Lelucon ”Food Estate” dan Ekonomi Singkong Indonesia
”Food estate” menjadi salah satu program Prabowo-Gibran. Akankah singkong yang pernah menjadi jagung kembali dilirik?
Kisah singkong atau Manihot esculenta bisa terlahir di mana saja. Bisa di lahan, kebun, atau pekarangan. Bisa dari sepiring singkong atau sebungkus keripik singkong, bahkan bisa juga dari lelucon atau kelakar dalam sebuah forum diskusi.
Salah satunya dalam diskusi kelompok terarah (FGD) bertajuk ”Meninjau Ulang Kebijakan Subsidi Pupuk” yang digelar harian Kompas di Jakarta pada 10 Juli 2024. FGD itu mempertemukan perwakilan dari Kementerian Pertanian, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), organisasi petani, dan akademisi.
Jokes food estate atau lumbung pangan singkong lahir dari interaksi dua pembicara, yakni Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa dan Sekretaris Jenderal Masyarakat Singkong Indonesia (MSI) Heri Soba. Saat itu, Heri tengah mengisahkan perhatian pemerintah terhadap singkong nasional.
Yang ditanam singkong, yang tumbuh justru jagung.
”Kami senang sekali ketika pemerintah membangun food estate singkong di Gunung Mas, Kalimantan Tengah. Namun...,” kata Heri. Belum tuntas Heri bicara, Dwi Andreas menimpali. ”Yang ditanam singkong, yang tumbuh justru jagung,” ujar Dwi yang diikuti gelak tawa peserta FGD.
Pemerintah memang pernah mencetak food estate singkong di Kabupaten Gunung Mas di lahan seluas 600 hektar (ha). Program itu dimulai sejak November 2020 dengan target luas lahan mencapai 31.000 ha.
Baca juga: Menimbang Kembali Sejumlah Kebijakan Pupuk Subsidi
Namun, sepanjang 2021-2023, komoditas yang memiliki usia panen 6-10 bulan itu tidak pernah menghasilkan. Setelah dua tahun berjalan, banyak singkong tidak tumbuh ideal lantaran tanah bekas hutan hujan tropis yang dibabat itu didominasi pasir.
Kompas setidaknya sudah empat kali melihat pertumbuhan singkong tersebut. Singkong yang berumur dua tahun tumbuh kerdil, bahkan akarnya tumbuh di atas tanah (Kompas, 8/8/2023). Guna menutupi kegagalan itu, pemerintah menggantinya dengan jagung.
Baca juga: Setelah ”Food Estate” Singkong, Kini Jagung Ditanam di Kalteng
Dari jokesfood estate itu, kisah singkong bergulir ke sejumlah problem dan potensi budidaya singkong. Menurut Heri, sejak 2022, singkong telah dicoret dari daftar komoditas pengguna pupuk bersubsidi. Untuk itu, ia berharap pemerintah memasukkan kembali singkong ke daftar komoditas pengguna pupuk bersubsidi.
Alasannya, potensi singkong dan produk olahannya di dalam dan luar negeri cukup besar. Singkong juga merupakan tanaman pangan alternatif penunjang diversifikasi pangan nasional.
Selain itu, banyak industri yang membutuhkan singkong, baik untuk bahan baku tepung tapioka maupun makanan jadi. ”Bahkan, singkong menjadi bahan baku utama aneka makanan tradisional di berbagai daerah di Indonesia,” kata Heri.
Berdasarkan data Market Research Future, nilai pasar singkong global pada 2022 mencapai 175,9 miliar dollar AS. Nilai tersebut diperkirakan tumbuh menjadi 183,25 miliar dollar AS pada 2024 dan 254,28 miliar dollar AS pada 2032. Dalam periode 2024-2032, tingkat pertumbuhan tahunannya sebesar 4,18 persen.
Pertumbuhan nilai pasar singkong global itu tidak lepas dari permintaan singkong dan produk turunannya untuk bahan baku dan penolong sejumlah industri. Industri makanan-minuman membutuhkan singkong beku dan kering, tepung tapioka, dan gula singkong untuk pemanis minuman.
Industri benang, tekstil, dan produk tekstil juga membutuhkan pati (tepung) singkong. Pati itu biasanya digunakan sebagai bahan perekat untuk mengeraskan dan melindungi benang, bahan penyempurna untuk menghasilkan kain halus, dan penambah warna kain cetak.
Baca juga: Ekonomi Singkong
Adapun di industri kertas, pati singkong dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kertas dan meningkatkan produksi bubur kertas. Pati singkong bisa juga dijadikan bahan perekat untuk meningkatkan kekuatan kertas.
Pada 2 Maret 2024, Kepala Pusat Riset Tanaman Pangan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Yudhistira Nugraha bahkan menyatakan, singkong bisa menjadi bahan baku bioetanol. Namun, agar tidak bertubrukan dengan kebutuhan pangan, pengembangan bioetanol singkong perlu ditopang dengan peningkatan produksi singkong.
”Perlu ada lahan khusus untuk dijadikan sebagai kebun energi sehingga tidak mengganggu peruntukan singkong sebagai bahan pangan,” katanya.
Produksi dan perdagangan
Sayangnya, Indonesia yang memiliki banyak sumber lahan untuk tanaman singkong kurang mengoptimalkan ekonomi singkong. Dalam lima tahun terakhir, tren produksi singkong nasional cenderung turun. Indonesia bahkan menjadi negara pengimpor singkong dan sejumlah produk turunannya.
Kementerian Pertanian, dalam Analisis Kinerja Perdagangan Ubi Kayu 2023, menunjukkan, produksi ubi kayu atau singkong pada 2022 sebesar 14,98 juta ton. Produksi tersebut lebih rendah dari 2018 yang mencapai 16,11 juta ton.
Lampung masih menjadi daerah penghasil singkong terbesar di Indonesia dengan kontribusi sebesar 39,74 persen dari total produksi ubi kayu pada 2022. Kemudian, disusul Jawa Tengah yang berkontribusi sebesar 16,28 persen, Jawa Timur 9,58 persen, dan Jawa Barat 6,91 persen.
Di tingkat internasional, RI menempati peringkat ke-7 sebagai negara produsen singkong, kalah dari Thailand (ke-3) dan Kamboja (ke-5). Negara yang menempati peringkat pertama produsen singkong adalah Nigeria dengan produksi sebanyak 60,83 juta ton.
Dalam lima tahun terakhir (2018-2022), neraca perdagangan singkong RI hanya mengalami surplus sekali, yakni pada 2021. Selebihnya, neraca dagang tersebut selalu defisit.
Pada 2022, misalnya, defisit neraca dagang singkong senilai 10,11 juta dollar AS. Di tahun itu, nilai ekspor dan impor singkong dan produk turunan singkong masing-masing 235.998 dollar AS dan 10,34 juta dollar AS.
Baca juga: Tembus Ekspor, Singkong Genyem Andalan Papua
Ekspor dan impor singkong RI didominasi ubi kayu diiris dalam bentuk pelet dan kepingan kering, serta pati singkong. Negara tujuan ekspor singkong RI terbesar adalah Taiwan. Adapun impor singkong RI terbanyak berasal dari Thailand.
Pemerintah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja ekspor singkong. Salah satunya ke pasar Inggris yang telah memisahkan diri dari Uni Eropa.
RI dan Inggris telah merampungkan konsensi skema kuota dan tingkat tarif (TRQ) negara tertentu untuk produk singkong pada Oktober 2023. Melalui konsensi itu, RI dapat mengekspor singkong (HS 0714) ke Inggris dengan tarif 6 persen dan kuota maksimal 660.000 ton per tahun.
”Hal ini akan jauh menguntungkan eksportir Indonesia. Jika tanpa perjanjian TRQ, Indonesia dikenai tarif regular yang sama dengan negara lain, yakni sebesar 7,90 poundsterling per 100 kg,” kata Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Djatmiko Bris Witjaksono.
Baca juga: Pangan dalam Debat
Potensi ekonomi singkong cukup besar, baik di dalam maupun luar negeri. Jika ingin membidik potensi itu, produksi singkong perlu ditingkatkan. Nilai tambah singkong juga perlu diperkuat melalui industri penengah dan hilir.
Di era pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka nanti, food estate bakal menjadi salah satu program andalan. Akankah tanam singkong tumbuh jagung terjadi lagi?