Produk BBM Apa Saja yang Ramah Lingkungan?
Pemerintah akan mengenalkan produk BBM rendah sulfur. Namun, itu bukan yang pertama di Indonesia.
Pemerintah berencana mengenalkan bahan bakar minyak atau BBM yang rendah sulfur pada 17 Agustus 2024. Kendati belum merinci jenis BBM yang dimaksud, PT Pertamina (Persero) mengakui ada arahan dari pemerintah untuk mendistribusikan BBM rendah sulfur.
Akan tetapi, itu bukan menjadi produk BBM rendah sulfur pertama. Sebab, saat ini, di berbagai stasiun pengisian bahan bakar untuk umum atau SPBU Pertamina juga tersedia.
Mengutip laman Pertamina, sulfur ialah unsur kimia nonlogam yang biasanya juga ada dalam BBM. Dalam Bahasa Indonesia, sulfur lebih sering dikenal dengan belerang.
Sulfur membuat kadar asam pada bahan bakar kendaraan semakin tinggi. Bagaimanapun, mesin bahan bakar bensin maupun diesel membutuhkan kandungan bahan bakar yang bersih agar proses pembakaran pada komponen mesin menjadi lebih baik.
Di sisi lain, pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan sulfur dioksida yang dapat berdampak buruk pada lingkungan dan kesehatan. Semakin tinggi Research Octane Number (RON) pada BBM, semakin ramah dampaknya bagi lingkungan. Artinya, kandungan sulfur yang baik ialah yang rendah.
Pada Standar Euro IV (standar emisi Eropa untuk kualitas udara), misalnya, bahan bakar dengan kandungan sulfur maksimal 50 parts per million (ppm).
Saat ini sudah ada sejumlah produk BBM di Indonesia yang ramah lingkungan, termasuk yang telah memenuhi kriteria Standar Euro IV atau dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Apa saja jenis-jenis BBM ramah lingkungan?
Turbo 98
BBM bensin nonsubsidi dengan nilai oktan/RON 98 menjadi salah satu produk BBM Pertamina yang memenuhi standar Euro IV karena memiliki kandungan sulfur di bawah 50 ppm. BBM ini dilengkapi dengan formula Pertamina Technology dan Ignition Boost Formula untuk melindungi mesin dari karat, meningkatkan daya tahan mesin, mengoptimalkan penggunaan bahan bakar, dan meningkatkan akselerasi kendaraan.
Pertamax Green 95
BBM yang diluncurkan pada 2023 ini merupakan campuran 95 persen bensin dan 5 persen bioetanol (E5) yang berbahan baku tetes tebu. Awalnya, BBM ramah lingkungan ini hanya dipasarkan di belasan SPBU di Jakarta dan Surabaya.
Kini, penjualannya telah berkembang hingga di sekitar 80 SPBU di Jabodebek dan Surabaya. Beberapa SPBU terpantau mengganti pertalite dengan pertamax green 95.
Pertamina Dex
Pertamina Dex atau Pertadex ini merupakan BBM jenis diesel (gasoil) dengan cetane number (CN) 53 atau tertinggi, serta kandungan sulfur maksimal 50 ppm. BBM diesel nonsubsidi ini memiliki additive yang berfungsi untuk membersihkan dan melindungi mesin, serta memastikan mesin diesel tidak memiliki endapan yang dapat mengganggu performa kendaraan.
Kendati sudah lama dipasarkan, Pertadex versi sulfur 50 ppm baru diluncurkan oleh Pertamina pada 2021. Selain Pertamina, perusahaan ritel BBM lain juga memiliki produk yang ramah lingkungan.
Pada Shell, misalnya. Shell V-Power Diesel dengan CN 51 memiliki kandungan sulfur 10 ppm yang artinya memenuhi standar Euro V. BBM ini diperuntukkan bagi kendaraan bermesin diesel modern serta dilengkapi teknologi Dynaflex untuk membantu membersihkan dan melindungi mesin dari penumpukan endapan, seperti dikutip dari laman Shell.
Produk-produk di atas sebatas contoh. Masih ada pula produk-produk dari merek lainnya yang masuk kategori ramah lingkungan. Dasarnya terutama kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Melihat perkembangan jenis BBM yang dipasarkan di Indonesia tersebut, tingginya angka RON atau CN pada BBM tidak linier dengan kandungan sulfur yang rendah. BBM paling baik bagi lingkungan ialah jenis BBM dengan oktan tinggi serta kandungan sulfur yang rendah.
Sayangnya, sebagian besar jenis BBM yang beredar dan digunakan oleh kendaraan di Indonesia masih memiliki kadar sulfur yang tinggi, berkisar 400-2.500 ppm atau belum memenuhi standar Euro IV.
Itu termasuk dua jenis BBM subsidi/kompensasi yang juga memegang porsi terbesar dalam penggunaan BBM di Indonesia, yakni pertalite (RON 90) dan biosolar (CN 48). Pertamax RON 92 dan Dexlite CN 51 juga masih memiliki kandungan sulfur yang relatif tinggi.
Baca juga: Pemerintah Bakal Kenalkan BBM Rendah Sulfur pada 17 Agustus 2024
Seperti apa aturannya?
Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O disebutkan, pemenuhan baku mutu emisi gas buang menggunakan bahan bakar dengan spesifikasi reference fuel menurut Economic Comission for Europe (ECE).
Apabila reference fuel ECE tidak tersedia, pengujian emisi gas buang pada bensin dilakukan dengan BBM RON minimal 91 dan kandungan sulfur 50 ppm. Sementara pada diesel ialah CN minimal 51 dan kandungan sulfur 50 ppm.
Namun, dalam pelaksanaannya, masih ada penggunaan BBM dengan RON di bawah 91, di bawah CN 51, dan kandungan sulfur di atas 50 ppm.
Apa rencana pemerintah?
Ramainya polusi udara yang melanda Jakarta dan sekitarnya pada awal 2024 membuat pemerintah berencana menambah opsi ketersediaan BBM ramah lingkungan kepada masyarakat.
Salah satunya dengan mengenalkan BBM rendah sulfur yang, menurut rencana, akan didistribusikan di sejumlah SPBU mulai 17 Agustus 2024. Namun, pemerintah dan Pertamina belum merinci produk BBM baru yang dimaksud.
Di samping itu, Pertamina tengah memasuki tahap akhir dalam pembangunan peningkatan kapasitas kilang pada proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) Kilang Balikpapan, Kalimantan Timur.
Proyek itu diharapkan rampung serta diresmikan pada sisa 2024. Kilang tersebut mampu memproduksi BBM dengan standar Euro V.
Bagaimana dengan pembatasan BBM bersubsidi?
Di samping mengembangkan produk BBM rendah sulfur, pemerintah juga berencana membuat penyaluran pertalite menjadi lebih tepat sasaran. Selain terjadi penghematan anggaran untuk subsidi/kompensasi, juga akan mengurangi penggunaan jenis BBM yang relatif belum ramah lingkungan.
Saat ini, kendati disubsidi pemerintah, pertalite masih bisa dibeli oleh siapa pun, termasuk pemilik mobil-mobil mewah.
Baca juga: Muncul Rencana Pembatasan BBM Subsidi, Pertamina Pastikan Digitalisasi
Rencana pembatasan sebenarnya telah mencuat sejak lama. Namun, revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM yang akan mengatur kriteria pengguna pertalite tak kunjung terbit.
Masih diperlukan pertemuan tiga menteri, yakni Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (EDM), Menteri BUMN, dan Menteri Keuangan.
Sejak 2022, Pertamina juga telah mendata konsumen pertalite dengan mekanisme pemindaian kode respons cepat (QR) pada kendaraan roda empat atau lebih di SPBU. Program subsidi tepat itu sejatinya salah satu perangkat upaya agar sistem sudah siap saat regulasi disahkan kelak.
Apa yang mesti diperhatikan dalam kebijakan baru terkait BBM?
Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, pengenalan BBM ramah lingkungan bukan hal baru. Dilihat dari sisi positif, masyarakat akan memiliki lebih banyak pilihan, khususnya bagi mereka yang berdaya beli.
Namun, baginya, jauh lebih penting ialah transparansi mengenai tujuan diterbitkannya kebijakan baru. Menurut Pri Agung, baik pengenalan jenis baru BBM maupun implementasi pembatasan BBM bersubsidi agar lebih tepat sasaran harus dikomunikasikan kepada publik secara jelas.
Dengan demikian, masyarakat mendapat gambaran yang jelas dan pasti akan satu kebijakan. Itu juga bagian dari edukasi kepada masyarakat, termasuk mengenai BBM yang sejatinya tak bisa terus-menerus ditanggung negara.