Family Office untuk Keluarga Superkaya, Mengapa Baru Dibahas Jokowi Sekarang?
Pemerintah menyiapkan ”karpet merah” untuk keluarga superkaya dari berbagai negara. Namun, kepastian hukum jadi PR.
Menjelang mengakhir tugasnya, Presiden Joko Widodo mulai mengkaji berbagai kemudahan dan layanan untuk keluarga-keluarga superkaya agar mereka dapat menanamkan dananya di Indonesia. Rencana Presiden Jokowi ini kemarin, Senin (1/7/2024), mulai dibahas dalam rapat internal yang dihadiri juga oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
Namun, terkait upaya menyambut para keluarga superkaya berinvestasi di Tanah Air, pengamat menilai masih banyak pembenahan yang perlu disiapkan terlebih dahulu oleh pemerintah. Mulai dari yang utama: kepastian hukum, regulasi, dan sumber daya manusia yang mumpuni, serta iklim berusaha yang menjanjikan dan memudahkan.
Rencana menggelar ”karpet merah” untuk keluarga-keluarga superkaya membawa dananya ke Indonesia sebelumnya digelar dalam rapat tertutup di Istana Merdeka, Jakarta. Rapat dihadiri, antara lain, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Investasi/BKPM Bahlil Lahadalia, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Kepala BPKP Yusuf Ateh, dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar. Presiden terpilih Prabowo Subianto tidak hadir karena masih harus beristirahat seusai menjalani operasi kakinya.
Baca juga: Pemerintah Bidik Dana Keluarga Superkaya, Bisakah ”Family Office” Menarik Banyak Uang ke Indonesia?
Kluster keuangan keluarga superkaya
Family office, menurut Sandiaga, adalah sebuah kluster keuangan yang memberikan kemudahan pelayanan bagi keluarga-keluarga superkaya untuk menanamkan dananya di Indonesia. ”Tadi dipikirkan mulai dari segi potensi, regulasi, hingga akan dibentuk tim khusus untuk mengkaji ini dan diharapkan kita bisa juga menawarkan sesuatu, seperti Singapura, Dubai, dan Hong Kong,” tutur Sandi saat ditanya pers, seusai rapat.
Nanti bagaimana kita menyikapinya akan dilakukan melalui kajian dalam satu bulan ke depan.
Sejauh ini, regulasi bagi bisnis keluarga besar ini sudah tersedia di Ibu Kota Nusantara (IKN). Namun, menurut Sandi, banyak permintaan family office di Bali.
”Nanti bagaimana kita menyikapinya akan dilakukan melalui kajian dalam satu bulan ke depan,” kata Sandi menambahkan.
Selain harus menyesuaikan regulasi, menurut Sandi, daya tarik Indonesia saat ini ada pada akses finansial, termasuk aset-aset lain, baik kegiatan investasi hijau di ekonomi hijau maupun filantropi.
Sejauh ini, Singapura adalah tujuan family office paling utama. Sebab, aturan di negara tersebut dinilai tidak tumpang tindih, sistem hukumnya juga bereputasi. Januari 2023, tercatat 700 bisnis keluarga di Singapura, tujuh kali lipat dari 2017.
Daya tarik Indonesia saat ini ada pada akses finansial, termasuk aset-aset lain, baik kegiatan investasi hijau di ekonomi hijau maupun filantropi.
Namun, Financial Times mencatat, saat ini keluarga-keluarga superkaya harus menanti proses pendaftaran selama 18 bulan untuk masuk Singapura. Sebab, penyidikan terkait pencucian uang marak di Negeri Singa ini. Pemerintah pun mulai memperketat aturan penyimpanan dana bagi keluarga-keluarga superkaya ini.
Peningkatan PDB
Dalam video yang diunggah di media sosial Luhut pada Senin petang, dia menyebutkan potensi dari keluarga superkaya ini sangat besar. Berdasarkan data dari The Wealth Report, populasi individu superkaya raya di Asia diperkirakan akan tumbuh sebesar 38,3 persen selama periode 2023-2028. ”Itu angka yang besar dan kalau dilihat lebih spesifik Indonesia bisa tumbuh 34 persen,” kata Luhut.
Peningkatan jumlah aset finansial dunia yang diinvestasikan di luar negara asal juga diproyeksikan akan terus meningkat. Dari perhitungan terkini, ada sekitar 11,7 triliun dollar AS dana kelolaan family office di dunia.
Itu angka yang besar dan kalau dilihat lebih spesifik Indonesia bisa tumbuh 34 persen.
Menurut Luhut, family office merupakan salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan memiliki family office, manfaatnya bukan hanya meningkatkan peredaran modal di dalam negeri, tetapi juga menghadirkan potensi peningkatan produk domestik bruto (PDB) serta lapangan kerja dari investasi dan konsumsi lokal yang diciptakannya.
Sejauh ini, tambah Luhut, beberapa negara di dunia yang sudah menjadi tuan rumah dari aset warga superkaya tersebut antara lain Singapura, Hong Kong, dan Dubai. Dua negara Asia yang saat ini cukup kuat sebagai tuan rumah family office adalah Singapura, telah melayani 1.500 family office dan Hong Kong yang telah melayani 1.400 family office.
Kesempatan Indonesia
Namun, akhir-akhir ini, ada peningkatan kondisi geopolitik di Hong Kong serta perubahan regulasi investasi di Singapura yang meningkatkan risiko dan ketidakpastian investor. Ini dinilai menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk menjadi alternatif dengan membentuk wealth management centre (WMC). Indonesia memiliki modal berupa kondisi pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat, kondisi politik yang stabil, serta orientasi geopolitik yang netral.
”Sekarang kita mau nawarin (untuk menempatkan dananya di Indonesia). Lagi kita susun regulasinya secara terpadu. Mereka tidak dikenai pajak, tetapi dia harus investasi dan investasinya itu yang akan kita pajaki,” tutur Luhut lagi. Untuk itu, menurut Luhut, dalam rapat bersama Presiden Jokowi, pihaknya menyampaikan pula bahwa Indonesia memiliki potensi untuk membentuk WMC.
Sekarang kita mau nawarin (untuk menempatkan dananya di Indonesia). Lagi kita susun regulasinya secara terpadu.
WMC adalah layanan penasihat investasi yang menggabungkan layanan keuangan lainnya untuk memenuhi kebutuhan klien yang berpenghasilan tinggi. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan guna memaksimalkan peluang dari pengembangan jika dana besar masuk ke Tanah Air.
”Sekarang kita maunawarin(untuk menempatkan dananya di Indonesia). Lagi kita susun regulasinya secara terpadu. Mereka tidak dikenai pajak, tetapi dia harus investasi dan investasinya itu yang akan kita pajaki,” tutur Luhut lagi.
Menurut Luhut, lintas kementerian/lembaga perlu merumuskan beberapa hal untuk pengembangan ekosistem WMC di Tanah Air, seperti perancangan sistem perpajakan dan regulasi yang mendukung untuk aset asing, stabilitas serta kondusivitas politik dan pemerintahan, penyedia jasa manajemen aset, serta lingkungan bisnis yang mendukung. Sebagai tindak lanjut dalam mewujudkan potensi family office, pemerintah bersepakat membentuk satuan tugas untuk merancang dan menyiapkan implementasi program dalam sebulan ke depan.
Pemerintah bersepakat membentuk satuan tugas untuk merancang dan menyiapkan implementasi program dalam sebulan ke depan.
Disebutkan Luhut, regulasi di Singapura, Hong Kong, dan Dubai bisa menjadi tolok ukur. ”Indonesia harus mampu menyediakan tawaran yang kompetitif. Salah satu yang perlu dibenahi adalah harmonisasi regulasi yang saat ini dinilainya masih kurang kompetitif,” ujar Luhut.
Selain itu, lokasi family office perlu ditentukan. Hal ini, kata Luhut, akan dikaji betul. Bali menjadi salah satu pilihan karena memiliki dua kawasan ekonomi khusus (KEK), yakni KEK Kura-Kura dan KEK Sanur. Pilihan lainnya adalah IKN.
Terkait potensi keluarga superkaya, Luhut mengakui satuan tugas akan melihat apa saja yang bisa diperbaiki terkait kemudahan berusaha di Indonesia, insentif pajak yang akan ditawarkan, sistem keuangan yang disesuaikan, serta kerangka hukum yang disiapkan. Selain itu, kualitas hidup dan konektivitas juga masih harus dibenahi.
Satuan tugas akan melihat apa saja yang bisa diperbaiki terkait kemudahan berusaha di Indonesia, insentif pajak yang akan ditawarkan, sistem keuangan yang disesuaikan, serta kerangka hukum yang disiapkan.
Luhut mengatakan akan meminta Bank Dunia melihat kajian yang dikerjakannya. Selain itu, dalam sebulan, dia akan melaporkan kemajuan persiapan family office kepada Presiden Jokowi.
Pemerintah, tambah Luhut, tetap harus menghindari kemungkinan warga superkaya itu hanya menyimpan dananya untuk pencucian uang. Namun, dia tidak menjelaskan bagaimana pengaturan yang disiapkan untuk menepis kemungkinan ini.
Dia hanya menyebutkan banyaknya peluang investasi di Indonesia, seperti hilirisasi dan pengembangan rumput laut.
Pastikan investasi riil
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Esther Sri Astuti menilai ide ini baik sepanjang investasi riil untuk membangun pabrik dan meningkatkan produksi. Dengan demikian, ada penciptaan lapangan pekerjaan.
”Kalau hanya menyimpan uang saja, saya rasa tidak berdampak luas dan rentan terjadi capital flight ketika suku bunga turun. Jadi, mereka hanya investasi untuk beli portfolio saja atau simpan uangnya di bank di Indonesia seperti yang sudah terjadi saat ini,” tuturnya.
Skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (public private partnership/KPBU) dengan skema saling menguntungkan dan jangka panjang seperti di proyek-proyek strategis bisa menjadi pilihan. Pemberian insentif dan perhitungan tingkat pengembalian (return) yang menguntungkan dalam jangka panjang bisa menjadi tawaran menarik.
Kalau hanya menyimpan uang saja, saya rasa tidak berdampak luas dan rentan terjadicapital flight ketika suku bunga turun.
Namun, Esther memperkirakan pemerintah hanya ingin menarik para konglomerat ini untuk menyimpan uangnya di Indonesia seperti yang dilakukan Singapura, Swiss, Luksemburg, dan lainnya. Karenanya, apabila ini yang menjadi tujuan, perlu disiapkan investment house yang bisa menjamin kepastian return yang menguntungkan penanam modal jangka panjang, jaminan kerahasiaan dan keamanan bahwa uang mereka benar-benar aman, serta biaya operasional yang murah.
Kewaspadaan pada kemungkinan dana dibawa ke Indonesia untuk pencucian uang juga penting. ”Kalau memang membentuk family wealth planning, memang harus ada jaminan uang mereka aman, tidak peduli uang itu darı mana,” tuturnya.
Harus bisa bersaing
Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal mengingatkan, Indonesia harus bisa bersaing dengan ”pemain-pemain” yang sudah ada, seperti Singapura dan Hong Kong. Untuk menarget para superkaya ini mau membawa dananya ke Indonesia, perlu ada sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni dan kompetitif.
”SDM yang kompetitif itu artinya (mereka yang memberikan) services, misalnya tax advisors, asset management, lawyers, wealth management. Banyak skill dan service seperti ini yang dibutuhkan dan mereka harus sangat kompeten,” tuturnya.
Layanan penasihat pajak (tax advisor) harus mampu memaksimalkan keuntungan bagi klien. Para penasihat hukum juga harus mampu menangani sengketa serta memahami regulasi negara bersangkutan, baik regulasi negara asal klien maupun aturan di Indonesia. Para pengelola investasi dan kekayaan juga harus mampu memaksimalkan keuntungan dengan bauran cara investasi, misalnya mutual fund, charity, atau lainnya.
Baca juga: Triliuner Indonesia di Panggung Sepak Bola Dunia
Pekerjaan rumah kedua yang harus ditangani pemerintah secara serius, menurut Faisal, terkait masalah infrastruktur, insentif dan disinsentif yang diberikan, serta kepastian kebijakan dan kepastian hukum.
”Ini penting ketika satu keluarga super-rich akan memercayakan kekayaannya untuk di-manage sebagai suatu family office di suatu negara, dia harus yakin negara tersebut aman, stabil politiknya, stabil kebijakannya, predictable, tidak gampang berubah-ubah. Siapa saja stakeholders yang bisa dipercaya. Tanpa itu, tentu para super-rich ini akan berpikir seribu kali,” tutur Faisal.
Pekerjaan rumah ini, lanjutnya, harus diselesaikan apabila pemerintah ingin membangun family office dengan tujuan menarik dana dari luar dan menciptakan efek berganda di dalam negeri.