Pemerintah Masih Memilah Jatah Konsesi Tambang untuk Muhammadiyah
Atas permintaan Prabowo, ada potensi privilese tawaran pengelolaan tambang akan diperluas bagi ormas nonkeagamaan.
Oleh
AGNES THEODORA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah memutuskan menerima tawaran pemerintah untuk mengelola izin tambang. Pemerintah saat ini masih menindaklanjuti keputusan itu dan mencarikan lahan tambang yang tepat untuk Muhammadiyah berdasarkan luasan konsesi dan potensi cadangannya.
Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Senin (29/7/2024), mengatakan, pemerintah sudah bertemu dengan Muhadjir Effendy selaku Ketua Tim Pengelola Tambang PP Muhammadiyah. Langkah berikutnya adalah menentukan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) yang akan dikelola Muhammadiyah.
WIUPK tersebut akan berstatus eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Lahan eks PKP2B adalah hasil penciutan yang telah dikembalikan lagi kepada negara dan belum memiliki izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Bahlil mengatakan, pemerintah akan memberikan lahan eks PKP2B terbaik bagi Muhammadiyah, di luar PT Kaltim Prima Coal (KPC) milik Bakrie Group. Sebelumnya, pemerintah telah memberikan konsesi bekas KPC ke Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai ormas keagamaan yang pertama menerima tawaran kelola izin tambang.
”Kita akan memberikan eks PKP2B yang paling bagus di luar KPC, tetapi yang mananya saya lapor ke Presiden dulu,” kata Bahlil dalam konferensi pers Realisasi Investasi Triwulan II Tahun 2024 di Gedung Badan Koordinasi Penanaman Modal/Kementerian Investasi, Jakarta.
Sebelumnya, pemerintah telah memetakan sejumlah lahan berstatus eks PKP2B yang berpotensi diberikan kepada ormas keagamaan. Merujuk Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral 2022, setidaknya ada enam konsesi berstatus PKP2B generasi I yang masa kontraknya berakhir pada 2019-2025.
Selain PT KPC, ada lima eks lahan konsesi milik PT Arutmin Indonesia, PT Kendilo Coal Indonesia, PT Adaro Energy Tbk, PT Multi Harapan Utama, dan PT Kideco Jaya Agung. Lahan paling luas adalah milik PT KPC (84.938 hektar), disusul PT Arutmin Indonesia (57.107 hektar), PT Kideco Jaya Agung (47.500 hektar), PT Multi Harapan Utama (39.971 hektar), dan PT Adaro Indonesia (31.379 hektar).
Saya diskusi dengan Pak Prabowo, jangan hanya ini (ormas keagamaan) saja yang dikasih.
Wakil Menteri Investasi Yuliot Tanjung mengatakan, sebelum menetapkan lahan konsesi untuk Muhammadiyah, pihaknya akan terlebih dahulu berkonsultasi dengan Badan Geologi untuk mendalami potensi lokasi, luasan tambang, dan prospek cadangan yang tersedia.
”Secara luasan (lahan) juga kami prospek, tetapi yang terpenting itu kandungan yang ada, kira-kira secara ekonomis bisa mendukung program ini atau tidak. Kira-kira akan dicari yang hampir sama dengan yang didapat NU. Ini datanya masih kami konsolidasikan dulu,” kata Yuliot.
Di sisi lain, pemerintah juga akan memberi kesempatan kepada PP Muhammadiyah untuk memilih sendiri lahan konsesi yang dipandang sesuai dengan kebutuhan ormas. ”Dari beberapa alternatif lokasi ini, nanti akan disampaikan dan dilihat, mana yang mereka (Muhammadiyah) usulkan untuk dipilih,” ujarnya.
Memperluas cakupan ormas
Bahlil melanjutkan, ada kemungkinan ke depan izin kelola tambang itu diperluas untuk ormas nonkeagamaan. Wacana itu muncul setelah ia berdiskusi dengan presiden terpilih Prabowo Subianto baru-baru ini.
”Saya diskusi dengan Pak Prabowo, jangan hanya ini (ormas keagamaan) saja yang dikasih. Dilihat juga organisasi lain yang punya kontribusi ke negara yang klasifikasinya memenuhi syarat, kami kasih saja, daripada kasih yang lain yang tidak jelas,” kata Bahlil.
Meski demikian, ia menegaskan, sejauh ini izin itu masih diberikan sebatas pada ormas keagamaan. Adapun ormas keagamaan yang menerima tawaran pemerintah untuk mengelola izin tambang adalah PBNU dan Muhammadiyah.
Bahlil mengatakan, masih ada peluang ormas keagamaan lain ikut mempertimbangkan izin kelola tersebut. Prinsipnya, ormas keagamaan tinggal mengajukan diri dan izin diberikan berdasarkan syarat yang dipenuhi.
”Ada tiga atau empat lagi ormas keagamaan yang sudah mengajukan. Silakan saja, sifatnya kami terbuka, tinggal dilihat mana yang penuhi syarat dan mana yang tidak,” katanya.
Kami tidak mengejar keuntungan, karena kalau mikir diri sendiri, insya Allah Muhammadiyah sudah cukup.
Sebelumnya, PP Muhammadiyah termasuk dalam barisan ormas keagamaan yang masih ragu-ragu menerima privilese pengelolaan tambang dari pemerintah. Namun, berdasarkan hasil Konsolidasi Nasional Muhammadiyah, 28 Juli 2024 lalu, Muhammadiyah resmi memutuskan menerima tawaran tersebut.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, Muhammadiyah tidak akan mengejar keuntungan dalam mengelola izin tambang tersebut. ”Kami tidak mengejar keuntungan, karena kalau mikir diri sendiri, insya Allah Muhammadiyah sudah cukup,” ucap Haedar.
Menurut dia, Muhammadiyah ingin mewujudkan pengelolaan tambang yang tidak merusak lingkungan dan tidak menimbulkan konflik serta disparitas sosial. Meski hal itu tidak mudah, ia meyakini Muhammadiyah memiliki pengalaman mengelola unit usaha di berbagai bidang, seperti pendidikan, kesehatan, sosial, dan perhotelan.
”Kami ingin mengelola tambang yang prokesejahteraan masyarakat dan prolingkungan hidup. Kami akan mengelolanya dengan cara saksama dan mengeliminasi hal-hal yang problematik,” katanya (Kompas, 28/7/2024).