Bisnis Kelola Sampah Bantu Ketahanan Pangan
Pelaku bisnis pengelolaan sampah terus berinovasi dengan teknologi terkini yang memberi nilai tambah lebih.
Indonesia menjadi pasar potensial bagi bisnis pengelolaan sampah. Selain karena banyaknya sampah yang belum terkelola dengan baik, teknologi pengolahan sampah mampu menghasilkan banyak nilai tambah, termasuk bagi industri peternakan dan perikanan.
Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melaporkan, jumlah timbulan sampah yang dihasilkan dari seluruh wilayah Indonesia mencapai 35,83 juta ton pada 2022. Dari jumlah tersebut, 13,39 juta ton atau 37,37 persen belum terkelola.
Masih banyaknya sampah yang belum dikelola menjadi peluang bagi bisnis pengelolaan sampah. Ketua II Asosiasi Black Soldier Fly (BSF) Indonesia, sebuah asosiasi pegiat larva lalat tentara hitam, Markus Susanto saat ditemui di sela-sela acara Festival Ekonomi Sirkular di Jakarta, Rabu (17/7/2024), menyebut bahwa peluang usaha yang menarik saat ini adalah pengelolaan sampah organik dengan teknologi larva lalat tentara hitam (black soldier fly) atau maggot.
Potensi bisnis pengolahan sampah dengan maggot sangat besar karena sebagian besar sampah yang dihasilkan di Indonesia berjenis organik, terutama dari sisa makanan. Berdasarkan data SIPSN KLHK, volumenya sebanyak 40,7 persen dari total timbulan sampah se-Indonesia.
Pengolahan sampah oleh maggot menghasilkan beragam manfaat. Tidak hanya mengurai sampah menjadi komponen pupuk tanaman, maggot yang dibudidaya dengan sampah bisa menjadi sumber pakan bagi hewan. Pada akhirnya, ini bisa membantu memenuhi kebutuhan protein yang terjangkau bagi masyarakat.
”Hampir semua tempat pembuangan akhir (TPA) di Indonesia bermasalah dan potensi maggot yang besar ini belum dimanfaatkan. Di sisi lain, Indonesia butuh 20 juta ton pakan ternak dan 12 juta ton pakan ikan, tetapi hampir sebagian besar bahan bakunya masih diimpor. Indonesia sebagai negara agraris juga masih menyubsidi pupuk Rp 40 triliun pada 2024. Jadi, bayangkan kalau ini semua disinergikan secara holistik, saya percaya Indonesia akan menjadi salah satu negara produsen protein terbesar di dunia,” tutur Markus.
Baca juga: Kelindan Birokrasi Pupuk Subsidi Ancam Sektor Pertanian
Implementasi ini telah diterapkan, termasuk di perusahaan pengolahan sampah yang Markus kelola, PT Maggot Indonesia Lestari. Perusahaan yang telah berdiri lebih dari sepuluh tahun itu punya pertanian dan peternakan terintegrasi di Cisaat Setu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Mereka mengolah 20-25 ton sampah organik per hari dari berbagai tempat usaha, seperti hotel, restoran, dan pabrik di Bogor, Bandung, dan Jakarta. Sebanyak 10 persen maggot yang masuk fase pupa setelah pengolahan sampah itu kemudian menjadi pengganti 40-50 persen pakan ribuan ayam hingga ikan yang mereka budidaya.
”Dari pengalaman kami, maggot yang mengolah 1 ton sampah organik bisa menghasilkan 85 kilogram telur ayam. Telur ayamnya, setelah kami teliti, juga memiliki kandungan Omega 3 dan Omega 6 yang tinggi. Setiap hari, peternakan ayam kami memproduksi 250-300 kilogram telur yang kami jual ke masyarakat sekitar,” tuturnya.
Markus berharap, pemanfaatan model bisnis maggot ke depan dapat berkembang ke industri lain, seperti industri farmasi dan kecantikan.
Inovasi berkelanjutan
Pelaku bisnis pengelolaan sampah terus berinovasi dengan teknologi terkini. Tidak hanya untuk meniadakan sampah yang berakhir di tempat pembuangan akhir, tetapi juga memberi keuntungan lebih secara ekonomi bagi dunia usaha yang bekerja sama.
Kalau sampah sudah jadi timbunan seperti di TPA, akan lebih sulit ditangani daripada fresh waste yang sudah terpilah.
PT Mitra Karunia Indah, yang awalnya bergerak di jasa pengangkutan sampah sejak 20 tahun lalu di Jakarta, kini telah mampu menyediakan jasa pengelolaan sampah organik dan anorganik.
”Untuk sampah non-organik, yang kami terapkan adalah 3R, kemudian ada RDF (refused derived fuel). Kemudian, untuk yang organik, ada komposter, biopori, dan juga BSF,” kata General Manager PT Mitra Karunia Indah, Very Johan.
Saat ini, mereka telah mampu mengolah rata-rata 100 ton sampah per hari, yang dikumpulkan dari pengelola gedung pusat perbelanjaan hingga perumahan.
Peminat jasa mereka di Jakarta semakin bertambah sejak Pemerintah Provinsi DKI memiliki Peraturan Gubernur Nomor 102 Tahun 2021, yang mengharuskan perusahaan dan pengelola kawasan mengelola sampah secara mandiri ataupun bekerja sama dengan pihak ketiga. Selain di Jakarta, mereka juga telah berekspansi ke Bekasi, Yogyakarta, dan Bali.
Meski usaha mereka telah menghadirkan teknologi terkini, ia tetap menyarankan mitranya agar memilah sampah terlebih dahulu untuk memudahkan pengolahan. ”Kalau sampah sudah jadi timbunan seperti di TPA, akan lebih sulit ditangani daripada fresh waste yang sudah terpilah. Secara biaya juga akan mahal untuk pengolahannya,” kata Very.
Manajemen sampah bertanggung jawab pun menjadi inovasi bisnis bagi penyedia jasa solusi sampah Waste4Change. Responsible Waste Management Manager Waste4Change Evita Sari menyampaikan, edukasi kepada mitra tentang pentingnya melakukan pemilahan adalah hal krusial dalam bisnis mereka.
”Sebelum mengolah sampah, kami beri mereka (klien) edukasi bahwa bukan yang penting mereka punya tempat sampah. Ketika sudah terpilah, kami akan angkut dan dijamin tetap terpilah sampai di tempat pengolahan kami,” tutur Evita.
Baca juga: Kurangi Sampah, Raup Pundi Rupiah
Inovasi yang telah dihadirkan Waste4Change lainnya adalah pembuatan laporan perjalanan sampah. Layanan ini, menurut Evita, mulai banyak diminati klien mereka dari institusi keuangan dan perbankan.
”Fitur ini menjadi unggulan karena dapat digunakan sebagai laporan jejak karbon. Laporan ini, menurut klien kami, bisa menaikkan nilai perusahaan dan memudahkan mereka mendapatkan investasi,” kata Evita.
Hal tersebut juga disampaikan Direktur Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, EPK, dan Layanan Manajemen Strategi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Jabodebek dan Banten Sabarudin.
”Jadi, bank perlu membuat laporan karbon untuk disampaikan ke OJK dan agar dapat reward dari kami. Karbon sendiri bisa dijual di pasar global. Jadi, kalau perusahaan keuangan dan perbankan bisa mengelola sampah, bukan hanya bisa jual sampahnya, tetapi juga laporan karbonnya,” jelasnya.
Selain model laporan tersebut, OJK juga telah mengeluarkan berbagai kebijakan terkait keberlanjutan di sektor keuangan, untuk memastikan bahwa kegiatan ekonomi sirkular tidak hanya membantu menjaga keberlanjutan lingkungan, tetapi juga ekonomi pelaku usaha.