Pembatasan BBM Bersubsidi yang Disuarakan Luhut Pandjaitan Dibantah Presiden Jokowi
Pembatasan BBM bersubsidi kini dibantah Presiden Jokowi setelah sebelumnya disampaikan Menko Luhut Pandjaitan.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rencana pembatasan bahan bakar minyak atau BBM bersubsidi per tanggal 17 Agustus 2024 pernah disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, kini, Presiden Joko Widodo membantahnya.
”Ndak, ndak. Belum ada pemikiran ke sana,” ujar Presiden Jokowi kepada wartawan di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa (16/7/2024) sebelum bertolak ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Sebelumnya Luhut mengatakan pemerintah tengah menekan berbagai inefisiensi yang terjadi di Indonesia. Salah satunya yang terjadi pada penyaluran BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran. Bila penggunaan BBM bersubsidi salah sasaran bisa dikurangi, pengurangan emisi juga bakal terjadi.
”Sekarang Pertamina sedang menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus (2024) sudah bisa mulai, orang yang tak berhak dapat subsidi itu dikurangi. Kalau itu terjadi, sulfur (dalam BBM tinggi emisi) kita kurangi. Itu juga akan mengurangi orang yang sakit infeksi saluran pernapasan akut (ispa) dan akan menghemat (biaya) kesehatan sampai Rp 38 triliun ekstra (dalam) pembayaran BPJS. Inefisiensi di negeri ini bertahap kita selesaikan,” tutur Luhut dalam unggahan di akun Instagram pribadinya @luhut.pandjaitan, Selasa (9/7/2024).
Penerimaan bisa tak tercapai
Pernyataan Luhut untuk menekan inefisiensi ini tak lepas dari perkiraan penerimaan negara tahun ini yang tak akan mencapai target. Sebaliknya, belanja negara melebihi rencana. Di samping subsidi tak tepat sasaran, penurunan penerimaan disebabkan belum optimalnya setoran Pajak Penghasilan (PPh) badan dari perusahaan berbasis komoditas. Sementara stabilitas keuangan perlu dijaga.
Kendati demikian, belum ada rapat yang membahas pembatasan subsidi BBM ini. ”Belum rapat juga,” kata Presiden Jokowi saat wartawan menanyakan pertimbangan pemerintah akan membatasi subsidi BBM.
Sekarang Pertamina sedang menyiapkan. Kita berharap 17 Agustus (2024) sudah bisa mulai, orang yang tak berhak dapat subsidi itu dikurangi.
Sebelumnya, Rabu (10/7/2024), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga mengatakan hal tersebut belum akan terjadi. ”Kita akan rapatkan lagi. Belum belum belum,” ujarnya.
Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak juga disebutnya masih akan dikoordinasikan dalam rapat. “Tentu ada perhitungan daripada konsekuensi fiskal juga ada,” tuturnya menjelaskan mengenai pembahasan pengaturan ini.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif juga membantah bila pembatasan BBM akan dimulai 17 Agustus mendatang. ”Enggak,” ujarnya singkat.
Ketika ditanyakan mengenai pernyataan Luhut, Arifin tetap membantahnya. ”Enggak, itu yang low sulfur, supaya udara bersih,” ujarnya.
Secara terpisah, Rabu petang di Kompleks Istana Kepresidenan, Menteri BUMN Erick Thohir juga mengatakan masih menunggu kebijakan pembatasan subsidi BBM tersebut. ”Kementerian BUMN bukan kementerian yang buat policy, tapi kami korporasi. Tentu seluruh penugasan pemerintah kita jaga sebaik-baiknya,” tuturnya.
Namun, Erick menambahkan, pihaknya menginginkan agar BBM bersubsidi tepat sasaran dan digunakan oleh masyarakat yang membutuhkan, bukan masyarakat yang sudah mampu. Soal kapan, di mana, dan bagaimana kebijakan pembatasan subsisi BBM ini, Erick mengatakan masih menunggu keputusan.
”Kita menunggu saja, ya, dan saya rasa konsolidasi dan diskusi antarkementerian masih berjalan,” ujarnya.
Kendati masih menanti revisi Perpres 191, Erick memastikan Pertamina tetap sudah menghitung fiskal yang berkaitan dengan subsidi BBM, ”Iya, pasti ada, subsidi, kompensasi, tentu kita harus prediksi,” tambahnya.
BBM tepat sasaran
PT Pertamina (Persero) sendiri tetap memastikan digitalisasi berjalan untuk memastikan BBM bersubsidi tepat sasaran. Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, Kamis (11/7/2024) menjelaskan digitalisasi program subsidi tepat sasaran sudah dijalankan beberapa tahun terakhir ini. Transaksi BBM bersubsidi di SPBU-SPBU secara real time pun bisa dipantau. Penguatan sarana dan fasilitas digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) pun dilakukan. Saat ini sudah lebih 8.000 SPBU termasuk yang berada di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang tercakup program ini.
”Hingga saat ini 82 persen SPBU telah terkoneksi secara nasional. Semakin banyak SPBU terkoneksi dengan sistem digitalisasi Pertamina, (maka) akan semakin memudahkan monitoring dan pengawasan atas penyaluran BBM bersubsidi,” kata Fadjar. (INA)