Indonesia Jadi Tuan Rumah Konferensi Kelapa Internasional
Indonesia berupaya menangkap peluang investasi pengembangan kelapa dan tengah menyusun peta jalan hilirisasi kelapa.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi dan Pameran Internasional Cocotech ke-51 pada 22-25 Juli 2024. Melalui kegiatan yang digelar bersama International Coconut Community itu, Indonesia berkomitmen mengembangkan industri kelapa berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan petani kelapa.
Konferensi dan pemeran bertema ”Pemanfaatan Potensi Kelapa sebagai Pohon Kehidupan dan Energi Hijau” itu akan digelar di Surabaya, Jawa Timur. Kegiatan yang diadakan setiap dua tahun sekali itu akan dihadiri 400 peserta dari negara anggota dan non-anggota International Coconut Community (ICC).
ICC merupakan organisasi negara-negara produsen kelapa. Jumlah anggotanya sebanyak 21 negara, yakni Indonesia, Filipina, Mikronesia, Fiji, Guyana, India, Jamaika, Kenya, Kiribati, Malaysia, Kepulauan Marshall, Pantai Gading, Papua Niugini, Samoa, Kepulauan Solomon, Sri Lanka, Thailand, Timor Leste, Tonga, Vanuatu, dan Vietnam.
Negara-negara tersebut berkontribusi sekitar 86 persen dari total produksi dan ekspor kelapa dunia pada 2022. Pada tahun tersebut, total nilai ekspor kelapa dunia mencapai 13,18 miliar dollar AS.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Djatmiko Bris Witjaksono, Kamis (18/7/2024), mengatakan, arah konferensi Cocotech pada tahun ini adalah mewujudkan ekonomi hijau kelapa. Sejumlah isu global terkait komoditas itu akan dibahas, antara lain kebijakan dan dukungan internasional dalam pengembangan kelapa berkelanjutan dan kesejahteraan petani kelapa serta pemanfaatan teknologi.
Selain itu, konferensi tersebut juga diharapkan dapat menelurkan sejumlah solusi energi terbarukan berbasis kelapa. Hal itu penting guna mengatasi perubahan iklim global dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
”Cocotech tidak hanya menjadi sarana ideal untuk mempromosikan investasi industri kelapa global, tetapi juga untuk membangun kemitraan strategis antarnegara produsen dan nonprodusen kelapa,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.
Kemendag mencatat, pada 2023, Indonesia menjadi produsen kelapa terbesar ke-2 dunia setelah Filipina dengan jumlah produksi sebanyak 2,83 juta ton. Nilai ekspor kelapa Indonesia pada tahun tersebut sebesar 1,55 miliar dollar AS atau 38,3 persen dari total nilai ekspor kelapa dunia.
Cocotech tidak hanya menjadi sarana ideal untuk mempromosikan investasi industri kelapa global, tetapi juga untuk membangun kemitraan strategis antarnegara produsen dan nonprodusen kelapa.
Negara tujuan ekspor kelapa Indonesia terbesar adalah China, Malaysia, dan Singapura. Produk ekspor utama kelapa Indonesia, antara lain, berupa minyak kelapa dan minyak kelapa olahan, termasuk virgin coconut oil (VCO); arang dari tempurung kelapa; kelapa parut; dan serat sabut kelapa.
Indonesia juga bakal menjadikan Konferensi dan Pameran Cocotech itu menjadi pijakan awal untuk mengembangkan perkebunan dan industri kelapa nasional. Hal itu seiring dengan perintah Presiden Joko Widodo yang meminta Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) turut mengelola dan mengembangkan kelapa dan kakao pada 11 Juli 2024.
Dalam waktu dekat, pemerintah akan membentuk divisi kakao dan kelapa yang bernaung di bawah BPDPKS. Pemerintah juga akan merencang skema pungutan ekspor kakao dan kelapa untuk menambah dana pungutan ekspor sawit dan produk turunan yang selama ini dikelola BPDPKS.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan, hilirisasi kelapa di Indonesia masih terbatas. Utilisasinya hanya sekitar 55 persen per tahun. Hal itu terjadi lantaran bahan baku kelapa belum diolah secara optimal dan lebih banyak diekspor dalam bentuk kelapa bulat.
”Kebijakan itu diharapkan dapat berdampak positif pada petani dan industri kakao dan kelapa. Hal itu mulai dari peningkatan produktivitas, hasil olahan, dan ekspor, serta diversifikasi produk turunan bernilai tambah tinggi,” tuturnya.
Peta jalan kelapa
Berdasarkan data Statisa, dalam satu dekade terakhir, 2014-2023, produksi kelapa di Indonesia stagnan dan cenderung sedikit turun. Pada 2014, produksi kelapa di Indonesia sebanyak 3,01 juta ton. Kemudian pada 2015-2023, produksinya sudah di bawah 3 juta ton, yakni di kisaran 2,83-2,92 juta ton.
Adapun Kementerian Pertanian mencatat, Indonesia memiliki 10 provinsi sentra kelapa, yakni Riau, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Tengah, Jambi, Maluku, Sumatera Utara, dan Jawa Barat. Riau merupakan daerah penghasil kelapa terbesar, yakni sebanyak 408.784 ton pada 2022.
Saat ini, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tengah menyusun peta jalan pengembangan industri kelapa nasional. Kemenperin juga akan menjadikan Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, sebagai Pusat Keunggulan (Center of Excellence/CoE) Pengolahan Kelapa.
Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan, potensi kelapa di Indonesia sangat besar. Oleh karena itu, pengembangan potensinya perlu didukung dengan peta jalan hilirisasi kelapa terpadu.
”Kami bersama pemangku kepentingan terkait tengah menyusun peta jalan itu. Peta itu juga akan mencakup pengembangan ekosistem kelapa terpadu dan juga penentuan model bisnisnya,” katanya melalui siaran pers.
Selain itu, lanjut Putu, Kemenperin akan mejadikan Lombok Utara sebagai CoE agar bisa menjadi daerah percontohan pengolahan kelapa yang baik. Pemeirntah telah menggelontorkan dana alokasi khusus pada 2022-2024 senilai total Rp 16,8 miliar kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Utara untuk mengembangkan VCO dan tepung kelapa.