KTNA Berharap Pupuk Bersubsidi Tambahan Segera Digelontorkan
Pemerintah diharapkan segera mengatasi problem pencairan anggaran agar pupuk bersubsidi tambahan bisa segera disalurkan.
Oleh
HENDRIYO WIDI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kontak Tani Nelayan Andalan atau KTNA meminta pupuk bersubsidi tambahan segera digelontorkan ke daerah-daerah yang memerlukan. Hal itu terutama di daerah-daerah yang telah dan akan kehabisan alokasi pupuk bersubsidi tahap awal atau sebelum ada penambahan alokasi.
Saat ini, Kementerian Pertanian (Kementan) tengah berupaya meningkatkan produksi beras pada musim kemarau, terutama di Jawa, melalui pompanisasi. Peningkatan produksi itu diperlukan guna menambal kekurangan beras yang diperkirakan berkisar 3,8-4 juta ton.
Di tengah upaya itu, ratusan daerah, termasuk sentra-sentra beras nasional, justru telah dan akan kehabisan alokasi awal pupuk bersubsidi. Hal itu terjadi lantaran anggaran tambahan subsidi pupuk belum dicairkan Kementerian Keuangan (Kompas, 15/7/2024).
Segera atasi problem pencairan anggaran sehingga pupuk bersubsidi tambahan bagi daerah-daerah yang sedang memerlukan, termasuk yang kehabisan alokasi tahap awal, bisa segera digelontorkan.
Wakil Sekretaris Jenderal KTNA Zulharman Djusman, Rabu (17/9/2024), mengatakan, alokasi pupuk bersubsidi sejumlah daerah memang telah dan akan habis pada akhir Juli 2024. Alokasi pupuk bersubsidi itu merupakan alokasi lama yang waktu itu sebanyak 4,7 juta ton. Namun, kini, pemerintah telah menambah alokasinya menjadi 9,55 juta ton.
”Segera atasi problem pencairan anggaran sehingga pupuk bersubsidi tambahan bagi daerah-daerah yang sedang memerlukan, termasuk yang kehabisan alokasi tahap awal, bisa segera digelontorkan,” ujarnya ketika dihubungi Kompas dari Jakarta.
Zulharman juga mengusulkan cara lain, yakni merelokasi pupuk bersubsidi dari daerah yang belum tanam ke daerah yang mulai dan sedang tanam sembari menunggu pencairan anggaran. Relokasi itu bisa saja dilakukan mengingat musim tanam padi tahun ini di tiap-tiap daerah berbeda. Tentu saja, hal itu tetap bergantung pada kebijakan Kementan dan PT Pupuk Indonesia.
Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia, terdapat 478 kabupaten penerima alokasi awal pupuk NPK dan urea bersubsidi. Untuk pupuk NPK, sebanyak 32 kabupaten telah kehabisan alokasi dan 88 kabupaten akan kehabisan alokasi pada akhir Juli 2024. Daerah-daerah yang telah kehabisan pupuk NPK bersubsidi antara lain berada di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sulawesi Selatan.
Adapun untuk urea, ada 12 kabupaten yang kehabisan alokasi awal pupuk tersebut. Selain itu, ada 71 kabupaten yang bakal kehabisan alokasi pada akhir Juli 2024. Daerah-daerah yang telah kehabisan urea bersubsidi antara lain berada di Aceh, Sumatera Utara, Lampung, dan Sulawesi Selatan.
Menurut Zulharman, percepatan penyaluran pupuk bersubsidi diperlukan untuk mengejar produksi beras pada musim kemarau. Selain itu, petani juga membutuhkan pupuk itu lantaran harganya lebih terjangkau dibandingkan pupuk nonbersubsidi.
”Selisih harga pupuk bersubsidi dengan nonbersubsidi sekitar 5-15 persen. Selisih harga tersebut bergantung jarak atau kondisi geografis dari lokasi petani ke agen atau distributor pupuk,” katanya.
Saat ini, lanjut Zulharman, KTNA nasional tengah berkomunikasi dengan pengurus KTNA di daerah-daerah yang telah dan akan kehabisan alokasi awal pupuk bersubsidi. Selain untuk memetakan kebutuhan pupuk tambahan, KTNA juga mencoba memonitor potensi hambatan distribusi atau kenaikan harga pupuk bersubsidi yang tidak wajar.
Kementan, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), PT Pupuk Indonesia, dan sejumlah pemangku kepentingan terkait berkomitmen untuk segera mencari solusi atas persoalan tersebut. Hal itu diputuskan dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar Kemendagri pada 15 Juli 2024.
Ada sejumlah opsi yang diusulkan, seperti mempercepat pencairan anggaran tambahan subsidi pupuk dan merealokasi pupuk bersubsidi antardaerah. Ketika dihubungi terkait opsi yang dipilih, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman belum memberikan jawaban hingga Rabu (17/7/2024) sore.
Mengejar produksi beras
Hasil Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik menunjukkan, luas panen padi pada Januari-Agustus 2024 berpotensi turun 0,59 juta hektar atau 7,52 persen menjadi 7,24 juta hektar. Penurunan luas panen itu otomatis akan mengurangi produksi beras nasional.
Pada Januari-Agustus 2024, produksi beras nasional diperkirakan sebanyak 21,39 juta ton. Volume produksi beras itu turun 9,52 persen dibandingkan dengan realisasi produksi beras pada Januari-Agustus 2023 yang sebanyak 23,64 juta ton.
Saat ini, Kementan tengah berupaya menambah kekurangan beras nasional yang diperkirakan mencapai 3,8-4 juta ton. Salah satu upayanya melalui pompanisasi di sawah tadah hujan dan areal persawahan di sejumlah daerah di Jawa yang mengalami kekeringan.
Menurut Amran, Kementan telah membagikan sekitar 50.000 pompa dari total 75.000 pompa ke sejumlah daerah di Indonesia yang masih memiliki sumber-sumber air. Kalau semuanya bisa terpasang dan berfungsi baik, kekeringan pasti bisa diatasi dengan baik.
”Di sejumlah daerah di Jawa, pompanisasi itu menyasar 500.000 hektar sawah. Jika pompanisasi itu berjalan dengan baik, potensi produksi gabahnya bisa mencapai 2,5 juta ton,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta.