Masuknya Garuda ke dalam Injourney positif untuk bisnis. Namun, kondisi ekuitas yang minus bisa menjadi beban holding.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana masuknya PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dalam induk BUMN aviasi dan pariwisata, Injourney, digadang bisa berdampak positif bagi bisnis perseroan. Namun, ekuitas minus yang saat ini dicatat Garuda, berpotensi jadi beban holding yang kini punya catatan keuangan apik.
Sejak resmi terbentuk pada Oktober 2021, holding Injourney, di bawah payung PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero), beranggotakan enam perusahaan pelat merah, yakni PT Angkasa Pura I; PT Angkasa Pura II; PT Hotel Indonesia Natour; PT Pengembangan Pariwisata Indonesia; PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan, & Ratu Boko; serta PT Sarinah.
Direktur Utama Garuda Indonesia, Irfan Setiaputra, mengonfirmasi Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah menetapkan agar proses inklusi industri aviasi ke dalam Injourney bisa rampung sebelum Oktober 2024. Ia pun mengharapkan adanya pertumbuhan bisnis maskapai penerbangan nasional itu masuk sebagai anggota holding.
Masuknya Garuda Indonesia dalam Injourney akan memperpanjang daftar perusahaan BUMN yang bergabung ke dalam holding yang dibentuk pemerintah.
”Tentu (bergabungnya Garuda Indonesia ke Injourney) dapat meningkatkan pertumbuhan bisnis, mengurangi biaya dan efisiensi kerja,” kata Irfan kepada Kompas, Selasa (30/7/2024).
Senada dengan Irfan, Wakil Menteri (Wamen) BUMN Kartika Wirjoatmodjo, dalam diskusi terbatas dengan kalangan pemimpin redaksi media massa di Jakarta, pekan lalu, mengungkapkan bahwa masuknya Garuda Indonesia dalam Injourney akan memperpanjang daftar perusahaan BUMN yang bergabung ke dalam holding yang dibentuk pemerintah.
Injourney, lanjut Wamen yang akrab disapa Tiko, diharapkan hadir sebagai orkestrator pariwisata sekaligus strategic holdingterkemuka di regional. Bergabungnya Garuda Indonesia menjadi penting karena entitas ini diharapkan dapat berkontribusi dalam peningkatan traffic, passenger movement, dan mendorong jumlah wisatawan melalui berbagai layanan dan program.
”Potensinya besar karena kita akan tarik Garuda Indonesia menjadi bagian dari paket kita sehingga lebih komplet. Jadi, pesawatnya dengan Garuda, jaringan hotelnya juga Injourney punya, plus tujuan wisatanya juga banyak, karena kita punya banyak candi. Taman Wisata Candi yang mengelola Borobudur, Prambanan, dan TMII juga di Kementerian BUMN,” ujar Tiko.
Sepanjang 2023, pendapatan Injourney tumbuh 47 persen dari tahun sebelumnya menjadi Rp 23,34 triliun. InJourney tercatat meraup laba bersih sebesar Rp 1,1 triliun atau berbalik dari kerugian Rp 993 miliar pada 2022. Adapun ebitda holding tercatat mencapai Rp 8,8 triliun, tumbuh 72 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp 5,1 triliun.
Kinerja keuangan Injourney yang membaik sejalan dengan kenaikan kunjungan wisatawan pada 2023 menjadi 4,05 juta wisatawan, naik 20 persen dari 2022 sebanyak 3,38 juta wisatawan.
Kendati digadang-gadang bakal berdampak pada peningkatan kinerja perusahaan, pengamat BUMN Datanesia Institute, Herry Gunawan, memandang masuknya Garuda Indonesia ke Injourney dapat membebani keuangan holding mengingat ekuitas Garuda masih minus 1,3 miliar dollar AS atau setara Rp 20,5 triliun.
Ia menyarankan agar Garuda Indonesia membenahi keuangan mereka terlebih dahulu sebelum ikut bergabung ke dalam Injourney. Terlebih lagi, ada banyak kewajiban Garuda yang belum terselesaikan meski bersinggungan dengan BUMN lain.
”Lebih baik Garuda selesaikan soal keuangannya sendiri dulu, dari yang saat ini ekuitasnya minus. Kondisi itu terlalu berat untuk digendong oleh perusahaan yang kinerja keuangannya biru,” ujar Herry.
Sementara itu, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, menilai secara garis besar masuknya Garuda Indonesia ke InJourney akan direspons positif oleh pelaku pasar. Pasalnya, langkah ini akan berdampak baik bagi perseroan dalam jangka 5 tahun hingga 10 tahun ke depan.
Lesunya permintaan di sektor aviasi perlu diantisipasi pemerintah lewat skema penurunan tarif.
”Selain itu, bergabungnya Garuda Indonesia dengan InJourney, serta memperkuat konektivitas udara dan ekosistem pariwisata Indonesia,” ujarnya.
Adapun hal terpenting yang perlu dilakukan Garuda Indonesia ke depan adalah berupaya meningkatkan pelayanan kepada pelanggan. Langkah ini bertujuan mendorong permintaan di sektor aviasi yang tertekan akibat tingginya harga tiket pesawat.
”Lesunya permintaan di sektor aviasi perlu diantisipasi pemerintah lewat skema penurunan tarif. Ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya bahan bakar avtur. Jika penurunan tarif diberlakukan, permintaan diharapkan bisa meningkat,” kata Nafan.