Pembaruan Kebijakan Energi Nasional, Peran Batubara Kian Minim
Dalam RPP KEN, target bauran energi baru dan energi terbarukan pada 2060 sebesar 70-72 persen.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah semakin dekat untuk menerbitkan pembaruan kebijakan energi nasional atau KEN guna menggantikan regulasi yang berlaku saat ini. Akan ada konsinyering di antara Dewan Energi Nasional beserta para pemangku kepentingan dan Komisi VII DPR RI sebelum rancangan peraturan pemerintah terkait pembaruan KEN itu disetujui. Salah satu hal tertuang dalam pembaruan KEN ialah diminimalkannya pemakaian batubara.
KEN yang saat ini berlaku diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2014. Disebutkan dalam PP tersebut bahwa dalam proyeksi kebutuhan energi nasional hingga 2050, diperhitungkan sejumlah parameter dan yang utama adalah pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan penduduk. Namun, pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan tak tercapai.
Adapun pemerintah telah selesai melakukan harmonisasi terhadap rancangan peraturan pemerintah (RPP) KEN. RPP itu kemudian dibawa ke rapat kerja Komisi VII DPR dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, sekaligus Ketua Harian Dewan Energi Nasional, Arifin Tasrif, di Jakarta, Senin (8/7/2024). Terdapat sejumlah perubahan dalam RPP KEN dibandingkan dengan KEN yang berlaku saat ini.
Dalam PP No 79/2014 disebutkan bahwa dalam grandstrategy terdapat poin memaksimalkan energi terbarukan serta poin meminimalkan penggunaan bensin. ”Dalam RPP KEN, (menjadi) memaksimalkan energi baru dan terbarukan dan meminimalkan penggunaan fosil (yakni batubara dan bensin),” ujar Arifin. Di samping itu, nuklir juga tidak lagi disebutkan sebagai opsi terakhir, tetapi sebagai energi baru.
Sementara itu, dalam PP No 79/2014, target dekarbonisasi ialah untuk mencapai pangsa energi terbarukan dalam bauran energi primer sedikitnya 23 persen pada 2025 serta 31 persen pada 2050. Adapun dalam RPP KEN disebutkan bahwa transisi energi mencapai puncak emisi pada 2035 dan emisi nol bersih pada 2060. Target bauran energi baru dan energi terbarukan pada 2060 sebesar 70-72 persen.
Arifin menambahkan, dalam PP No 79/2014 terdapat poin yang menyebutkan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dalam industri energi nasional. Akan tetapi, dalam RPP KEN disebutkan bahwa peningkatan TKDN meliputi teknologi dan rancangan bangunan, bahan material, komponen lain yang terkait, tenaga kerja, sumber pendanaan, dan peningkatan nilai tambah.
Merespons pemaparan Arifin, sejumlah fraksi di Komisi VII DPR menyampaikan pendapatnya. Anggota Komisi VII DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Mulyanto, menuturkan, pihaknya memandang KEN sebagai pedoman dalam mewujudkan pengelolaan energi yang adil, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan. Itu penting demi terciptanya kemandirian energi nasional.
”Oleh karena itu, RPP ini harus mengatur proses transisi energi dari fosil ke energi baru dan energi terbarukan secara terukur, rasional, dan berkelanjutan. Itu termasuk penentuan target-target pencapaian energi final yang harus benar-benar realistis dan bisa dicapai dengan baik. Di samping itu, RPP KEN harus komprehensif dengan perencanaan yang matang,” kata Mulyanto.
Ia menambahkan, pengutamaan produk dan potensi dalam negeri dalam pengusahaan energi mutlak harus diusahakan. ”Oleh sebab itu, TKDN harus disebutkan secara eksplisit dalam RPP agar bisa menjamin penggunaan produk dalam negeri,” ujarnya.
Anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-P, Mercy Chriesty Barends, mengatakan, perlu ada diversifikasi sumber energi guna mengurangi ketergantungan pada satu jenis sumber energi. Diversifikasi tersebut mencakup pengembangan berbagai sumber energi terbarukan yang dapat diperbarui dan lebih ramah lingkungan. Di samping itu, perlu ada peningkatan keamanan pasokan energi.
”Fraksi PDI-P berpendapat perlu mengurangi ketimpangan dalam menyediakan akses energi, dengan harga terjangkau serta stok terjaga secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat, termasuk masyarakat 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan). Selain itu, melalui RPP KEN, perlu ada peningkatan kualitas hidup masyarakat, seperti penyediaan listrik untuk pendidikan, kesehatan, dan aktivitas ekonomi lain,” katanya.
Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Nasdem Sugeng Suparwoto menambahkan, Komisi VII telah menyepakati untuk membahas RPP KEN lebih lanjut. Akan dilakukan konsinyering Komisi VII DPR dengan Kementerian ESDM dan Dewan Energi Nasional pada masa reses DPR RI. Itu ditujukan untuk mempertajam dan membahas lebih lanjut guna mewadahi berbagai masukan yang ada.