Benahi Problem Distribusi, Optimalkan Serapan Pupuk Subsidi
Lambatnya penerbitan SK penetapan alokasi pupuk subsidi juga kerap membuat petani terlambat mendapatkan pupuk tersebut.
JAKARTA, KOMPAS – Serapan pupuk subsidi masih rendah karena sejumlah problem distribusi. Salah satunya akibat terganjal prosedur birokrasi di daerah. Untuk itu, problem tersebut perlu segera dibenahi sembari terus mengoptimalkan serapan pupuk subsidi.
Tahun ini, pemerintah telah menambah alokasi pupuk subsidi dari 4,73 juta ton menjadi 9,55 juta ton. Namun, enam bulan berlalu, serapan pupuk bersubsidi baru terealisasi 32,6 persen per 30 Juni 2024. Sebanyak 7,58 juta petani yang terdaftar dalam Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok Elektronik (e-RDKK) juga belum menebus pupuk.
Direktur Pupuk dan Pestisida Direktorat Pupuk dan Pestisida Kementerian Pertanian Tommy Nugraha, Rabu (10/7/2024), mengakui, serapan pupuk subsidi masih rendah. Faktor penyebabnya cukup banyak.
Hal itu mulai dari perubahan pola tanam akibat dampak El Nino, keengganan petani menebus pupuk, data petani yang berpindah lahan belum dimutakhirkan, hingga terganjal prosedur birokrasi di daerah. Penyebab lain yang cukup signifikan menentukan penyaluran pupuk subsidi adalah lambatnya kepala daerah menerbitkan surat keputusan (SK) bupati/wali kota tentang alokasi pupuk subsidi.
”Kami harus menunggu dua bulan lebih untuk mendapatkan SK itu. Dampaknya, banyak kios belum berani menyalurkan pupuk subsidi kendati stok pupuk tersebut melimpah di gudang,” ujarnya dalam Diskusi Kelompok Terarah (FGD) Kompas bertajuk ”Meninjau Kembali Kebijakan Pupuk Subsidi Pupuk” di Menara Kompas, Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Banyak kios belum berani menyalurkan pupuk subsidi kendati stok pupuk tersebut melimpah di gudang.
Selain Tommy, pembicara dalam acara itu, antara lain, adalah Wakil Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Zulharman Djusman; anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mulyanto; anggota Komisi IV DPR, Slamet; dan Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa.
PT Pupuk Indonesia mencatat, per 30 Juni 2024, sebanyak 97 persen kabupaten dan kota dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia telah menerbitkan SK bupati/wali kota tentang alokasi pupuk subsidi. Sisanya yang belum adalah sejumlah daerah yang alokasi pupuk subsidinya kecil, yakni Papua, Papua Barat, Kalimantan, dan DKI Jakarta. Salah satu daerah yang juga menjadi lumbung beras nasional, yakni Banyuwangi, juga belum menerbitkan SK tersebut.
Baca juga: Segudang Problem di Balik Penambahan Alokasi Pupuk Subsidi
Dalam forum yang sama, Slamet, Dwi Andreas, dan Zulharman juga mengarisbawahi problem tersebut. Lambatnya penerbitan SK itu juga kerap membuat petani terlambat mendapatkan pupuk subsidi.
”Pupuk subsidi yang seharusnya digunakan di awal musim tanam justru baru bisa ditebus petani menjelang panen atau bahkan setelah panen,” kata Dwi yang juga Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI).
Slamet bahkan menilai hal itu tidak sejalan dengan salah satu asas ketersediaan pupuk subsidi, yakni tepat waktu. Petani membutuhkan pupuk pada awal musim tanam, tetapi justru baru bisa mendapatkannya pada saat panen.
Wakil Sekretaris Jenderal Kontak Tani Nelayan Andalan Zulharman Djusman menyampaikan paparan dalam diskusi kelompok terarah dengan tema ”Meninjau Kembali Kebijakan Subsidi Pupuk” digelar Harian Kompas di Jakarta, Rabu (10/7/2024).
Adapun Zulharman berpendapat, problem itu selalu berulang setiap tahun. Untuk itu, KTNA meminta persoalan birokrasi di daerah tidak lagi menjadi hambatan penyaluran pupuk subsidi ke depan. ”Kami juga pernah KTNA juga pernah meminta agar proses birokrasi penetapan alokasi pupuk subsidi di daerah dipangkas. Cukup sampai di tingkat kepala dinas terkait saja,” katanya.
Menanggapi hal itu, Tommy mengemukakan, Kementan memang tengah mengusulkan agar penetapan alokasi pupuk subsidi di daerah cukup sampai kepala dinas pertanian setempat. Namun, hal itu membutuhkan pembahasan antarkementerian/lembaga terkait, persetujuan presiden, dan perubahan regulasi.
Prosesnya butuh waktu yang tidak singkat. Untuk jangka pendek ini, Kementan telah berupaya bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri mendorong percepatan penerbitan SK kepala daerah tersebut.
Selain itu, lanjut Tommy, Kementan bersama PT Pupuk Indonesia juga berupaya mengatasi faktor-faktor lain yang menyebabkan serapan pupuk subsidi masih rendah. Beberapa di antaranya adalah penggunaan kartu tanda penduduk (KTP) untuk menebus pupuk subsidi, pemutakhiran data petani penerima empat bulan sekali, dan relokasi pupuk subsidi dari daerah yang berlebih ke daerah lain yang segera membutuhkan pupuk itu.
”Kami juga telah menghapus ketentuan penebusan pupuk per bulan. Dengan begitu petani bisa menebusnya setiap saat atau setiap mereka membutuhkan pupuk,” katanya.
Petani memberi pupuk urea pada bibit yang dipersiapkan untuk menghadapi musim tanam ke dua di Desa Kalensari, Kecamatan Widasari, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Selasa (11/6/2024). Ketersediaan pupuk masih menjadi kendala yang dikeluhkan petani.
Zulharman menambahkan, KTNA juga akan membantu pemerintah dan PT Pupuk Indonesia untuk mengoptimalkan serapan pupuk subsidi. Dalam waktu dekat, KTNA akan menyosialisasikan kebijakan baru penebusan pupuk subsidi merujuk pada petunjuk teknis dari Kementan. Selama ini, banyak petani yang terdaftar dalam e-RDKK, terutama yang berusia tua, belum mengetahui kebijakan baru yang memudahkan penebusan pupuk.
Alokasi pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton tidak akan bisa terserap semua pada tahun ini.
Tantangan produksi
Dalam diskusi terbatas itu juga terungkap, sejumlah tantangan mengoptimalkan serapan pupuk subsidi sepanjang enam bulan terakhir ini. Beberapa di antaranya adalah mundurnya musim tanam padi kedua, pola serapan pupuk subsidi, dan peningkatan produksi.
Mulyanto berpendapat, produksi pupuk subsidi dan nonsubsidi tidak akan mengalami persoalan pada tahun ini meskipun pemerintah belum membayar utang subsidi pupuk. Pasokan gas untuk industri juga lancar dan harga gas tersebut tidak terlalu membebani industri pupuk.
Berdasarkan data PT Pupuk Indonesia, pemerintah memiliki utang subsidi pupuk senilai total Rp 12,5 triliun. Utang tersebut terdiri atas tagihan berjalan April 2024 sekitar Rp 2 triliun dan sisanya merupakan tagihan subsidi pupuk pada 2020, 2022, dan 2023 yang belum dibayar.
Kendati begitu, ia pesimistis alokasi pupuk subsidi sebanyak 9,55 juta ton bisa terserap semua pada tahun ini. Hal itu mengingat pola serapan pupuk subsidi terbanyak terjadi pada awal tahun atau musim tanam I ketimbang musim tanam berikutnya. Selain itu, areal tanam padi di semester II biasanya juga tidak seluas di semester I.
Baca juga: Di Tengah Potensi Penurunan Produksi Beras, Serapan Pupuk Masih Rendah
Kementan mencatat, penambahan luas areal tanam padi di luar areal tanam reguler, masih rendah. Per 7 Juli 2024, realisasinya baru sekitar 33 persen dari target 1,8 juta hektar. Begitu juga dengan realisasi tanam padi pada Juli 2024, dari target 914.496 hektar baru terealisasi 180.460 hektar (Kompas, 8/7/2024).
Sementara itu, Dwi Andreas menuturkan, optimalisasi serapan pupuk subsidi juga tidak serta-merta akan meningkatkan produksi beras nasional. Selama ini, korelasi penambahan atau pengurangan anggaran subsidi pupuk sebagai penentu kuota pupuk subsidi dengan peningkatan produksi beras sangat tipis.
Merujuk data Kementan, ia menjelaskan, pada 2013, subsidi pupuk dianggarkan Rp 17,6 triliun dan produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 58,7 juta ton. Pada 2019, anggaran tersebut naik Rp 34,3 triliun, tetapi produksi GKG justru turun 54,6 juta ton.
Dwi mengakui, faktornya tidak hanya dari pupuk. Ada faktor-faktor penyebab lain yang juga berpengaruh, seperti perubahan cuaca, alih fungsi lahan pertanian, dan berkurangnya kesuburan tanah.
Dwi bahkan memperkirakan produksi beras nasional pada tahun ini turun 5-6 persen dibandingkan produksi beras tahun lalu yang sebanyak 31,1 juta ton. Ia juga menyebutkan, rerata produksi padi nasional saat ini sebesar 1,04 per tahun.
Baca juga: Jalan Terjal Pertanian dan ”Kerja Rodi” Lahan Pangan
Perkembangan anggaran subsidi pupuk dan produksi gabah kering giling.