Respons Keluhan Tiket Pesawat, Pemerintah Upayakan Tekan Harga
Pemerintah mengupayakan untuk memberi insentif dan menghapus pajak dalam komponen tiket pesawat.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akhirnya meninjau beragam komponen dalam tiket pesawat yang mengerek besaran akhirnya. Rencana jangka pendek, menengah, dan panjang diusulkan guna menjawab persoalan ini.
Kementerian Perhubungan melalui Badan Kebijakan Transportasi (BKT) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Udara bersama stakeholder telah mengkaji harga tiket pesawat. Upaya ini merespons keluhan terhadap harga akhir yang perlu dibayar konsumen yang terus digaungkan.
Baca juga: Benang Kusut Harga Tiket Pesawat
Harga tiket yang dibayarkan masyarakat mencakup komponen tarif jarak, pajak, iuran wajib asuransi, dan biaya tuslah/tambahan (surcharge). Setidaknya ada rencana jangka pendek, menengah, dan panjang yang ditawarkan pemerintah guna menekan harga tiket pesawat.
”Hasil dari kajian dan diskusi mendalam dengan para pemangku kepentingan, terdapat rekomendasi kebijakan jangka pendek dan jangka panjang yang harus diambil untuk menurunkan harga tiket pesawat. Kebijakan ini harus diambil secara lintas sektoral, tak hanya Kementerian Perhubungan sendiri,” tutur Kepala BKT Robby Kurniawan di Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Rekomendasi jangka pendek mengacu pada komponen yang dapat dikendalikan pemerintah. Pertama, ada insentif fiskal yang dapat diberikan terhadap biaya avtur, suku cadang pesawat, serta subsidi penyedia jasa bandara terhadap biaya pelayanan jasa pendaratan, penempatan, dan penyimpanan pesawat udara (PJP4U). Ada pula insentif terhadap biaya penanganan lapangan (ground handling throughput)juga subsidi atau insentif terhadap biaya operasi langsung, antara lain pajak biaya bahan bakar minyak (BBM) serta pajak biaya suku cadang pemeliharaan.
Kedua, Kemenhub mengusulkan penghapusan pajak tiket pesawat. Harapannya tercipta kesetaraan perlakuan dengan moda transportasi lain yang tak dikenakan pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2012. Regulasi itu mengacu tentang jasa angkutan umum di darat dan air yang tak dikenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Terkait avtur, Robby melanjutkan, konstanta dalam formula penghitungan bahan bakar itu perlu dihapuskan. Terakhir, usulan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk mengajukan sistem multiprovider (tak monopoli) pada suplai avtur. Kemenhub telah menyurati Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan berisi saran dan pertimbangan tentang beberapa penyedia BBM penerbangan,
”Hal ini ditujukan untuk mencegah praktik monopoli dan mendorong implementasi multiprovider BBM penerbangan di bandara sehingga diharapkan tercipta harga avtur yang kompetitif,” kata Robby.
Baca juga: Maskapai Jadi Kambing Hitam Besaran Tarif Tiket Pesawat
Menanggapi usulan-usulan ini, Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie mengatakan, insentif untuk beragam komponen biaya harus memiliki payung hukum, minimal peraturan menteri.
Kajian pemerintah guna menurunkan harga tiket perlu ditekankan bahwa besaran akhir yang dibayarkan penumpang, bukan murni pendapatan yang masuk ke kantong maskapai penerbangan. Sebab, komponen untuk maskapai tetap sama, tetapi harga akhir yang dibayar konsumen akan turun.
Alvin mengatakan, setidaknya sekitar 66 juta tiket domestik terjual pada 2023. Apabila dihitung dengan rerata harga tiap tiket sebesar Rp 1 juta, nilai tiket mencapai Rp 66 triliun. Dengan pengenaan PPN 11 persen, terkumpul Rp 7,26 triliun. Ia memperkirakan, pendapatan negara dari PPN tiket domestik pada 2023 mendekati Rp 10 triliun.
”Apakah menteri keuangan mau melepas ini?” ujar pemerhati penerbangan ini.
Baca juga: Dongkrak Pendapatan, Pelita Air dan Garuda Indonesia Bakal Tambah Pesawat
Komponen lain yang menjadi perhitungan adalah biaya pelayanan jasa penumpang pesawat udara (PJP2U) atau retribusi bandara. Ketika pembayaran terpisah dari komponen pembayaran dalam selembar tiket, maka penumpang akan lebih sadar bahwa ada aspek lain yang memengaruhi besaran akhir saat menggunakan pesawat.
”Sekarang (sebaiknya) dipisah saja, bisa pakai e-money, tap, kemudian keluar resi seperti lewat jalan tol. Dengan demikian sudah terpisahkan. Setelah check in, kemudian akan masuk ke ruang tunggu keberangkatan atau menuju pemeriksaan keamanan, bayar PJP2U dengan e-money,” tutur Alvin.
Pengelolaan avtur
Penghapusan konstanta avtur akan memengaruhi formula penghitungan tarif batas atas (TBA). Keputusan ini dikhawatirkan tak bisa dituntaskan dalam jangka pendek.
Alvin mengatakan, selama ini avtur disuplai PT Pertamina (Persero) karena beragam infrastruktur di bandara. Dua di antaranya berupa tangki penyimpanan dan pipa penyaluran ke pesawat yang dibangun perusahaan tersebut.
Perusahaan pelat merah ini diwajibkan pemerintah untuk memasok avtur ke seluruh bandara, termasuk bandara kecil dengan persoalan skala keekonomian rendah, volume avtur rendah, tetapi biaya angkut besar. Berbeda dengan bandara besar, seperti Soekarno-Hatta (Banten) yang menguntungkan karena volume avtur besar dengan biaya angkut kecil.
”Kalau penyedia-penyedia lain mau masuk, ya sebaiknya diberi tanggung jawab untuk supply bandara kecil di berbagai pelosok Indonesia. Harapannya, manfaatnya dapat, tetapi juga kewajiban terhadap bandara kecil dibagi juga. Jangan mau manis saja, pahit ke Pertamina semua,” ujar Alvin.
Meski demikian, ia meragukan bahwa upaya ini bisa dilakukan dalam jangka pendek. Sebab, sistem multiprovider ini tak bisa dituntaskan dalam waktu cepat karena menyangkut infrastruktur dan perizinan.
Tak hanya jangka pendek, pemerintah juga menawarkan upaya jangka menengah dan panjang yang akan dilakukan. Aspek ini masih berkaitan erat dengan pemanfaatan energi.
Robby mengatakan, formulasi TBA saat ini perlu ditinjau ulang. Alasannya, perubahan kondisi pasar perlu diakomodasi dengan baik, khususnya komponen biaya operasi langsung dan tak langsung berdampak pada keselamatan penerbangan serta keberlanjutan layanan transportasi udara.
”Selain itu, upaya jangka panjang adalah bersama stakeholder bidang sumber daya energi, perlu mendorong pemerataan harga avtur di seluruh Indonesia. Salah satunya membangun kilang secara tersebar,” ujar Robby.
Baca juga: Komunitas Penerbangan Cermati Upaya Luhut Turunkan Harga Tiket Pesawat