Kepulauan Anambas, Wisata Bahari yang Jalan di Tempat
Wisatawan rela merogoh kocek lebih dalam demi mendapatkan fasilitas berlibur yang memadai, tanpa merusak alam.
Kepulauan Anambas di Provinsi Kepulauan Riau memiliki keindahan wisata bahari yang luar biasa. Namun, banyak pekerjaan rumah yang mesti dilakukan untuk mengangkat mutiara di salah satu daerah terluar wilayah Indonesia itu.
Kepulauan Anambas sudah lama dibidik sebagai tempat pariwisata yang menjadi magnet bagi wisatawan. Setidaknya sejak 2010-an, pergerakan wisatawan mancanegara dan domestik ”kecil-kecilan” mulai menggeliat di Tarempa dan Jemaja, dua pulau yang menjadi destinasi utama.
Namun, potensi ini belum banyak tergali hingga sekarang. ”Saya rasa potensi di sini banyak sekali yang belum tereksplorasi dengan maksimal. Arahnya ke mana, apakah sebagai ibu kota wisata atau industri? Itu harus diarahkan,” ujar Kepala Bandara Letung Andy Hendra Suryaka di Jemaja, Kepulauan Anambas, Kamis (25/7/2024).
Baca juga: Konektivitas, Dambaan di Wilayah Terluar
Pemerintah daerah, Andy menilai, punya keterbatasan. Rencana pengembangan itu perlu arahan pemerintah pusat yang memiliki referensi pengembangan nasional. Dari titik itu, petunjuk pemerintah pusat akan diturunkan dalam bentuk langkah-langkah sehingga ketika rapat kerja pun akan tepat sasaran.
”Di sini set up pariwisata karena potensi alam luar biasa. Hal itu masih belum terkelola dengan baik, padahal bisa mendatangkan investasi. Namun, investor akan datang ketika ada perencanaan bisnis yang jelas,” ujar Andy.
Kepulauan Anambas menyajikan banyak kekayaan alam luar biasa. Hamparan pantai luas, lengkap dengan beraneka macam rupa karang. Ada pula keindahan alam pegunungan, termasuk air terjun yang salah satunya di Pulau Jemaja. Air Terjun Neraja ini dikelilingi pepohonan yang membuat suasana makin tenang dengan kicau burung.
Namun, kecantikan pulau-pulau yang nyaris tak tersentuh ini baru dinikmati segelintir orang, terutama masyarakat setempat. Alih-alih berkunjung ke Anambas, banyak masyarakat Indonesia yang bahkan tak mengetahui letak kepulauan tersebut.
Baca juga: Anambas, Mutiara di Halaman Depan Indonesia
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengatakan, dinamika pariwisata di Kepulauan Riau masih rendah. ”Kepulauan Riau juga salah satu danger zone kita karena kedatangan wisatawan masih di bawah target,” katanya.
Laporan Badan Pusat Statistik Kepulauan Riau menunjukkan, wisatawan mancanegara yang berkunjung di provinsi itu mencapai 604.547 kunjungan selama Januari-Mei 2024. Dalam periode yang sama, BPS pusat mencatat ada 5,24 juta kunjungan wisatawan mancanegara secara nasional. Proporsi kunjungan Kepulauan Riau sekitar 11,5 persen dari nasional.
Perspektif pelaut
Asa untuk menggarap pariwisata yang telah lama digaungkan masih ada. Sebab, sesekali wisatawan mancanegara datang ke Anambas. Sebagian memanfaatkan penerbangan dengan pesawat dari Batam, Kepulauan Riau. Namun, ada pula yang berlayar dengan kapal pesiar (yacht).
Sekelompok turis asing asal Australia yang berkunjung menggunakan kapal pesiar mengapresiasi keindahan alam Anambas. Mereka pun tak ragu untuk kembali ke kepulauan terluar Indonesia ini.
Andy Saunders, salah seorang turis Australia, berpendapat, Anambas merupakan kepulauan yang indah, sangat bersih, dengan biaya hidup yang rendah. Penduduknya juga sangat ramah. Kondisi ini berbeda dengan Batam yang bukan menjadi opsi para turis untuk berlibur.
”Karang-karang dalam kondisi baik dan bersih. Namun, hal ini hanya terlihat pada sedikit titik, sedangkan tempat lain mungkin tak begitu baik karena banyaknya sampah plastik,” kata Saunders.
Saunders menikmati alam Anambas bersama Sevaly Sen, Luke Fennell, dan Mia Fennell. Mereka melakukan snorkeling sebagai salah satu cara melihat biota laut. Namun, mereka menyayangkan karena hanya sedikit ikan yang bisa ditemui. Padahal, beragam karang bisa tumbuh dan hidup subur.
”Thailand merupakan contoh yang sempurna untuk pengelolaan laut. Banyak hal baik yang bisa ditiru,” ujar Saunders.
Thailand merupakan contoh yang sempurna untuk pengelolaan laut. Banyak hal baik yang bisa ditiru.
Sen menambahkan, laut tak lepas dari mobilitas kapal yang berlalu lalang, termasuk milik pribadi wisatawan. Ketika akan pergi ke daratan, mereka terpaksa melepas jangkar ke laut.
Beruntung pesisir laut itu tak memiliki banyak karang, seperti di Pantai Padang Melang, Jemaja, Anambas. Alhasil, mereka dapat dengan mudah melepas jangkarnya.
Berbeda ketika para pelaut ini harus menepi dengan kondisi banyak karang di tepi pantai. Terkadang karena tak ada alat pendukung untuk mengaitkan jangkar, seperti layaknya di dermaga, pelaut terpaksa melepas jangkarnya sehingga berisiko merusak karang.
Para wisatawan ini merekomendasikan agar ada pihak yang mengelola sungguh-sungguh jalur persinggahan kapal atau perahu. ”Bebankan biaya untuk singgah kapal, seperti biaya parkir yang terorganisasi. Untuk menambatkan kapal bisa dikenai biaya 20 dollar AS (sekitar Rp 326.000) per malam. Ini bentuk perbaikan untuk pendapatan penduduk juga,” kata Sen.
Baca juga: Mutiara Tersembunyi di Kepulauan Anambas
Mereka akan merasa lebih bertanggung jawab ketika menjadi wisatawan karena ada biaya konservasi atas karang-karang yang terganggu. Para pelaut pun berharap tak merusak karang-karang yang ada sehingga mencegah dan memperbaiki alam perlu diupayakan.
”Tiap pelaut yang kami temui di jalan mengatakan bahwa Anambas merupakan lokasi yang mendukung untuk berlayar. Perlu bisnis-bisnis lain dikembangkan, seperti kemudahan mengakses restoran dan penyewaan kendaraan. Upaya ini bakal jadi alternatif yang baik untuk pemasukan masyarakat juga,” tutur Sen, pakar perikanan sekaligus Direktur Konsultan Perikanan, Oceanomics, Australia.
Taman bahari
Selain turut melestarikan alam, penduduk bisa bekerja menjaga kapal-kapal yang diparkir di tepi laut. Hal ini bisa menjadi alternatif pekerjaan lain ketika melaut tak lagi bisa diandalkan.
”Hal yang menawan tentang Indonesia, Anda memiliki banyak alternatif untuk dikembangkan, antara lain memajukan pariwisata. Tak semua negara memiliki pilihan seperti ini,” kata Sen.
Baca juga: Karang Biru di Anambas
Para pelaut ini juga mendorong pengelolaan taman bahari yang fokus menunjukkan keanekaragaman laut Anambas. Potensi ini dinilai penting untuk bersaing di kancah internasional. Wisatawan memiliki lokasi khusus untuk berenang dan melihat beragam terumbu karang dan ikan, serta biota laut lainnya. Para pelaut Australia ini meyakini mereka akan membayar lebih untuk menikmati hal tersebut.
Beragam infrastruktur, terutama transportasi, juga perlu mendapat perhatian khusus. Fasilitas ini menjadi penentu bagi wisatawan datang ke suatu lokasi. Sebab, mereka butuh kepastian untuk mengeksplorasi suatu daerah.
Tingkatkan daya jual
Upaya untuk meningkatkan daya jual Anambas terus dilakukan pemerintah daerah. Banyak acara diselenggarakan guna menarik perhatian para pelancong.
Salah satunya melalui Padang Melang International Folklore Festival (PMIFF), pergelaran budaya berskala internasional yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Anambas. Acara kesenian budaya Melayu pesisir berpadu dengan budaya Melayu serumpun yang didukung Kemenparekraf ini menjadi acara tahunan.
Seluruh pihak, mulai dari beragam instansi hingga masyarakat akar rumput, turut berpartisipasi. Hal ini menjadi usaha kolektif untuk melestarikan sekaligus menghidupkan perputaran ekonomi di salah satu wilayah kepulauan terluar Indonesia.
Baca juga: Keseharian di Pulau Terluar Indonesia
”Penonton yang mayoritas wisatawan asing sangat antusias dengan mengabadikan momen acara tersebut. Mereka berebut mengambil gambar,” kata Andy.
Sebagai pengelola Bandara Letung, Andy berharap pembangunan sarana dan prasarana di daerah sungguh direncanakan dengan matang. Rencana induk harus berkelanjutan untuk mendukung pemda menyediakan aksesibilitas dan konektivitas.
Perencanaan itu akan berdampak besar bagi pengembangan pariwisata di Kepulauan Anambas pula. Sebab, pembangunan guna meningkatkan perekonomian masyarakat setempat perlu dilakukan seluruh pihak dari banyak sektor.