logo Kompas.id
EkonomiPemerintah Siapkan Aturan...
Iklan

Pemerintah Siapkan Aturan Alokasi Wajib 60 Persen Gas untuk Industri dan Pupuk Domestik

Pemerintah menyiapkan aturan yang mewajibkan 60 persen alokasi gas bumi untuk kebutuhan industri dan pupuk domestik.

Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
· 5 menit baca
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto meninjau secara langsung konversi penuh pembangunan kapal tanker menjadi Floating Production Storage and Offloading (FPSO) atau unit penyimpanan dan pembongkaran produksi minyak dan gas bumi terapung Marlin Natuna di galangan kapal Pax Ocean PT Dok Warisan Pertama, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (3/7/2024).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto meninjau secara langsung konversi penuh pembangunan kapal tanker menjadi Floating Production Storage and Offloading (FPSO) atau unit penyimpanan dan pembongkaran produksi minyak dan gas bumi terapung Marlin Natuna di galangan kapal Pax Ocean PT Dok Warisan Pertama, Batam, Kepulauan Riau, Rabu (3/7/2024).

JAKARTA, KOMPAS - Kebijakan gas murah Presiden Joko Widodo tak akan berhenti pada harga gas bumi tertentu atau HGBT untuk jenis industri. Pemerintah saat ini sedang menyiapkan rancangan peraturan pemerintah tentang gas bumi untuk kebutuhan domestik.

Adalah Kementerian Perindustrian yang mengusulkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri itu. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, Presiden Jokowi telah memberi lampu hijau akan penerbitan RPP itu.

Baca juga: Kebijakan Harga Gas Murah Jokowi Ibarat Pedang Bermata Dua

Ia meyakini regulasi gas untuk kebutuhan domestik itu akan menjadi game changer bagi pengelolaan gas bumi nasional, terutama kebutuhan industri dan kelistrikan dalam negeri.

”Dua tahun kami berjuang. Alhamdulillah, Pak Presiden, dalam ratas (rapat terbatas Senin, 8/7/2024) menyetujui pembentukan RPP Gas Bumi untuk Kebutuhan Dalam Negeri. RPP itu akan mengatur pengelolaan gas untuk kepentingan industri dan untuk kepentingan kelistrikan di Indonesia,” kata Agus dalam peluncuran pemerintah Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perwilayahan Industri secara hibrida, Selasa (10/7/2024).

https://assetd.kompas.id/b5tv8DmsnEsxCDzeQ8diXK7wZjU=/1024x683/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F19%2Fdc45a072-4559-48fe-a8a6-53e96bb99291_jpg.jpg

Seusai pertemuan dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Jakarta pada Senin (19/2/2024), Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyebut membahas dengan Presiden terkait perkembangan perindustrian, termasuk rencana investasi dari VinFast. Perusahaan produsen mobil listrik dari Vietnam ini sedang bersiap untuk membangun pabrik di Indonesia.

RPP itu akan mengatur kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO) gas sebesar 60 persen. Dari neraca yang ada, menurut Agus, tanpa ada pengaturan, alokasi untuk industri manufaktur, termasuk di dalamnya pupuk, baru 40 persen dari total produksi gas nasional. Padahal, proyeksi pertumbuhan gas untuk manufaktur akan meningkat dua kali lipat dalam enam tahun ke depan.

Merujuk data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dari total realisasi penyaluran gas bumi 2023 sebesar 5.494 miliar bristih thermal unit per hari (BBTUD), pemanfaatan domestik khusus untuk industri serta pupuk sebanyak 40,2 persen.

Baca juga: Kebijakan Harga Gas Murah Jokowi Ibarat Pedang Bermata Dua

Namun, di luar itu, masih ada pemanfaatan domestik lain, yakni kelistrikan, domestik gas alam cair (LNG), domestik liquified petroleum gas (LPG), gas kota, dan bahan bakar gas.

Dengan demikian, secara keseluruhan, pemanfaatan gas bumi untuk domestik ialah sebesar 68,2 persen. Sementara sisanya, 31,8 persen untuk kebutuhan ekspor, meliputi ekspor langsung (gas pipa) serta ekspor LNG.

https://assetd.kompas.id/qbL6Il5JfC752s2bo__Qj8W30Vk=/1024x1288/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F03%2F27%2F8c25de55-a05b-4da0-9424-7ec037c6aead_png.png

Ketua Umum Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus HG, Rabu (10/7) menilai, RPP gas bumi untuk kebutuhan domestik tepat untuk menjamin ketersediaan pasokan serta kepastian harga gas.

Dengan demikian, industri manufaktur sebagai fondasi ekonomi negara dapat mempertahankan daya saing secara berkelanjutan. Ia pun berharap PP segera diundangkan secepat dan setepat mungkin.

Kendati dipercaya bakal mendorong daya saing industri nasional, seperti halnya HGBT, intervensi pemerintah, juga dinilai bisa memengaruhi iklim usaha hulu dan midstream gas.

”Dengan demikian, pelaku usaha dapat langsung move on, tanpa wait and see. Termasuk pelaksanaannya dengan mencantumkan transparansi data secara detail jumlah pasokan kewajiban DMO dan realisasinya dari setiap produsen gas bumi kepada penyalur. Juga, kewajiban penyalur untuk transparansi data penerimaan pasokan gas bumi dari setiap produsen. Titik kritisnya ada di regulasi pelaksana,” kata Yustinus.

Iklan

Kendati dipercaya bakal mendorong daya saing industri nasional, seperti halnya HGBT, intervensi pemerintah, juga dinilai bisa memengaruhi iklim usaha hulu dan midstream gas. Sebab, harga yang dipatok tak mencerminkan keekonomian. Selain itu, masih ada kendala infrastruktur.

https://assetd.kompas.id/pUei1h-nEOIKS3pkDtzlDmtPn4A=/1024x1138/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F04%2F03%2F46380cbd-edb8-4bc5-8461-e33ea39ef649_jpg.jpg

Infografik Proyeksi Kebutuhan Gas Industri Pupuk

Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, Rabu (10/7/2024) berpendapat, pengaturan DMO gas sejatinya tidak masalah. Namun, harga gas mesti ada di level keekonomian.

Artinya, harga gas harus betul-betul mencerminkan willingness to sell dari produsen/pemasok serta willingness to buy dari konsumen sehingga tak mendistorsi pasar gas domestik itu sendiri.

Kalau harga diatur dan dibatasi secara nominal seperti halnya HGBT, akan memberikan sinyal tidak kondusif untuk investasi (gas).

”Kalau harga diatur dan dibatasi secara nominal seperti halnya HGBT, akan memberikan sinyal tidak kondusif untuk investasi (gas), baik di hulu untuk eksplorasi dan produksi maupun di midstream (antara hulu dan hilir) untuk pengembangan infrastruktur gas domestik,” ujar Pri Agung.

https://assetd.kompas.id/UFEoMYYidwH1g8r1Rwxd6dhkN3g=/1024x662/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F22%2F1c6b2c7b-cfa9-4e80-8660-877468e64234_jpg.jpg

Harga gas sehat

Pemerintah, kata Pri Agung, semestinya mendorong dan mendukung pengembangan infrastruktur gas domestik agar pasar gas semakin berkembang. Apabila berjalan baik, cakupan konsumen gas domestik akan semakin luas dan pemakaian terus meningkat. Insentif atau penugasan dengan kompensasi yang jelas untuk infrastruktur gas mestinya terus dilakukan dengan percepatan.

”Dengan infrastruktur yang berkembang dan matang itulah nantinya harga gas akan berangsur lebih rendah atau terjangkau karena akan ada alternatif untuk berbagai sumber pasokan. Dengan itulah mestinya pemerintah menciptakan kondisi harga gas yang sehat, bukan dengan melakukan intervensi lewat pengaturan harga dan menetapkan nominalnya secara langung seperti regulasi (HGBT) sekarang ini,” katanya.

Baca juga: Kebijakan Gas Murah untuk Industri Berlanjut, Kepastian Pasokan Jadi Tantangan

Setelah belasan tahun terkatung-katung, pemerintah, melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akhirnya mengintervensi pembangunan infrastruktur pipa gas Cirebon-Semarang dengan menggunakan APBN mulai 2022.

Saat ini, telah tersambung Semarang-Batang dan dilanjutkan ruas Batang-Cirebon. Selanjutnya, pemerintah akan membangun transmisi gas Dumai-Sei Mangkei (Sumatra). Apabila semua tuntas, Aceh-Jawa Timur akan tersambung pipa gas.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dalam rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/7/2024), memutuskan kebijakan HGBT senilai 6 dollar AS per juta metrik british thermal unit (MMBTU) kepada tujuh jenis industri untuk dilanjutkan. Ketujuh industri itu adalah pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet. (Kompas.id, 9/7)

Presiden Jokowi ketika memberikan keterangan pers seusai peresmian ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Indonesia di PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).
KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

Presiden Jokowi ketika memberikan keterangan pers seusai peresmian ekosistem baterai dan kendaraan listrik Korea Selatan di Indonesia di PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power, Karawang, Jawa Barat, Rabu (3/7/2024).

Menteri Agus mengatakan, dalam RPP gas bumi untuk kebutuhan domestik juga akan tertuang ketentuan yang menyebutkan kawasan industri boleh mengelola gas bumi untuk kawasan atau para tenant-nya. Selain itu, kawasan industri juga diperkenankan untuk mengimpor LNG. Dalam berinvestasi fasilitas pengelolaan gas itu, kawasan industri juga dapat membentuk konsorsium.

Sebagai catatan, merujuk data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), kendati Indonesia telah mengembangkan LNG sejak 1970-an, pemakaian domestik baru dilakukan pada 2012, untuk sektor kelistrikan. Hingga kini, 95 persen pemakaian LNG domestik untuk kelistrikan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Hingga kini, 95 persen pemakaian LNG domestik untuk kelistrikan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.

Namun, pemanfaatan LNG membutuhkan biaya lebih besar ketimbang gas bumi (gas pipa), seperti kebutuhan untuk memproses gas menjadi cair; transportasi; dan memproses kembali dari cair menjadi gas (regasifikasi) di lokasi tujuan.

”Kalau sudah bicara LNG, sudah standar internasional. Harus ada willingness to pay yang lebih tinggi. Sementara masyarakat Indonesia masih merasa harga gas itu murah,” ujar chairman Indonesia Gas Society (IGS), Aris Mulya Azof.

Editor:
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699