Peralihan Bandara IKN dari VVIP ke Umum Perlu Dianalisis Mendalam
Perlu dianalisis apakah ada maskapai yang mau terbang ke sana, apakah maskapai dipaksa terbang ke sini.
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan mendukung alih fungsi bandara, dari terbatas untuk very very important person VVIP menjadi terbuka untuk umum, termasuk pembiayaannya demi kemaslahatan banyak orang. Meski demikian, perlu dianalisis, apakah maskapai penerbangan komersial bersedia terbang ke sana.
”Dari DPR, makin besar manfaat bandara ini, makin baik karena dibangun pakai uang rakyat. Namun, memang perlu dianalisis apakah ada maskapai yang mau terbang ke sana, apakah maskapai dipaksa terbang ke sini. Ini harus diketahui dulu. Analisis ini urusan pemerintah,” tutur politikus Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (2/8/2024).
Berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo, pemerintah akan mengubah penggunaan bandara Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Awalnya, infrastruktur itu hanya terbatas bagi VVIP, kini bakal terbuka bagi masyarakat umum.
Baca juga: Bakal Dibuka untuk Umum, Bandara IKN Berisiko Hambat Bandara Sekitar
Menurut Lasarus, ketika IKN berkembang jadi sebuah kota yang diharapkan, bandara memang harus dibuka untuk umum. Hal ini memudahkan masyarakat yang berencana ke IKN, tak perlu singgah ke Balikpapan. Jarak bandara IKN yang lebih dekat dengan tujuan akhir masyarakat dapat meringankan biaya masyarakat di sekitarnya pula.
Meski demikian, perubahan desain dari bandara VVIP untuk umum tentu akan menambah anggaran. Selama peruntukannya untuk kemaslahatan banyak orang, Komisi V DPR dapat mengakomodasi sesuai kebutuhan pemerintah.
”Kalau jadi bandara umum, kami dukung. Kalaupun harus menambah biaya, enggak apa-apa untuk rakyat tambah biaya. Jangan asal tambah biaya untuk kepentingan tertentu,” ujar Lasarus.
Baca juga: Operasional Bandara VVIP IKN Molor, Tak Digunakan saat Upacara di Ibu Kota Baru
Ia mengatakan, ketika Jalan Tol IKN-Balikpapan sudah jadi pun, perjalanan menuju pusat pemerintahan Indonesia itu akan tetap memakan biaya. Maka, ia menekankan pentingnya masyarakat dapat mengakses ke IKN dan Balikpapan sesuai tujuannya masing-masing, bukan justru pemusatan pada salah satu bandara.
Kalau jadi bandara umum, kami dukung. Kalaupun harus menambah biaya, enggak apa-apa untuk rakyat tambah biaya.
”Prinsip dari kami, silakan saja mengubah status bandara dari VVIP ke umum selama itu tak membebani rakyat, tak bebani penumpang, dan tak bebani maskapai. Kami izinkan penambahan biaya terkait ini kalau memang baik demi kepentingan rakyat,” kata Lasarus.
Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyampaikan bahwa bandara IKN dapat digunakan masyarakat umum. Harapannya, distribusi pergerakan masyarakat merata dan utilisasi bandara lebih maksimal sehingga menguntungkan secara ekonomi.
Regulasi mengenai teknis pembangunan bandara IKN tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Percepatan Pembangunan dan Pengoperasian Bandara VVIP untuk Mendukung Ibu Kota Nusantara. Dalam pasal 2 tertulis, bandara tersebut khusus melayani kepentingan kegiatan pemerintahan di IKN.
”Untuk itu, kami akan review perpres yang sudah ada karena perpres tersebut hanya mengatur VVIP. Hal yang baik itu kalau bandara lebih maksimal jumlah pergerakannya. Untuk menambah jumlah pergerakan itu, tak terbatas untuk kepentingan VVIP,” kata Budi.
Lihat juga: Pembangunan IKN Dikebut Menjelang Peringatan HUT Ke-79 RI
Keputusan pemerintah itu disayangkan Ketua Asosiasi Pengguna Jasa Penerbangan Indonesia (Apjapi) Alvin Lie. Keputusan itu membuktikan bahwa bandara IKN tak dikaji secara matang.
”(Ini) bukti bahwa perencanaan bandara IKN grusa-grusu, sarat nuansa hanya memenuhi keinginan pejabat. Tak berdasar kajian yang akuntabel,” kata Alvin.
Alih fungsi bandara ini sama saja membangun bandara umum, tanpa kajian kebutuhan pasar serta tak melibatkan maskapai penerbangan. Bandara ini dikhawatirkan akan bernasib serupa dengan Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat.
Dari segi demografi, populasi dan pola mobilitas warga IKN belum cukup menghidupi bandara sebesar bandara IKN. Jika PT Angkasa Pura 1 atau 2 ditunjuk sebagai pengelola bandara, mereka akan merugi.
”Tak dilibatkan dalam perencanaan dan pembangunan, tapi langsung dibebani tanggung jawab untuk operasi dan menghidupi. Siapa yang akan menanggung kerugiannya? Bebankan pada penumpang?” tutur Alvin.
Komersialisasi bandara
Bandara IKN nantinya dapat menampung pesawat-pesawat berbadan besar, antara lain Boeing 777. Hal ini didukung dari panjang landasan pacu (runway)yang mencapai 3.000 meter, lebih panjang ketimbang Bandara Balikpapan dan Samarinda, Kalimantan Timur.
Ketika ditanya apakah bandara IKN bakal dikomersialisasikan, Budi menampiknya. Namun, ia mengatakan bahwa bandara yang ditargetkan beroperasi pada akhir Agustus 2024 ini akan memberi kesempatan tak hanya VVIP dan pemerintah, tetapi juga masyarakat umum juga menggunakannya.
Meski status bandara IKN dapat digunakan semua orang, tetap memiliki perbedaan fungsi dengan Bandara Sultan Aji Muhammad Sulaiman (SAMS) Sepinggang, Balikpapan, dan Bandara Aji Pangeran Tumenggung (APT) Pranoto, Samarinda. Ketiganya masih dalam Provinsi Kalimantan Timur.
Budi mengemukakan, panjang landasan pacu bandara IKN mencapai 3.000 meter, berbeda dengan Bandara Balikpapan yang sepanjang 2.400 meter. Sementara panjang landasan pacu Bandara Samarinda hanya 2.000 meter.
”Itu jadi signifikan. Jadi, bahkan internasional itu koneksinya di IKN,” katanya.
Baca juga: Warga Keluhkan Debu Proyek IKN, Jokowi: Masih dalam Proses Pekerjaan
Menanggapi pernyataan Budi, Alvin menilai bahwa panjang landasan tak menentukan status bandara umum atau khusus. Alasannya, landasan pendek dan panjang dapat dikenakan pada kedua jenis bandara tersebut.
Pembangunan bandara bukan tentang landasan pacu, melainkan dibangun berdasarkan kebutuhan dan peruntukannya. Dalam konteks IKN, bandara tersebut telah dibangun sebagai bandara khusus VVIP sehingga didesain untuk tingkat lalu lintas rendah, tak terlalu ramai.
Dampaknya, apron atau pelataran pesawat didesain tak terlalu luas yang hanya cukup menampung 2-3 pesawat. Gedung terminal tak hanya kecil, tetapi tata ruang pengamanan VVIP berbeda dari bandara umum.
Dari sisi logistik dengan pergerakan pesawat yang rendah, persediaan bahan bakar juga tak banyak. Hal ini berdampak pada kapasitasnya pula. Layanan VVIP juga tak memerlukan banyak kargo, berbeda dengan bandara umum.
”Dari sini saja kelihatan kalau tiba-tiba bandara IKN itu diubah jadi bandara umum, desain semula banyak yang tak cocok untuk bandara umum sehingga butuh pengembangan lagi,” ujar Alvin.
Dampak ke konsumen
Persoalannya, biaya untuk mengubah desain bandara tentu tak sedikit. Proses pembangunan bandara IKN yang dimulai sejak 2023 tentu dipercepat. Biasanya segala sesuatu yang dipercepat belum tentu memiliki kualitas yang baik.
Setelah ini, pihak yang akan mengelola biaya perawatan serta investasi mungkin saja membebankan biaya ini kepada penumpang. Bentuknya berupa Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (PJP2U). Hal ini sudah terjadi pada Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Penumpang pun kembali menjadi korban.
”Hal-hal seperti ini yang sering terabaikan pembuat kebijakan,” ujar Alvin.
Berkaca dari bandara enclave sipil, yakni landasan udara sipil menumpang pada landasan udara militer, akan terjadi permasalahan domino lainnya. Salah satunya terjadi pada Bandara Halim Perdanakusuma.
Ketika ada pergerakan pesawat VVIP, antara lain tamu negara, pejabat, dan Presiden, maka aerodrome akan dinyatakan tutup sekitar 30 menit. Seluruh pergerakan komersial akan dihentikan. Pesawat yang akan mendarat akan tetap terbang sementara waktu, sedangkan berencana lepas landas harus menunggu.
"Akibatnya, jadwal keberangkatan dan kedatangan sering terlambat. Kalau bandara IKN ini juga VVIP tapi difungsikan juga sebagai penerbangan komersial, itu nanti timbul masalah yang sama. VVIP pasti diprioritaskan," ujar Alvin.
Dalam penerbangan internasional, slot tak sefleksibel penerbangan domestik. Jadwal keberangkatan dan kedatangan dari luar negeri lebih ketat dan harus lebih tepat waktu. Hal ini tentunya membebankan konsumen yang terdampak dari fungsi ganda bandara.
Baca juga: Trem Otonom IKN Bakal Jadi Percontohan bagi Daerah Lain