Program penciptaan wirausaha baru di sektor kelautan dan perikanan kini tengah digulirkan.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·4 menit baca
Kemunculan wirausaha-wirausaha yang inovatif di lingkup usaha kelautan dan perikanan terus dinantikan. Bisnis sektor kelautan dan perikanan dinilai berpotensi untuk digarap, tetapi juga rentan terhadap berbagai faktor, mulai dari kontinuitas produksi, inovasi, hingga perubahan tren pasar.
Pengumuman pemutusan hubungan kerja karyawan yang dilakukan eFishery, perusahaan berstatus unicorn di sektor akuakultur atau perikanan budidaya, pada akhir Juli 2024, sontak mengejutkan insan pelaku bisnis di sektor kelautan dan perikanan. Dilansir dari laman resmi, ekosistem terintegrasi dari eFishery yang meliputi lokapasardan platform penjualan produk ikan, udang, serta layanan ke akses finansial telah mendukung lebih dari 70.000 pembudidaya dan petambak di seluruh Indonesia.
Tahun lalu, perusahaan asal Bandung yang juga dikenal memproduksi alat pakan otomatis itu meraih suntikan modal seri D dari sejumlah investor senilai 200 juta dollar AS atau sekitar Rp 3 triliun. Pada 2022, eFishery juga mendapatkan pendanaan seri C senilai 90 juta dollar AS atau setara Rp 1,28 triliun.
Deretan investor perusahaan unicorn itu, antara lain 42XFund, KWAP, responsibility, 500Globals (perusahaan modal ventura multitahap). Selain itu, Temasek, SoftBank Vision Fund 2, dan Sequoia Capital India. Terdapat juga investor lainnya, yakni Northstar Group, Go-Ventures, Aqua-Spark, dan Wavemaker Partners.
Vice President of Public Affairs eFishery Muhammad Chairil mengemukakan, eFishery menjalankan bisnis di sektor akuakultur dengan rantai bisnis yang cukup kompleks. Penyesuaian kini tengah dilakukan guna mendukung optimalisasi perkembangan rantai nilai, penetrasi pasar dan pertumbuhan bisnis yang lebih berkelanjutan.
Perubahan yang dilakukan perusahaan, antara lain, fokus pada digitalisasi untuk akuisisi dan transaksi ke pembudidaya, penggabungan area supaya operasional lebih efisien, integrasi rantai nilai, dan penetrasi rantai nilai pengolahan dan distribusi produk akhir. Selain itu, ekspansi pasar melalui ekspor dan perdagangan modern di tingkat regional.
”Intinya, penyesuaian dengan perkembangan rantai nilai bisnis sehingga relevan dengan pembudidaya dan petambak yang masuk dalam ekosistem eFishery,” ujar Chairil, saat dihubungi, Kamis (1/8/2024).
Bisnis di sektor kelautan dan perikanan tak dimungkiri memiliki potensi besar, tetapi juga rentan terhadap sejumlah perubahan, termasuk di rantai pasok hulu-hilir. Hingga saat ini, pelaku usaha kelautan dan perikanan di Indonesia didominasi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di sektor pengolahan ikan, misalnya, 95 persen pelaku usaha ditengarai merupakan UMKM.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, pelaku usaha kelautan dan perikanan berjumlah 3,02 juta pelaku, meliputi 1,35 juta pembudidaya, 1,32 juta nelayan, 275.458 pemasar produk perikanan, 86.079 pengolah perikanan, 18.247 petambak garam, dan 5.367 pemasar antarpelabuhan.
Di Indonesia, total wirausaha di Indonesia memiliki proporsi 3,47 persen atau masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Singapura memiliki tingkat wirausaha berkisar 8,76 persen, Malaysia (4,74 persen), dan Thailand (4,26 persen). Negara-negara maju mencatat tingkat kewirausahaan rata-rata 14 persen.
Wirausaha baru
Direktur Pemberdayaan Usaha Kementerian Kelautan dan Perikanan Catur Sarwanto menuturkan, daya tahan dan ketangguhan menghadapi perubahan menjadi tantangan bagi sebagian pelaku usaha rintisan dan UMKM. Selama ini, UMKM di sektor perikanan cenderung minim dalam hal inovasi, pemanfaatan teknologi, dan digitalisasi.
Ia mencontohkan, produk wirausaha yang ditampilkan dan dipamerkan masih didominasi produksi olahan ikan sederhana, seperti abon, dodol, dan teri. Sementara itu, UMKM kerap menghadapi masalah pemasaran dan permodalan. Arah pengembangan UMKM perlu didorong untuk naik kelas, memiliki daya saing dan inovatif agar bisa berkelanjutan.
Fokus kami menciptaan wirausaha baru yang kreatif dan berdaya saing, mandiri, dan berbasis ekonomi biru.
Program penciptaan wirausaha baru di sektor kelautan dan perikanan kini tengah digulirkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), melalui Beecamp (Blue economy entrepreneurship bootcamp) yang berlangsung 29 Juli-28 September 2024. Program inkubasi bisnis yang bekerja sama dengan maritimepreneur itu mencakup pelatihan wirausaha, pendampingan usaha, transfer teknologi, dan penjajakan bisnis dengan investor.
”Fokus kami menciptaan wirausaha baru yang kreatif dan berdaya saing, mandiri, dan berbasis ekonomi biru,” kata Catur, dalam Konferensi Pers ”Beecamp untuk Menciptakan Wirausaha Baru di Sektor Kelautan dan Perikanan”, Rabu (31/7/2024).
Managing Director Maritimepreneur Kaisar Akhir menambahkan, pengembangan bisnis harus memiliki visi besar agar termotivasi untuk terus berkembang. Di sisi lain, investor saat ini lebih berminat mencari usaha rintisan ataupun UMKM yang memiliki dampak besar dan bermanfaat.
Beecamp 2024 telah menyaring 20 tim dari 113 kelompok wirausaha. Kriteria pemilihan wirausaha, antara lain, inovasi dan keunikan bisnis, kelayakan proses bisnis, serta memiliki manfaat dan dampak bisnis. Pelaku wirausaha yang terpilih akan didampingi dalam legalitas, produksi, keuangan, pemasaran.
Daya Tahan
Founder PT Inovasi Ikan Nusantara Wiko Puji Susanto mengungkapkan, perusahaan yang memproduksi camilan Fish Snack itu pernah menjadi peserta wirausaha binaan KKP di tahun 2021. Usaha itu berangkat dari motivasi untuk memanfaatkan limbah ikan. Sebagian besar produk ikan Indonesia yang berkualitas cenderung diekspor, sedangkan pasar lokal hanya kebagian produk reject atau yang ditolak.
”Mirisnya, ikan kita diekspor dalam bentuk fillet, sedangkan kita disisakan limbahnya, seperti bagian kepala, tulang, dan kulit ikan. Masyarakat tidak bisa menikmati ikan berkualitas bagus yang dibawa ke luar negeri,” kata Wiko.
Limbah kulit dari pabrik fillet ikan lantas diolah menjadi aneka produk olahan, seperti ikan kremes, udah kremes dan snack dari kulit patin. Usaha itu mampu meraup omzet lebih dari Rp 200 juta per bulan, dengan jumlah agen reseller tersebar di 300 titik dan 11 supermarket.
Wiko berpandangan, bisnis perikanan yang memiliki daya tahan harus mampu menjamin mutu produk yang semakin baik. Kerap terjadi, produk yang sudah laku mengalami penurunan mutu karena tidak mampu menjaga kualitas produk. Selain itu, kemampuan inovasi dan membaca tren pasar, serta pemasaran digital.
Titik Umiati, Founder Fasilitator Inspirasi Bangsa, menuturkan, UMKM perlu memiliki mindset atau pola pikir agar tangguh menghadapi beragam perubahan dan pasar yang dinamis. Pemasaran perlu berbasis data sehingga pelanggan terpelihara dan mampu mengendalikan konsumen. Target bisnis harus jelas. Saat ini, KKP sudah memiliki 150 kurator yang siap membantu UMKM.
”Percuma UMKM dikasih pendampingan, jika pola pikir masih belum berubah,” kata Titik.