Upah Minimum di Negara Sentra Industri Naik, Indonesia Bisa Ambil Peluang
Dengan situasi yang sedang terjadi di negara pusat manufaktur di Asia Tenggara itu, Indonesia seharusnya diuntungkan.
JAKARTA, KOMPAS — Negara -negara pusat manufaktur utama di Asia Tenggara menaikkan upah minimum mereka pada paruh kedua tahun 2024. Situasi ini memicu kekhawatiran sejumlah pelaku industri manufaktur di negara tersebut. Bagi Indonesia, ini menjadi peluang untuk menarik sebanyak mungkin investor industri manufaktur.
Sejumlah negara yang menjadi pusat manufaktur di Asia Tenggara, menurut laporan Nikkei Asia, Selasa (2/7/2024), adalah Vietnam, Thailand, Filipina, dan Malaysia. Kenaikan upah minimum mulai diterapkan di sektor industri manufaktur di negara-negara tersebut.
Pada Juli 2024, upah minimum di seluruh Vietnam naik rata-rata 6 persen. Di kota-kota besar, seperti Hanoi dan Ho Chi Minh, pekerja mendapat upah 193 dollar AS per bulan atau 4,96 juta dong, sekitar 80 persen lebih tinggi dibandingkan dengan satu dekade lalu.
Produk domestik bruto (PDB) Vietnam meningkat 6,9 persen pada triwulan II-2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Negara ini merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di kawasan Asia Tenggara yang mencerminkan sektor manufaktur yang kuat dan telah menarik sejumlah besar investasi asing langsung. Salah satu daya tarik utama Vietnam ialah kedekatannya dengan China.
Hanya saja, menurut penelusuran Nikkei Asia, meski ada kenaikan upah minimum di Vietnam, angkanya masih kalah dengan negara-negara lain di Asia Tenggara yang sebagian besar sudah di atas 200 dollar AS per bulan.
Baca juga: Indonesia Perlu Belajar dari Vietnam untuk Masuk Rantai Pasok Apple
Thailand, salah satu kekuatan manufaktur lainnya di Asia Tenggara, berencana menaikkan upah minimum harian menjadi 400 baht (10,9 dollar AS) per hari mulai bulan Oktober 2024, naik sekitar 14 persen dari saat ini yang sebesar 300 -350 baht per hari. Dengan nilai upah minimum baru ini, pekerja di sana akan mendapat penghasilan setidaknya 237 dollar AS per bulan.
Sementara itu, pada Senin (1/7/2024), upah minimum di wilayah Metro Manila, Filipina, akan dinaikkan menjadi 645 peso (11 dollar AS) per hari. Saat ini, upah minimum di sana sebesar 610 peso. Kenaikan akan berlaku efektif 17 Juli 2024. Dengan nilai baru tersebut, upah bulanan pekerja menjadi 241 dollar AS.
Pemerintah Filipina pada tahun 2023 menerapkan sedikit kenaikan upah minimum harian untuk mengelola inflasi. Kenaikan upah minimum yang akan datang itu, meskipun hanya berlaku di Metro Manila, dapat meringankan penderitaan konsumen walau tidak besar karena pelemahan peso dan hilangnya daya beli mata uang itu.
Di Malaysia, hasil penelusuran Nikkei Asia menunjukkan belum ada perubahan kebijakan upah minimum. Malaysia menerapkan kebijakan upah minimum pada tahun 2013 dan sejak itu melakukan penyesuaian biaya hidup. Pada tahun 2022, nilai upah minimum nasional meningkat menjadi 1.500 ringgit (setara 318 dollar AS) per bulan.
Kenaikan upah minimum yang terus-menerus pada akhirnya dapat mengancam salah satu keunggulan utama Vietnam.
Kendati demikian, pada tahun ini, Pemerintah Malaysia memperkenalkan skema upah baru yang bernama kebijakan upah progresif. Tujuan dari skema ini ialah mendorong pengusaha di sektor industri tertentu menaikkan upah, terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. Untuk saat ini, kebijakan upah progresif bersifat sukarela bagi pemberi kerja.
Baca juga: Ketika Negara Tetangga Lebih Populer untuk Investasi Teknologi Skala Besar
General Director Sufex Trading (perusahaan perantara yang membantu pengusaha Jepang mencari ruang kawasan industri di Vietnam) Akira Miyamoto mengkhawatirkan kenaikan biaya tenaga kerja. Sebab, hal itu akan mendorong semakin banyak perusahaan yang mempertimbangkan untuk melakukan ekspansi di luar kota besar. Pemerintah Vietnam telah mengatur upah minimum di wilayah metropolitan 40 persen lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah tertinggal.
”Bukan hanya biaya tenaga kerja yang naik. Harga tanah di kawasan industri di Vietnam telah meningkat secara signifikan, terutama di sekitar kota Ho Chi Minh,” ucap Akira, seperti yang dikutip Nikkei Asia.
Kenaikan upah minimum yang terus-menerus pada akhirnya dapat mengancam salah satu keunggulan utama Vietnam, yakni industri padat karya, seperti perakitan dan penjahitan.
Sementara itu, Wakil Ketua Kamar Dagang Thailand Poj Aramwattananont berpendapat, peraturan baru upah minimum akan menyebabkan Thailand kehilangan daya saing industri. Dia menilai pula bahwa peraturan itu secara nasional tidak realistis.
Kondisi serupa terjadi di Filipina. Pengusaha lokal di negara itu mengkhawatirkan kenaikan upah yang berkelanjutan. Dalam pernyataan resmi bulan Februari 2024, Kamar Dagang dan Industri Filiphina menyatakan, kenaikan upah minimum dapat membuat investor enggan berinvestasi.
Baca juga: Satu Dekade, Tren Kenaikan Upah Minimum Buruh Terus Merosot
Peluang untuk Indonesia
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adinegara berpendapat, dengan situasi yang sedang terjadi di negara pusat manufaktur di Asia Tenggara itu, Indonesia seharusnya akan diuntungkan lewat relokasi industri karena kenaikan upah minimum yang relatif lebih kecil.
Indonesia sebenarnya akan diuntungkan dengan kenaikan upah minimum yang terjadi di negara-negara lain di ASEAN.
Mengutip laman satudata.kemnaker.go.id, upah minimum provinsi (UMP) tahun 2024 telah ditetapkan pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No 36/2021 tentang Pengupahan, termasuk upah minimum bagi provinsi baru di Indonesia. Nilai rata-rata UMP tahun 2024 adalah Rp 3.113.359,85 (sekitar 190,65 dollar AS).
”Namun, kekhawatiran saya, investasi industri manufaktur malah bergeser ke Bangladesh, India, dan Pakistan,” kata Bhima, Kamis (4/7/2024).
Bhima menambahkan, selain upah minimum, permintaan ekspor produk manufaktur ke negara tradisional banyak menurun pasca-pandemi Covid-19. Biaya produksi naik, terutama di industri pakaian jadi yang bahan bakunya sensitif terhadap fluktuasi kurs dollar AS. Suku bunga tinggi juga menjadi alasan utama pelaku industri manufaktur kesulitan refinancing.
”Kami juga melihat, industri manufaktur pakaian jadi, terutama yang fast fashion, di negara anggota ASEAN sudah mulai tidak menarik. Justru yang sedang booming adalah sektor turunannya, seperti logistik antarpakaian jadi dan thrifting. Kalau kawasan ASEAN menjadi basis produksi, rasanya sudah senjakala untuk industri tekstil pakaian jadi,” imbuh Bhima.
Baca juga: Tantangan dan Resolusi Satu Abad Industri Tekstil Nusantara
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, di Asia Tenggara, hampir semua negara bermain di industri manufaktur padat karya. Ketika biaya produksi naik, terutama upah minimum, dan diikuti dengan kesulitan akses pasar, hal itu akan mengikis keuntungan negara.
Menurut Faisal, membandingkan secara linear kebijakan upah minimum antarnegara-negara di ASEAN kurang tepat. Di luar Indonesia, rentang nilai upah minimum dan maksimum sembilan negara ASEAN cenderung tipis. Sementara di Indonesia cenderung lebih lebar rentang nilainya. Sebagai gambaran, ada provinsi yang memiliki UMP sangat rendah dan ada provinsi yang sebaliknya memiliki UMP tinggi.
”Dengan rentang upah minimum antardaerah yang masih lebar, Indonesia sebenarnya akan diuntungkan dengan kenaikan upah minimum yang terjadi di negara-negara lain di ASEAN. Indonesia bisa menggaet investor industri manufaktur. Hanya saja, terdapat sejumlah persoalan jika pengusaha mau merelokasi pabrik manufaktur ke daerah yang upah minimumnya rendah,” ucapnya.
Sejumlah persoalan itu, lanjut Faisal, meliputi pengurusan perizinan yang cenderung rumit dan infrastruktur dasar yang belum merata. Lebih jauh, Vietnam dalam beberapa tahun terakhir kebanjiran investasi manufaktur, baik padat karya maupun padat modal. Di negara ini sedang terjadi persaingan mendapatkan tenaga kerja terampil sehingga menyebabkan upah merangkak naik.
Ia memperkirakan, Vietnam akan bergerak mengikuti pendahulunya di Asia, seperti China, menjadi negara industri bernilai tambah tinggi, bukan lagi bernilai tambah rendah.