit itu wajib diserahkan kembali kepada kementerian paling lambat tujuh hari kerja setelah surat peringatan dikirim.
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, dalam siaran pers, Sabtu (10/8/2024), di Jakarta, mengatakan, surat peringatan yang dialamatkan kepada 21 PSE telah dikirim Jumat (9/8/2024). Langkah Kemenkominfo sesuai dengan Pasal 35 Ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik yang intinya adalah Kemenkominfo berwenang melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sistem elektronik.
”Kami menemukan ke-21 PSE dengan 42 produk jasa pembayarannya terindikasi dimanfaatkan untuk saluran pembayaran judi daring. Kami meminta mereka agar melakukan pemeriksaan internal/audit secara komprehensif dan mendalam untuk memastikan bahwa layanan tersebut tidak dimanfaatkan untuk judi daring ataupun aktivitas ilegal lainnya,” tuturnya.
Budi menyampaikan, mereka memiliki waktu tujuh hari setelah surat peringatan dikirim untuk melaporkan hasil pemeriksaan internal. Apabila dalam kurun waktu tujuh hari Kemenkominfo belum menerima hasil pemeriksaan, mereka akan dikenai sanksi administratif berdasarkan peraturan perundang-undangan, seperti sanksi pemutusan atau pencabutan tanda daftar PSE.
Data perusahaan penyedia jasa pembayaran dan nama sistem elektronik yang terindikasi digunakan yang dirilis Kemenkominfo ada dalam grafis berikut.
Langkah Kemenkominfo ini mendapat respons beragam dari publik. Direktur Next Policy Yusuf Wibisono, saat dihubungi, berpendapat, jika pemerintah sampai menutup bank perkreditan rakyat (BPR) untuk menekan judi daring, itu adalah langkah yang berlebihan. Eksistensi BPR krusial dalam membantu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang membutuhkan pembiayaan, tetapi tidak mendapatkannya dari perbankan besar.
”Faktor utama dalam pemberantasan judi daring bukan sekadar menutup saluran transaksi, tetapi juga soal penegakan hukum pada bandar dan penyelenggara judi daring serta kerja sama lintas negara dengan negara yang melegalkan judi daring,” ucapnya.
Pemerintah sebaiknya berfokus pada penegakan hukum terhadap penyelenggara judi daring, termasuk yang dioperasikan dari luar negeri, bukan sibuk dengan hal-hal minor yang bukan akar masalah dari judi daring. Lalu, pemerintah menekan jumlah pemain judi daring dengan menekan ekosistem yang mendukung mereka.
Faktor utama dalam pemberantasan judi daring bukan sekadar menutup saluran transaksi, tetapi juga soal penegakan hukum.
Cara yang paling mudah untuk menekan judi daring, kata Yusuf, adalah pemerintah membuat aturan bahwa pelaku dan pemain judi daring tidak dibolehkan menerima bantuan sosial.
”BPR seharusnya mendapatkan dukungan pemerintah dengan menjadikan mereka sebagai bank komunitas,” kata Yusuf. Selama ini, lanjutnya, masalah utama BPR adalah tata kelola yang buruk dan biaya layanan yang mahal sehingga memperburuk gagal bayar dari peminjam.
Head of Research Center for Digital Society (CfDS) Hafiz Noer, saat dihubungi terpisah, menyangsikan langkah terbaru pemberantasan judi daring yang dilakukan oleh Kemenkominfo itu. Pasalnya, di dalam daftar tersebut terdapat beberapa nama layanan jasa pembayaran elektronik yang terafiliasi dengan BPR, bank nasional, dan perusahaan teknologi finansial berskala besar.
”Mungkin, Kemenkominfo bisa menutup PSE yang memiliki layanan jasa pembayaran yang less powerfull, tetapi untuk nama-nama besar tadi, saya tidak yakin. Pemberantasan judi daring seharusnya jangan semuanya dibebankan ke penyedia jasa layanan pembayaran, tetapi di hulu (pelaku utama rantai judi daring),” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) M Arif Angga menilai, upaya pemberantasan judi daring dengan menyasar penyelenggara jasa pembayaran elektronik lebih masuk akal dibandingkan blokir alamat protokol internet dan jaringan pribadi virtual (VPN). Pasalnya, pelaku ataupun pemain judi daring biasanya bertransaksi nontunai. Lalu, apabila ada alamat protokol internet dan VPN tertentu diblokir, pelaku ataupun pemain bisa mencari yang lain.
”Akan tetapi, sepertinya Kemenkominfo tidak bisa sendiri. Pihak Bank Indonesia semestinya ikut diajak kerja sama untuk menelaah seberapa banyak penyelenggara jasa pembayaran elektronik yang terindikasi memfasilitasi transaksi judi daring,” ucap Angga.
Kompas mencoba menghubungi pengurus Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), Vincent Henry Iswaratioso, yang juga CEO DANA (dompet elektronik), untuk mengonfirmasi mengenai siaran pers Kemenkominfo itu, tetapi belum direspons. Sejauh ini juga belum ada keterangan dari pihak-pihak yang masuk dalam daftar tersebut.
Sejauh ini, berbagai upaya pemberantasan judi daring sebelumnya telah coba dilakukan oleh Kemenkominfo, seperti memutus konten laman instansi pemerintahan yang disusupi iklan judi daring; meminta APJII memutus saluran akses internet ke Davao, Filipina, dan Kamboja; meminta seluruh pegawai Kemenkominfo menandatangani pakta integritas; mengancam denda bagi perusahaan media sosial; dan terakhir membatasi penjualan pulsa seluler.