Damri Tambah 100 Unit Bus Listrik Usai Disuntik Rp 1 Triliun
Lewat pengadaan bus listrik, dalam lima tahun diharapkan akan ada peningkatan laba Perum Damri hingga Rp 205,8 miliar.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan Umum Damri berencana membeli 100 unit bus listrik setelah mendapat injeksi modal negara tunai atau PMN senilai Rp 1 triliun untuk anggaran 2025. Rencana bisnis ini dinilai selaras dengan target 90 persen elektrifikasi armada transportasi publik perkotaan pada 2030 yang dicanangkan pemerintah.
Sekretaris Perusahaan Perum Damri Chrystian Pohan menjelaskan dari Rp 1 triliun PMN, sebanyak Rp 490 miliar akan dialokasikan untuk peremajaan bus angkutan perintis, pengadaan alat produksi di jalur perintis, dan koridor PT Transportasi Jakarta. Sebanyak Rp 510 miliar akan digunakan untuk pengadaan sekitar 100 unit bus listrik.
Menurut dia, terwujudnya peremajaan bus angkutan perintis akan membuka akses bagi masyarakat sehingga meningkatkan konektivitas di kawasan tertinggal, terluar, terdepan, dan perbatasan (3TP); serta membuka peluang pertumbuhan ekonomi melalui kemudahan pergerakan manusia dan barang.
Bus listrik Damri saat ini telah beroperasi di wilayah Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Pohan melanjutkan, dana PMN tersebut juga digunakan untuk pengadaan bus listrik dalam rangka mendukung program pemerintah mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) pada 2045.
"Dengan memiliki bus listrik melalui penerimaan PMN turut memperkuat upaya Damri dalam mengakselerasi pemulihan kinerja perusahaan secara bertahap karena memiliki nilai tambah yang cukup besar," ujar Pohan saat dikonfirmasi, Senin (15/7/2024).
Saat ini Perum Damri memiliki bus sebanyak 2.000 unit yang tersebar di 44 cabang di seluruh Indonesia. Dari ribuan armada tersebut, sebanyak 200 unit merupakan bus listrik, sedangkan sisanya merupakan kendaraan konvensional. Bus listrik Damri saat ini telah beroperasi di wilayah Jakarta, Bandung, dan Surabaya.
Pohan mengatakan, tahapan penggunaan dana PMN dijalankan melalui proses yang mengedepankan prinsip kehati-hatian dan pemenuhan terhadap aspek kepatuhan (compliance) yang berlaku.
Adapun diterimanya usulan pengajuan dana PMN di tahun 2025, lanjut dia, menjadi capaian bagi Damri dalam memberikan kontribusi optimal bagi masyarakat dengan menyediakan sarana transportasi yang aman, selamat, dan berdaya saing.
Sebelumnya, dalam rapat dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR di Jakarta, Selasa (9/7/2024), Direktur Utama Perum Damri Setia N Milatia Moemin menyampaikan, urgensi pengajuan PMN yang diajukan dilatarbelakangi rata-rata usia angkutan perintis yang sudah lebih dari tujuh tahun.
Ia memaparkan, dari seluruh unit bus yang dikelola Perum Damri, sebanyak 18 persen bus berusia di bawah 7 tahun, 60 persen bus berusia 7-12 tahun, 20 persen bus berusia 13-18 tahun, dan 2 persen bus berusia 19 tahun.
Setia mengakui bahwa ekuitas perusahaan belum mampu untuk berinvestasi dalam penggantian alat produksi bus. Maka dari itu, pihaknya mengharapkan suntikan PMN tunai dari pemerintah untuk peremajaan angkutan perintis sekaligus menambah jumlah armada bus listrik.
”Sejak Damri berdiri, belum pernah memperoleh PMN tunai penyertaan modal disetor pada saat Damri terbentuk adalah sebesar Rp 19,7 miliar dari jumlah transaksi yang saat ini sudah melebihi Rp 1 triliun,” ujarnya.
Pemerintah perlu untuk menyediakan insentif fiskal berupa potongan harga pembelian bus listrik yang dapat memicu peningkatan adopsi bus listrik.
Sementara itu, terkait target yang ingin Perum Damri capai dari penambahan bus listrik adalah penurunan biaya pemborosan bahan bakar sehingga dalam lima tahun diharapkan akan ada peningkatan laba perusahaan hingga Rp 205,8 miliar.
”Dampak tangible dari penambahan bus listrik secara umum adalah dapat menghemat biaya pemborosan bahan bakar minyak akibat kemacetan di Jakarta senilai Rp 71,4 triliun per tahun," ujarnya.
Sebagai informasi, Kementerian Perhubungan menetapkan target 90 persen elektrifikasi armada transportasi publik perkotaan pada 2030. Ini setara dengan setara dengan lebih kurang 45.000 unit bus listrik yang tersebar di 42 kota.
Dihubungi secara terpisah, Direktur Asia Tenggara Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Gonggomtua Sitanggang menilai, rencana bisnis Perum Damri adalah salah satu wujud intervensi nonfiskal untuk mengejar target elektrifikasi transportasi publik. ITDP menghitung biaya investasi yang diperlukan mencapai Rp 40 triliun hingga 2030.
Beberapa contoh intervensi nonfiskal, antara lain, pengadaan bus listrik terkonsolidasi (bulk procurement) untuk mencapai skala keekonomian, peningkatan penyediaan armada bus listrik untuk transportasi publik melalui skema bus-as-a-service (leasing), dan perpanjangan durasi kontrak tahun jamak antara pemerintah dan operator transportasi publik.”Karena tingginya kebutuhan biaya investasi, pemerintah perlu untuk menyediakan insentif fiskal berupa potongan harga pembelian bus listrik yang dapat memicu peningkatan adopsi bus listrik,” ujarnya.